Ilustrasi Krisis air bersih, donasi air bersih

Catalyst Changemakers Lab, Upaya Cari Solusi Permasalahan Air di Indonesia

14 Februari 2022 14:18 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Warga antre penyaluran air bersih di Dusun Sidomakmur, Desa Kasihan, Kecamatan Tegalombo, Pacitan, Jawa Timur, Kamis (17/10/2019). Foto: ANTARA FOTO/Siswowidodo
zoom-in-whitePerbesar
Warga antre penyaluran air bersih di Dusun Sidomakmur, Desa Kasihan, Kecamatan Tegalombo, Pacitan, Jawa Timur, Kamis (17/10/2019). Foto: ANTARA FOTO/Siswowidodo
ADVERTISEMENT
Permasalahan air merupakan salah satu isu kompleks yang memiliki kaitan erat dengan berbagai masalah lingkungan seperti misalnya sampah, pencemaran, serta kerentanan dan kesenjangan sosial-ekonomi.
ADVERTISEMENT
Di Indonesia, permasalahan akses air layak dan bencana hidrometeorologi merupakan isu yang belum terpecahkan sepenuhnya hingga saat ini.
Untuk menghadapi tantangan tersebut, Catalyst Changemakers Lab hadir untuk membangun jejaring changemakers, yang memiliki komitmen untuk mengatasi isu air, dengan berfokus pada system thinking, membangun solusi kolaboratif, dan kepemimpinan transformatif.
Catalyst Changemakers Lab adalah sebuah program inovatif bagi para changemakers (agen perubahan) untuk berkolaborasi menghasilkan solusi dalam mengatasi permasalahan air di Indonesia.
Chairperson Yayasan Anak Bangsa Bisa, Monica Oudang, mengatakan program ini diinisiasi langsung Yayasan Anak Bangsa Bisa by GoTo Group (YABB), bersama dengan Social Innovation Acceleration Program (SIAP).
Chairperson Yayasan Anak Bangsa Bisa, Monica Oudang di acara Catalyst Changemakers Lab yang digelar secara virtual. Foto: Dok. Istimewa
Melalui program ini, Monica menuturkan YABB hadir dengan misi untuk mengembangkan changemakers agar bersama-sama bisa mendobrak batasan untuk menciptakan dampak yang mengakar dan berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
"CCL adalah program inovatif yang dirancang untuk mengumpulkan dan mengkolaborasikan changemakers atau para pembuat perubahan dengan para pemangku kepentingan. Sehingga bisa menghasilkan solusi yang sistemik untuk menyelesaikan permasalahan air di Indonesia, khususnya terkait pelestarian air, sampah di perairan, dan ketahanan terhadap bencana hidrometeorologi," ujar Monica dalam agenda Innovation Day yang digelar secara virtual, Senin (14/2).
CCL dibentuk, sebagai komitmen untuk menangani permasalahan sosial ekonomi dan lingkungan yang kompleks melalui kolaborasi khususnya di masa pandemi COVID-19 sekarang ini.
Karenanya Changemakers dalam program ini ditempatkan sebagai jantung dalam menghasilkan teknologi dan inovasi yang dapat dimanfaatkan untuk kebaikan termasuk sebagai solusi dalam menjawab permasalahan air di Indonesia.
"(Kami) menantang changemakers kami untuk kritis atau outside the box demi memecahkan masalah sehingga mampu membawa perubahan yang bermakna dan sistemik di masa depan. Keempat dengan semangat gotong royong selalu berkolaborasi dengan berbagai pihak seperti start up, organisasi nirlaba, bisnis, akademi, dan badan internasional sepanjang program ini," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Diangkatnya permasalahan air oleh CCL, menurut Monica, didasarkan pada pernyataan PBB yang menyebut bahwa penggunaan air dunia kini telah tumbuh secara eksponensial sebanyak 2 kali lipat dari pertumbuhan populasi pada abad terakhir.
Hal ini, menurutnya tentu telah memberikan tekanan besar khususnya bagi ketersediaan air. Sehingga berakibat pada kekurangan air bersih dan aman yang dapat mengancam anak-anak dan keluarga.
Alasan kedua karena posisi air sebagai sektor yang berkaitan langsung dengan sampah, perubahan iklim, ketimpangan sosial ekonomi, dan kerentanan terhadap bencana hidrometeorologi. Sebagai contoh sampah plastik yang mencemari perairan menurutnya dapat mengakibatkan terkontaminasinya sumber air minum yang ada.
