Cakupan Imunisasi Tinggi dan Merata, Banyuwangi Dapat Apresiasi UNICEF

23 Desember 2018 8:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Imunisasi Difteri di Banyuwangi (Foto: Salmah Muslimah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Imunisasi Difteri di Banyuwangi (Foto: Salmah Muslimah/kumparan)
ADVERTISEMENT
Pemerintah Kabupaten Banyuwangi mendapat penghargaan dari United Nations Children's Fund (UNICEF) karena sukses melaksanakan program imunisasi dengan cakupan tinggi dan merata. Bukan hanya Imunisasi Dasar Lengkap (IDL), tetapi juga program Outbreak Response Immunization (ORI) difteri.
ADVERTISEMENT
ORI adalah memberikan imunisasi ulang tanpa melihat sejarah pemberian imunisasi sebelumnya. ORI difteri dilakukan menyusul dinyatakannya Provinsi Jawa Timur sebagai wilayah Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit difteri. Dengan total 16 korban meninggal, dari 400 kasus yang ditemukan sepanjang 2017–2018.
Difteri merupakan penyakit yang menyerang saluran pernafasan, ditandai dengan demam yang disertai adanya pseudomembran (selaput tipis) putih keabu-abuan pada tenggorokan (laring, faring, tonsil), yang tak mudah lepas dan mudah berdarah. difteri juga ikut berperan besar dalam menyumbang angka kematian pada anak di Indonesia.
Sejauh ini, upaya yang dianggap efektif untuk mencegah terjadinya difteri itu sendiri adalah dengan pemberian imunisasi. Banyuwangi berhasil mencapai cakupan ORI difteri 97 persen dalam waktu satu tahun. Pemberian vaksin dilakukan dalam tiga tahap, Januari, Juli dan Desember.
ADVERTISEMENT
“Untuk yang ORI hingga saat ini sudah mencapai 97 persen,” kata Kepala Dinas Kesehatan Banyuwangi dr Widji Lestariono di Puskesmas Kletek, Banyuwangi, Sabtu (23/12).
Imunisasi Difteri di Banyuwangi (Foto: Salmah Muslimah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Imunisasi Difteri di Banyuwangi (Foto: Salmah Muslimah/kumparan)
Keberhasilan ini, lanjut Widji, karena adanya kerja sama dari semua pihak yang mau bergotong royong untuk menjaga kesehatan anak. Bukan hanya dari petugas kesehatan tetapi juga dari elemen masyarakat mulai dari pihak swasta, Polri, TNI hingga mahasiswa.
“Kolaborasi ini dibangun bersama untuk menjaga kesehatan. Tentu, semua ini tak bisa dikerjakan sendiri. Butuh banyak dukungan untuk bisa berkolaborasi bersama,” ujarnya.
Selain itu, agar bisa melebihi target, pelaksanaan imunisasi juga tidak hanya dilakukan di lingkungan sekolah, puskesmas, maupun posyandu saja, tetapi juga dengan mendatangi masyarakat atau istilahnya jemput bola.
ADVERTISEMENT
Terbukti dengan hal itu, Kabupaten Banyuwangi yang memiliki total sasaran riil 425.976 anak usia 1-19 tahun, sampai Jumat (21/12/2018), telah mampu menembus target 95,86 persen dari total target imunisasi difteri. Dengan tercapainya target minimal tersebut, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi memastikan masyarakatnya, terutama anak-anak di Banyuwangi, aman dari ancaman serangan difteri karena telah terbentuknya kekebalan tubuh secara komunal.
Apresiasi UNICEF
Kepala UNICEF Pulau Jawa, TB Arie Rukmantara, mengatakan penghargaan ini diberikan bukan dalam arti memenangkan sesuatu, tetapi untuk mengapresiasi apa yang sudah dilakukan oleh warga Banyuwangi. Mereka mampu menjadikan Banyuwangi sebagai kabupaten dengan cakupan imunisasi tinggi dan merata.
Piagam apresiasi diberikan oleh Child Survival and Development (CSD) Specialist UNICEF, Dr Armunanto, kepada Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas di acara Hari Jadi Banyuwangi ke-247 yang digelar pada Sabtu (23/12) di Banyuwangi.
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas  (Foto: Shika Arimasen Michi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas (Foto: Shika Arimasen Michi/kumparan)
“Banyuwangi menunjukkan kelengkapan double, ganda. IDL tinggi , dan ketika ORI juga tinggi. Kita ingin men-highlight dearah seperti ini harus diaprasiasi. Karena logistik dan SDM untuk melakukan ORI 3 kali itu tidak mudah,” kata Arie di Banyuwangi, Sabtu (23/12).
