BW soal Putusan UU Cipta Kerja: MK Terlihat Bersikap Gamang dan Kompromis

26 November 2021 18:06 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bambang Widjojanto. Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Bambang Widjojanto. Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Bambang Widjojanto menilai bahwa putusan Mahkamah Konstitusi tekait UU Cipta Kerja terlihat kompromis. Ia mengapresiasi sekaligus mengkritisi putusan MK yang terdiri dalam beberapa diktum tersebut.
ADVERTISEMENT
Dalam putusannya, MK mengabulkan sebagian gugatan uji formil terkait UU Cipta Kerja. MK memerintahkan pembentuk undang-undang untuk memperbaiki pembentukan UU Cipta Kerja dalam waktu 2 tahun.
"Di satu sisi, MK mencoba menjawab “kemarahan & kegelisahan” publik seantero pelosok Indonesia yang sebagiannya sudah sampai pada suatu kesimpulan UU Cipta Kerja No. 11 Tahun 2021 dibuat secara tergesa-gesa, menegasikan prudentialitas & profesionalitas pembuatan UU," kata BW dalam keterangan tertulisnya, Jumat (26/11).
Masih dalam putusannya, MK memberi waktu tenggat 2 tahun bagi pembentuk undang-undang untuk merevisi UU Cipta Kerja. Menurut BW, hal tersebut menujukkan MK bersikap kompromis.
Sebab, MK menyatakan UU Cipta Kerja bertentangan dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Akan tetapi UU Cipta Kerja inkonstitusional bila dalam jangka waktu 2 tahun tidak diperbaiki.
ADVERTISEMENT
"MK terlihat bersikap “gamang” dan “kompromis” yang dapat mencederai kehormatannya karena kendati pembentukan UU No. 11 Tahun 2020 dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 sehingga hasilnya harus juga dinyatakan melanggar konstitusi tetapi Mahkamah pada diktum ketiga tersebut juga menyatakan “… pembentukan Undang-undang …. tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 (dua) tahun sejak putusan ini diucapkan"," papar BW.
Sejumlah buruh yang tergabung dalam Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) melakukan aksi unjuk rasa menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Senin (16/11). Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO
"Itu artinya, pembentukan UU No. 11 Tahun 2021 dinyatakan melanggar UUD 1945 tapi masih tetap berlaku sebagai UU dan mengikat kecuali tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 (dua) tahun. Hal ini makin jelas jika membaca diktum keempat amar putusan yang menyatakan “… masih tetap berlaku sampai dengan dilakukan perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang waktu sebagaimana yang telah ditentukan dalam putusan ini…”," sambung BW.
ADVERTISEMENT
Mantan Pimpinan KPK itu pun menyoroti soal perintah adanya perbaikan terhadap UU Cipta Kerja. Sebab akan menimbulkan kompleksitas bila dimaknai secara sempit dan hanya sekadar tata cara pembentukannya saja yang diperbaiki.
"De facto, UU Cipta Kerja telah merevisi sekitar 79 Undang-Undang (UU) yang memuat 1.244 pasal sehingga memuat banyak isu krusial karena menegasikan dan mengabaikan kepentingan daulat rakyat," kata BW.
Ia pun merujuk catatan UGM terhadap UU Cipta Kerja, yakni:
a. UU Cipta Kerja (UUCK) memuat masalah dari aspek metodologis, paradigma dan rumusan substansi kebijakan.
b. Pada UUCK, ada upaya yang secara sengaja mendelegitimasi & mengabaikan prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development).
c. Adanya potensi problem berupa hyper-regulated dan over-lapping pada UUCK karena mensyaratkan adanya sekitar 500 aturan turunan sehingga berpotensi melahirkan kompleksitas yang menciptakan ketidakadilan substantif bagi rakyat.
ADVERTISEMENT
Kendati demikian, BW mengapresiasi putusan MK yang memerintahkan pemerintah untuk menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas. Serta, melarang menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU Cipta Kerja.
Suasana sidang Pengujian Materiil Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2020 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta. Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Menurut dia, kini saatnya masyarakat untuk ikut berperan aktif dalam proses perubahan dan perbaikan UU Cipta Kerja. Agar kesewenangan yang menjurus pada abuse of power tidak terjadi lagi.
"Dan saatnya, pemerintah dan parlemen bersikap rendah hati karena harus bersungguh-sungguh berpihak untuk mewujudkan kemaslahatan rakyat karena diktum keenam Putusan MK menyatakan dengan sangat jelas bahwa jika “… tidak dapat menyelesaikan perbaikan … maka undang-undang atau pasal-pasal atau materi muatan undang-undang yang telah dicabut atau diubah … dinyatakan berlaku Kembali …”," kata BW.
ADVERTISEMENT
"Semoga Putusan MK ini bisa menjadi pintu masuk untuk meningkatkan harapan pada situasi yang main kritikal pada tahun mendatang karena kian tinggi situasi ketidakpastiannya. Hal ini disebabkan ketidakmampuan kita dalam mengelola tantangan yang hadir pada hari ini," pungkasnya.