Padahal di Indonesia sebagian besar akses air minum masih berasal dari sumber non perpipaan yang meliputi air tanah, air keran umum, hingga sumber air mata lainnya.
ADVERTISEMENT
"Hal tersebut mengakibatkan sebagian masyarakat yang mengkonsumsi air minum yang tidak layak dan penurunan tanah karena ekstraksi air tanah yang berlebihan. Penurunan permukaan tanah tersebut juga diperparah dengan upaya konservasi air baku yang masih perlu ditingkatkan sehingga masyarakat menjadi lebih rentan terhadap bencana hidrometeorologi," beber Monica.
Anak-anak bermain di jirigen penampungan air di Kampung Marlina, Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara, Rabu (12/1). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Keterkaitan fakta tersebut, menurut Monica mendorong pihaknya untuk menyelesaikan permasalahan berkaitan dengan air melalui empat pilar antara lain meningkatkan pasokan higienitas dan kualitas air, meningkatkan efisiensi penggunaan air atau konservasi air, mengurangi pencemaran sampah plastik di perairan, dan membangun masyarakat berketahanan dari bencana hidrometeorologi.
Untuk itu, dari projek yang dimulai pada bulan November 2021, ada sebanyak 33 changemakers yanv terbagi dalam 11 kelompok berdasarkan 3 kota terpilih untuk implementasi proyek percontohannya yaitu Semarang, Makassar, dan Bandar Lampung mulai bergerak.
ADVERTISEMENT
Mereka yang terdiri dari lembaga swadaya masyarakat dan perusahaan rintisan mulai bergerak mencari solusi atas permasalahan air di daerahnya masing-masing.
"Berbagai inovasi yang dikembangkan ini sesuai dengan fakta yang ditetapkan dan sejalan dengan komitmen kami untuk memanfaatkan teknologi dan menempatkan kekuatan di tangan masyarakat agar menjadi masyarakat yang lebih tangguh dalam menghadapi isu-isu lingkungan mengenai air," ungkap Monica.
"Kita mungkin adalah penyebab masalah, namun kita harus bisa menjadi bagian dari solusinya," tutupnya.
Tirta Sutedjo selaku perwakilan dari Direktorat Perkotaan, Permukiman Bappenas di acara Catalyst Changemakers Lab yang digelar secara virtual. Foto: Dok. Istimewa
Senada dengan Monica, Tirta Sutedjo selaku perwakilan dari Direktorat Perkotaan, Permukiman Bappenas turut mengapresiasi diinisiasinya kegiatan ini. Menurutnya kegiatan ini seperti suatu langkah baru untuk menghadirkan solusi khususnya berkaitan dengan permasalahan air bersih di wilayah Indonesia.
"Akses air minum di Indonesia juga tergolong rendah bahkan sangat rendah dibandingkan dengan negara-negara yang lain. bahkan dengan negara-negara di Asia dengan negara tetangga kita. kita lihat secara internasional rata-rata akses air minum perpipaan adalah 70,8% sementara di indonesia baru 20,69%," ujar Tirta.
ADVERTISEMENT
Guna mengejar ketertinggalan tersebut, menurut Tirta pemerintah Indonesia pada tahun 2020 sampai 2024 mentargetkan dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) bahwa nanti di 2024 seluruh masyarakat sudah memiliki akses terhadap air minum layak di antaranya termasuk 15% akses air minum aman dan juga 30% akses air minum perpipaan. Saat ini akses air minum perpipaannya baru mencapai 20%.
Tak hanya melalui kerja-kerja pemerintah, Tirta berharap melalui kerja CCL dapat menghadirkan solusi terkait permasalahan air yang ditemui di sejumlah wilayah Indonesia.
"Kami harapkan juga bisa memberikan kontribusi terkait dengan teknologi teknologi khususnya untuk menjaga ketersediaan serta kualitas air minum menjadi aman untuk masyarakat," kata Tirta.
Diketahui, Catalyst Changemakers Lab secara resmi dimulai pada 2021 dan telah menerima 33 startup dan organisasi masyarakat sipil (LSM) sebagai changemakers angkatan pertama. Para pembuat perubahan ini kemudian bergabung menjadi sebelas kelompok changemakers berdasarkan lokasi proyek percontohan dan isu-isu spesifik.
ADVERTISEMENT
Untuk mengakselerasi kapasitas individu dan organisasi changemakers dalam menghadapi masalah terkait air, Catalyst Changemakers Lab menyediakan
serangkaian sesi yang dikuratori, dimoderatori dan dipimpin oleh tim ahli, dan pengembangan jaringan fellowship.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten