Cara kumparan Verifikasi Vonis Terhadap Jokowi yang Blokir Internet di Papua

4 Juni 2020 11:41 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi palu hakim dan kitab undang-undang. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi palu hakim dan kitab undang-undang. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Vonis Pengadilan Tata Usaha Negara itu jelas: Presiden dan Menteri Komunikasi dan Informatika dinyatakan melanggar hukum terkait pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat pada pertengahan 2019.
ADVERTISEMENT
Yang tidak jelas adalah bagaimana muncul kesalahpahaman mengenai "Jokowi diperintahkan meminta maaf". Padahal, tidak ada perintah seperti itu di putusan tersebut.
Berikut penjelasannya:
Putusan itu dibacakan hakim PTUN pada Rabu (3/6). Akun SAFEnet di YouTube menyiarkannya secara langsung, dan inilah yang disimak wartawan kumparan—yang work from home.
Sayangnya, suara dalam streaming di detik-detik Ketua Majelis Hakim Nelvy Christin membacakan amar putusan dan mengetok palu tidak terdengar jelas. Sialnya lagi, laman PTUN Jakarta hanya memuat data umum soal gugatan itu. Amar putusan pun belum diunggah.
Yang dilakukan wartawan kumparan kemudian: mengontak langsung para penggugat. Yang merespons adalah Muhammad Isnur, pengacara dari pihak penggugat. Kala itu, Isnur hadir langsung di ruang sidang.
ADVERTISEMENT
Isnur mengatakan permohonan dari pihak penggugat dikabulkan seluruhnya. Dia pun mengirimkan potongan video pembacaan amar vonis. Di sinilah masalahnya.
Tidak sekali pun hakim menyinggung soal permintaan maaf. Ada tiga poin yang menjadi putusan. Pertama, gugatan dikabulkan seluruhnya; kedua, perbuatan pemblokiran merupakan pelanggaran hukum; ketiga, pembebanan biaya perkara.
Di mana poin gugatan agar Presiden dan Menkominfo meminta maaf?
Sebagai catatan, laman PTUN Jakarta memuat "detail perkara" sebagai data gugatan dan poin agar Presiden dan Menkominfo meminta maaf memang tercantum di situ. Perkara tercatat dengan nomor perkara 230/G/TF/2019/PTUN.JKT.
Diduga, banyak orang yang salah paham mengenai konteks permintaan maaf melihat dari situs tersebut. Dalam laman itu, memang termuat soal poin gugatan pada kolom Data Umum. Namun, hal itu merupakan poin gugatan, bukan putusan.
Petitum gugatan pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat terhadap Presiden dan Menkominfo. Foto: Dok. sipp.ptun-jakarta.go.id
Yang dilakukan wartawan kumparan kemudian: mengonfirmasi "poin maaf" itu kepada Isnur. Ternyata, Isnur bilang gugatan tersebut sudah direvisi. "Poin tersebut sudah tidak termasuk dalam petitum gugatan," katanya.
ADVERTISEMENT
Revisi itu tidak di-update di laman PTUN Jakarta.
Dari Isnur, wartawan kumparan mendapatkan poin-poin gugatan yang sudah direvisi. Isinya sama persis dengan yang dibacakan hakim dalam putusannya. Menurut Isnur, ranah PTUN adalah administratif sehingga poin permintaan maaf memang tidak dimungkinkan.
Amar putusan hakim terkait gugatan pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat terhadap Presiden dan Menkominfo Foto: Dok. sipp.ptun-jakarta.go.id
Setelah mendapat data dan konfirmasi tersebut, kami kemudian menuliskan berita untuk menjernihkan perdebatan yang sudah terlanjur ramai yang menyebut Jokowi divonis minta maaf karena telah memblokir internet di Papua dan Papua Barat.
Di berita sebelumnya dipublish pukul 13.56 WIB, kami juga telah menuliskan pokok putusan PTUN dan poin yang menyatakan bahawa pemerintah hanya diminta membayar Rp 457 ribu sebagai biaya perkara.
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona)
ADVERTISEMENT
***
Yuk! bantu donasi atasi dampak corona