Cegah Pasal Karet, Jenis Ancaman Ekstremisme Harus Dirinci di Perpres 7/2021

20 Januari 2021 13:58 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anggota Komisi I F-Golkar Bobby Adhityo Rizaldi. Foto: Dok. Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Anggota Komisi I F-Golkar Bobby Adhityo Rizaldi. Foto: Dok. Pribadi
ADVERTISEMENT
Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah Pada Terorisme Tahun 2020-2024.
ADVERTISEMENT
Salah satu yang menarik dalam perpres tersebut adalah polisi yang bisa melatih warga untuk mencegah ekstremisme dan terorisme.
Meski mendukung Perpres ini, anggota Komisi I DPR Bobby Adhityo Rizaldi memberikan sejumlah catatan. Bobby menilai, harus ada kejelasan terkait jenis kegiatan pelatihan atau ancaman yang dinilai masuk dalam ranah pelanggaran hukum terkait ekstremisme atau terorisme.
"Pemerintah harus merinci secara jelas jenis-jenis ancaman dan juga bentuk/format kegiatan yang masuk dalam ranah pelanggaran hukum dan dikenakan sanksi pidana," kata Bobby, Rabu (20/1).
"Agar masyarakat jelas melihat rambu-rambunya tanpa ada kekhawatiran penggunaan pasal karet yang berpotensi melanggar hak asasi masyarakat," tambahnya.
Ilustrasi Teroris Foto: Shutter Stock
Bobby berharap Perpres ini bisa menjadi landasan untuk menangkal atau mencegah sejumlah tindakan yang bisa merugikan masyarakat. Mulai dari konflik sosial hingga tindakan pembangkangan pada pemerintah.
ADVERTISEMENT
"Perpres ini diharapkan bisa menangkal upaya-upaya pihak yang menginginkan adanya konflik sosial antar masyarakat, pembangkangan terhadap pemerintah," ujarnya.
"Juga hal-hal lain yang menyebabkan ketakutan secara masif yang berdampak negatif terhadap keamanan nasional," tambahnya.
Politikus Golkar ini menilai, ancaman terorisme saat ini kian berkembang. Sehingga, perlu ada regulasi yang mampu mencegah hal itu terjadi.
"Kita mendukung Perpres ini sebagai respons atas ancaman terorisme yang kian berkembang formatnya, bukan hanya aksi teror berupa kekerasan kasat mata," ujarnya.
"Tapi sudah dimulai dari rangkaian penghasutan, berita bohong, framing, mobilisasi massa yang bertujuan untuk menciptakan aksi ekstremis mengarah pada destabilisasi kondisi sosial masyarakat," pungkasnya.