Catatan SBY di Awal Tahun 2021: Vaksinasi Harus Ditepati; Sesalkan Polarisasi

9 Januari 2021 8:29 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Indonesia ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono saat groundbreaking Museum dan Galeri Seni SBY-ANI di Pacitan.  Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Indonesia ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono saat groundbreaking Museum dan Galeri Seni SBY-ANI di Pacitan. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), memiliki catatan untuk pemerintahan Joko Widodo di awal tahun 2021. SBY mengingatkan Jokowi untuk menepati janji, khususnya terkait penanganan pandemi COVID-19.
ADVERTISEMENT
Salah satunya soal rencana vaksinasi. Menurut SBY, jika program vaksinasi tidak berjalan dengan baik, dikhawatirkan akan terjadi kekacauan.
"Poin saya adalah apa yang telah dijanjikan oleh pemerintah kepada rakyat harus benar-benar ditepati. Kalau tidak, misalnya karena salah perencanaan dan salah hitung, bisa menimbulkan chaos tersendiri," kata SBY dalam keterangannya, Jumat (8/1).
Presiden Indonesia ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono memberikan sambutan saat groundbreaking Museum dan Galeri Seni SBY-ANI di Pacitan. Foto: Dok. Istimewa
"Hal begitu juga akan membuat masyarakat kehilangan kepercayaan kepada pemerintahnya (misstrust). Kalau ini terjadi, dampaknya buruk. Masyarakat bisa panik, marah dan kehilangan harapan. Keseluruhan upaya mengatasi pandemi di negeri ini juga bisa gagal," tambahnya.
SBY menyadari, pemerintah sebenarnya mampu merealisasikan target vaksinasi kepada 181,5 juta masyarakat. Asalkan, program ini dikerjakan dengan sungguh-sungguh.
"Saya berpandangan bahwa sebenarnya pemerintah mampu (capable) untuk mengelola vaksinasi ini dengan baik. Syaratnya, lakukan manajemen krisis yang efektif serta bekerja siang dan malam. Bukan business as usual," ungkap eks Ketua Umum Partai Demokrat itu.
Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyampaikan pidato kontemplasi di Pendopo Puri Cikeas, Bogor, Senin (9/9). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Singgung tantangan vaksinasi
ADVERTISEMENT
Bicara soal vaksinasi di berbagai daerah, SBY mengaku sudah memahami tantangan yang akan dihadapi pemerintah. Seperti faktor geografis dan demografi.
"Saya mengetahui tantangan dan kompleksitas vaksinasi untuk rakyat Indonesia. Misalnya, faktor geografi, mengingat Indonesia adalah negara kepulauan. Juga dari segi demografi, mengingat penduduk Indonesia tersebar di berbagai pelosok Tanah Air dan sebagian daripadanya sulit dijangkau," jelas SBY.
SBY pun menyinggung anggaran vaksinasi COVID-19 secara gratis. Menurutnya, penyediaan vaksin yang membutuhkan anggaran besar jangan sampai menambah utang dalam negeri.
"Ingat, keuangan negara dan ruang fiskal kita sungguh terbatas. Tentu negara tak bisa terus-menerus berutang, karena utang yang kian menggunung akan menambah beban ekonomi yang kini bebannya sudah sangat berat, " kata SBY.
Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tiba di Pendopo Puri Cikeas, Bogor, Senin (9/9). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Ia berpesan agar vaksin corona yang diberikan kepada masyarakat harus terjamin khasiat dan keamanannya. Sehingga, bisa secara efektif menekan penyebaran COVID-19 di Indonesia.
ADVERTISEMENT
"Saya yakin rakyat Indonesia, termasuk saya, sangat berharap pemerintah dapat melakukan vaksinasi nasional ini dengan baik. Harus sukses dan tak boleh gagal, karena itulah jalan bagi pengakhiran pandemi di negeri ini," pungkasnya.
Jangan Berpikir Vaksin Sudah Ada Pandemi Hilang dan Ekonomi Meroket
SBY mengakui beragamnya sikap masyarakat dalam menghadapi 2021. Ada yang optimistis, tak sedikit pula yang pesimistis. Ada yang pasrah, ada yang masa bodoh.
"Saya sendiri memilih untuk bersikap lebih optimistis (cautious optimism) dan yakin bahwa negeri kita masih punya jalan untuk sukses. Artinya, peluang bagi meredanya badai corona dan pulihnya ekonomi kita memang ada," kata SBY.
"Sungguh pun demikian, semua itu tak datang dari langit. Jangan pula bersikap 'take for granted', seolah peluang baik itu akan datang dengan sendirinya," jelas Presiden keenam RI ini.
