Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
“Masih belum tahu (penyebabnya) karena tanggal 19 Juli saya swab negatif, tapi tanggal 21 Juli mulai bergejala,” ujarnya kepada kumparan, Kamis (30/7).
Semenjak pandemi COVID-19, pria berusia 25 tahun itu bertugas sebagai dokter jaga di IGD dan isolasi untuk pasien corona dengan sistem rotasi.
Ia menambahkan, selama bertugas di rumah sakit, ia selalu memakai Alat Pelindung Diri (APD). Ia juga tak bertemu dengan orang lain kecuali ketika berada di rumah sakit dan pulang pergi ke tempat kerjanya. Ia mengaku tak ada penyakit bawaan apa-apa.
“Gua mulai gejala itu batuk aja tanggal 21 Juli malam. Tanggal 22 malam gue demam enggak turun-turun padahal tiap empat jam minum paracetamol 1 gram. Akhirnya gue cek darah dan swab tenggorokan untuk COVID-19,” tulis dokter itu di Twitter, Rabu (29/7).
ADVERTISEMENT
Dari hasil pemeriksaan, ia mengatakan, kadar trombositnya turun hanya saja masih dalam batas normal. Ia kemudian diberikan vitamin dosis tinggi dan antibiotik untuk pertolongan awal kemungkinan COVID-19 selama lima hari.
“Tanggal 23 Juli gua udah seger pas bangun. Tapi demam lagi dan suhunya 38 derajat celsius. 25 Juli malam gua mulai anosmia. Enggak bisa mencium bau-bauan. Gua stres karena kesel enggak bisa nyium bau apa-apa,” lanjutnya.
Atas kondisi itu, ia kemudian kembali melakukan pengecekan darah. Hasilnya normal disertai dengan anosmia yang merupakan salah satu gejala COVID-19. Hingga 28 Juli, ia masih merasakan demam hingga 37,8 derajat Celsius setiap pukul 14.00 WIB. Karena itu, ia minta untuk tes swab dan dirawat di rumah sakit ia bekerja.
ADVERTISEMENT
"Oh iya, gua sebenernya juga abis dapet cek swab tanggal 19 Juli dan negatif, eh tanggal 23 Juli gua positif. Jadi kalau lu negatif bukan berarti lu bebas COVID-19, still stay vigillant (tetap harus waspada)," pungkasnya.