BW Sebut KPK Bohong soal Harun Masiku

27 Januari 2020 15:08 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Tim Gabungan Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) Bidang Pencegahan Korupsi Bambang Widjojanto. Foto: Darin Atiandina/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Tim Gabungan Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) Bidang Pencegahan Korupsi Bambang Widjojanto. Foto: Darin Atiandina/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Eks pimpinan KPK Bambang Widjojanto (BW) menyinggung kasus eks caleg PDIP Harun Masiku. Terutama terkait polemik keberadaannya yang belakangan disebut sudah ada di Indonesia. Padahal sebelumnya Harun disebut Ditjen Imigrasi sedang di luar negeri.
ADVERTISEMENT
"Bukankah salah satu indikasinya, misalnya saja, pembohongan keberadaan Harun Masiku, kader PDIP yang ditetapkan sebagai tersangka kasus suap komisioner KPU. Dan hal itu diduga dilakukan melalui pernyataan Firly Bahuri dan Nurul Ghufron (Pimpinan KPK) dan Menkumham yang menyatakan Harun di luar Indonesia padahal sudah berada di Indonesia," ungkap BW dalam keterangannya, Senin (27/1).
"Sampai saat ini, pernyataan itu tidak pernah diralat apalagi disertai ucapan permohonan maaf?" sambung BW.
BW menyebut KPK tak lagi serius dalam memberantas korupsi di Indonesia.
"Bukankah ini juga dapat diduga sebagai “keberengsekan” tanpa jeda yang terus menerus terjadi dan dipertontonkan secara “seronok” karena tak serius memberantas korupsi," urainya.
"Hal ini membuat upaya menarik investasi dari luar negeri hanya ilusi berupa khayalan fatamorgana dan upaya pemberantasan korupsi menjadi dagelan yang “blassss” enggak lucu banget," tutup BW.
ADVERTISEMENT
Soal Harun, Ditjen Imigrasi Kemenkumham mengkonfirmasi buronan KPK, Harun Masiku, sudah ada di Indonesia sejak tanggal 7 Januari atau 1 hari sebelum OTT eks Komisioner KPU, Wahyu Setiawan. Dirjen Imigrasi, Ronny Sompie, mengonfirmasi hal tersebut pada 22 Januari.
Padahal sebelumnya Ditjen Imigrasi dan Menkumham Yasonna Laoly, kekeh menyatakan Harun Masiku pergi ke Singapura pada 6 Januari dan masih berada di sana. Artinya Ditjen Imigrasi butuh waktu 15 hari untuk mengungkap keberadaan Harun.
Ketua Tim Gabungan Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) Bidang Pencegahan Korupsi Bambang Widjojanto. Foto: Darin Atiandina/kumparan
Tanggapi soal Skor Indeks Persepsi Korupsi
Selain soal Harun Masiku, BW juga menanggapi kenaikan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia versi Transparansi International (TI) dari 38 menjadi 40 di 2019. Di satu sisi ia bersyukur, tetapi di sisi lainnya publik berhak bertanya-tanya.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, Indonesia hanya beruntung dengan kenaikan ini. Kata BW, seluruh survei yang dikomposit oleh TI sebagian besarnya dilakukan di awal dan tengah tahun berjalan.
"Misalnya, survei PERC Asia Risk Guide 2019, dilakukan Januari-Maret 2018 dan begitu setiap tahunnya. Jika saja survei dilakukan mendekati akhir tahun, dipastikan skor IPK Indonesia versi TI akan jeblok & nyungsep," kata BW.
"Karena indikasi kuat terjadinya intensitas “tragedi dan skandal” pemberantasan korupsi pada 3-4 bulan menjelang akhir tahun 2019," sambungnya.
Ia melanjutkan, skor IPK sebesar 40 ini tidak membuat rakyat kebanyakan menjadi terlalu bangga. Yang justru sebaliknya, lanjut BW, pemberantasan korupsi cenderung makin miris.
"Masyarakat, di sebagiannya malah merasa miris, sesak, dan gemas. Khususnya atas upaya pemberantasan korupsi yang ditunjukan Pimpinan KPK dan kekuasaan di pemerintahan," jelas dia.
Harun Masiku. Foto: Dok. Infocaleg
BW kemudian menjelaskan, hal lain yang membuat rakyat muak dengan skor 40. Ia kemudian membandingkan skor yang didapat Malaysia hingga Timor Leste, yang peningkatannya lebih besar dari Indonesia.
ADVERTISEMENT
”Lihat saja dan bandingkan. Malaysia bisa menggenjot peningkatan indeks skor IPK hingga 11 poin. Di tahun 2019 skornya mencapai 58 sedangkan di tahun sebelumnya (2018) hanya 47 poin saja. Itu artinya, dalam satu tahun, Malaysia menggenjot peningkatan IPK menjadi 11 poin," tutur dia.
Selanjutnya, skor Vietnam mampu meloncat tajam mencapai 4 poin. Di tahun 2019, skor IPK Vietnam menjadi 37, padahal tahun lalu hanya 33 saja.
Ia menambahkan, Indonesia juga kalah dari Timor Leste yang skornya meningkat 3 poin sehingga skornya menjadi 38.
"Tapi Indonesia masih di atas Thailand yang justru merosot 2 poin dan skornya kini menjadi 36," jelasnya.
Pada konteks Indonesia, kata BW, TI menegaskan salah satu pemicu utamanya, pemerintah Indonesia melakukan tindakan yang paradoks. Dan justru sangat beresiko menakuti-nakuti Investor.
ADVERTISEMENT
KPK sebagai lembaga antikorupsi Indonesia yang dipandang sebagai simbol kemajuan upaya pemberantasan korupsi, kata BW, justru dihilangkan otonomi san kekuasaannya.
"Bukankah hal ini bertentangan dengan aspirasi Presiden Jokowi yang sedang memprioritaskan investasi asing dan pertumbuhan ekonomi," tutur dia.
Berpijak pada uraian di atas, BW bertanya-tanya. Apakah ini yang disebut sebagai ambiguitas pemberantasan korupsi?
"Karena ditopang perilaku split personality dari sebagaian pemangku kekuasaan. Khususnya, ketua dan pimpinan pemerintahan yang seharusnya menjadi penjuru pemberantasan korupsi," tutur dia.