ADVERTISEMENT
UNICEF berharap apa yang dilakukan oleh Banyuwangi bisa ditiru oleh daerah lain dalam memerangi difteri ini. Meski butuh perjuangan yang tak mudah, tetapi dengan adanya contoh Banyuwangi, berarti membuktikan target cakupan ORI difteri minimal 95 persen itu bisa dilakukan.
Bukan hanya mencapai target cakupan, tetapi juga merata dalam distribusi pemberian vaksin. Anak-anak yang tidak terpantau di sekolah atau di puskesmas juga berhak mendapatkan vaksin.
“Kalau cuma target cakupan tinggi doang mereka (pemkab) sudah bisa tidur, sudah 97 persen. Cuma UNICEF minta kalau ada satu saja anak di gang, di hutan atau di hulu sungai, itu juga berhak untuk dapat imunisasi. Satu anak pun jangan sampai tertinggal karena prinsipnya suplai sudah ada, vaksin ada, dokter sudah ada,” katanya.
ADVERTISEMENT
Sweeping ke area publik
Dalam melaksanakan program imunisasi baik itu IDL ataupun ORI, Banyuwangi menggunakan metode jemput bola, yakni mendatangi target bukan hanya di kawasan puskesmas, tetapi juga di area-area pelayanan publik, sekolah, rumah-rumah atau pusat perbelajaan.
Seperti yang dilakukan pada Sabtu (23/12). Petugas Dinas Kesehatan Banyuwangi dibantu relawan dari mahasiswa Universitas Airlangga (Unair) dan UNICEF melakukan sweeping ke berbagai tempat publik.
Imunisasi Difteri di Banyuwangi (Foto: Salmah Muslimah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Imunisasi Difteri di Banyuwangi (Foto: Salmah Muslimah/kumparan)
Mereka mendatangi pusat-pusat perbelanjaan serta pasar tradisional. Sebanyak 13 anak pun berhasil terjaring dalam sweeping yang dilakukan di pusat perbelanjaan Roxy maupun sekitar Pasar Sri Tanjung.
“Para relawan begitu membantu kami ketika terjun di masyarakat. Mereka bisa mengedukasi masyarakat agar mau untuk terlibat aktif dalam imunisasi,” ungkap Widji.
ADVERTISEMENT
Di lokasi sweeping, salah satu relawan sekaligus dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Unair, Susy Katikana Sebayang mengatakan langkah yang dilakukan Pemkab Banyuwangi dengan menggandeng relawan dari kampus untuk melakukan sweeping anak-anak yang belum terpapar imunisasi lengkap difteri, merupakan suatu langkah maju.
Para relawan bisa membantu menyisir dan mencari anak-anak yang sebelumnya tidak terdata atau sedang berhalangan ketika giat imunisasi dilakukan, untuk kemudian dilakukan imunisasi di tempat. Bukan hanya anak-anak, target ORI difteri ini juga untuk remaja dengan usia maksimal 19 tahun.
“Dengan mengerahkan mahasiswa, (target) yang masih muda diharapkan mau imunisasi, dan orang tua bisa mendapat informasi. Dan hari ini kita lihat masih ada yang tertarik imuniasi di pusat pembelanjaan,” kata Susy.
ADVERTISEMENT
Selain sweeping, jemput boleh juga dilakukan dengan mendatangi rumah-rumah warga sekitar yang sempat menolak vaksinasi. Untuk masalah ini solusinya dilakukan dengan cara persuasif, bukan hanya oleh petugas kesehatan tetapi juga elemen masyarakat lain, misalnya Babinkamtibmas.
Widji mencontohkan pernah suatu ketika di daerah Sempu ada komunitas yang menolak imunisasi difteri karena ragu pada kehalalan bahan pembuatan vaksin. Pendekatan lalu dilakukan oleh tim dari Babinkamtibmas.
“Dari Babinkamtibmas melakukan edukasi secara persuasif. Akhirnnya kelomok atau person-person yang menolak imunisasi bisa menerima semua,” kata Widji.
Menurut Widji, semua keberhasilan ini tercapai karena usaha bersama yang melibatkan semua elemen masyarakat. Program imunisasi baik itu yang IDL ataupun ORI bisa mencapai target.
"Upaya dalam pencapaian IDL sudah dilakukan maksimal. Para kepala Puskesmas dan pihak lain yang membantu sangat berdedikasi menjalankan program," ucapnya.
ADVERTISEMENT