ADVERTISEMENT
Contohnya dalam konteks pandemi corona. Jangan sampai masyarakat berpikir, karena vaksin COVID-19 sudah tiba di tanah air, maka pandemi otomatis berakhir.
SBY menyambangi Jokowi di Istana Merdeka Foto: Yudhistira Amran/kumparan
"Jangan lantaran vaksin sudah datang pasti pandemi akan segera hilang. Setelah itu ekonomi kita akan pulih kembali dan bahkan tumbuh meroket. Jangan bersikap dan berpikir begitu. Tuhan tidak suka," ungkap SBY.
"Vaksinasi terhadap rakyat Indonesia yang jumlahnya 200 juta lebih tentu memerlukan waktu. Oleh karena itu jangan sampai upaya mengatasi COVID saat ini menjadi kendor, termasuk dalam menjalankan berbagai pembatasan yang diperlukan," ujarnya.
SBY Sesalkan Polarisasi karena Identitas hingga Politik
SBY turut menyinggung kehidupan demokrasi yang tidak sehat. Menurutnya, polarisasi antar kubu politik yang berimbas pada masyarakat sangat tajam, khususnya saat memilih kandidat dan calon pemimpin di pusat dan daerah.
ADVERTISEMENT
"Akan sangat dipengaruhi dan bahkan ditentukan apakah mereka memiliki identitas, paham ideologi dan politik yang sama. Pertimbangan utama dalam memilih pemimpin seperti faktor integritas, kapasitas dan kesiapan untuk memimpin dianggap tak lagi penting," kata SBY.
"Kalau hal begini menjadi kenyataan di Indonesia, dan dari tahun ke tahun makin ekstrem, bisa dibayangkan masa depan negeri ini," lanjutnya.
Ingatkan soal Pilgub 2017
SBY pun menilik ke belakang apa yang terjadi di Indonesia dalam 3-4 tahun terakhir. Ia menyebut, polarisasi yang tajam di tengah masyarakat karena faktor identitas, politik dan ideologi, bermula dari dinamika politik pada Pilgub 2017.
"Sepertinya dalam kehidupan masyarakat kita terbangun jarak dan pemisah yang semestinya tak terjadi. Terbangun polarisasi yang tajam di antara kita, baik karena faktor identitas, politik maupun ideologi. Sepertinya masyarakat kita harus dibelah dua ~ kita dan mereka. Bahkan, 'kita lawan mereka'," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Karena polarisasi itu, banyak pihak yang menganggap dirinya berbeda dengan yang lain karena perbedaan agama, partai politik hingga ideologi. Hal ini juga berdampak pada kehidupan bermasyarakat, mulai dari lingkaran persahabatan hingga keluarga.
Jokowi bertemu Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) Foto: Antara/Rosa Panggabean
"Sebagian dari kita menganggap mereka yang tidak sama identitasnya (agama misalnya), partai politiknya dan juga garis ideologinya adalah lawan. Untuk bicara pun merasa tidak nyaman. Garis permusuhan ini bahkan menembus lingkaran persahabatan yang sudah terbangun lama, bahkan lingkaran-lingkaran keluarga," ungkapnya.
"Saya sungguh prihatin jika lingkaran tentara dan polisi yang harusnya menjadi contoh dalam persatuan dan persaudaraan kita sebagai bangsa juga tak bebas dari hawa permusuhan ini," lanjutnya lagi.
Redam polarisasi sosial-politik ekstrem
Mantan Ketua Umum Partai Demokrat itu menilai jika polarisasi sosial dan politik ekstrem, maka kontestasi Pemilu dan Pilkada bisa sangat keras dan tidak damai. Ia meminta konflik baik vertikal maupun horizontal harus dicegah dan dihindari.
ADVERTISEMENT
"Karenanya, mumpung belum terlalu jauh divisi dan polarisasi sosial serta politik di negeri kita, para pemimpin dan semua elemen bangsa harus sadar bahwa sesuatu harus dilaksanakan. Something must be done. Pembiaran dan inaction adalah dosa dan kesalahan besar," tegasnya.
Joko Widodo dan Susilo Bambang Yudhoyono Foto: Getty Images
Di satu sisi, SBY tidak ingin ada pihak-pihak yang menginginkan dan memelihara polarisasi sosial-politik yang tajam untuk kepentingan pribadi dan politik.
"Kalau ada pihak-pihak yang berpikiran dan bertindak seperti itu, menurut saya mereka bukan hanya tidak bertanggung jawab tetapi juga tidak bermoral. Sejarah menunjukkan bahwa bangsa yang sudah benar-benar terbelah dan terpolarisasi secara tajam, sangat tidak mudah untuk menyatukannya kembali," pungkasnya.