Cerita Eks Pimpinan KPK saat Setujui OTT Terhadap Keluarganya Sendiri

24 April 2020 21:14 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Laode M. Syarif saat menggelar konferensi pers terkait penetapan tersangka di Gedung KPK, Jakarta, Senin (16/12). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Laode M. Syarif saat menggelar konferensi pers terkait penetapan tersangka di Gedung KPK, Jakarta, Senin (16/12). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
ADVERTISEMENT
Laode M Syarif bercerita saat dirinya dihadapkan dan diuji dengan konflik kepentingan saat dirinya menjabat Wakil Ketua KPK. Saat itu, diharuskan mengambil sikap terkait penindakan yang melibatkan keluarganya sendiri.
ADVERTISEMENT
"Saya ingin ceritakan satu kasus yang betul-betul saya merasa itu paling susah waktu itu," kata Syarif dalam diskusi online bertema 'Konflik Kepentingan dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi', Jumat (24/4).
Ia bercerita, saat itu, dia dihadapkan dengan surat perintah Operasi Tangkap Tangan (OTT). Pihak yang jadi sasaran operasi ialah seorang kepala daerah yang masih keluarganya sendiri.
"Kisah nyata dan ini salah satu yang paling, apa ya, tapi ini saya pernah dites dengan konflik kepentingan di KPK. Akan ada operasi tangkap tangan seorang bupati, dan saya harus tanda tangan dan saya tahu bupati itu keluarga saya," kata Syarif.
"Ya sudah akhirnya dia ditangkap lah," sambungnya.
Wakil Ketua KPK. Laode M. Syarif saat menghadiri diskusi Implementasi Komitmen Global Indonesia di Level Nasional di Gedung C1 KPK, Jakarta, Selasa (10/12). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Akhirnya Syarif menandatangani surat itu, dan bupati tersebut ditangkap. Namun, ia tidak merinci siapa.
ADVERTISEMENT
"But, can you imagine, keluarga kamu yang anak saya suka makan setelah pulang sekolah di rumah adiknya bupati ini di Jakarta sini, seperti itu. Tetapi saya diam saja, ya enggak apa-apa saya tutup mata dia seperti itu. Sebenarnya banyak detailnya, tapi saya pikir itu saja," kata dia.
Bahkan selepas penangkapan itu, Syarif kerap mendapatkan respons dari keluarganya atas penangkapan bupati itu.
"Saat pulang lebaran, ibu saya nanya. ‘kasian ya adik kamu itu ditangkap ya’. Iya, Mah. Saya bilang, saya sudah bilang dulu karena saya sudah di KPK dia harus hati-hati jadi bupati," kata Laode.
"Ketika perayaan tamat SD anaknya ponakan dia dengan anak saya karena satu kelas, terus saya ditanyain lagi. ‘abang lebaran pulang enggak?’ iya nanti saya pulang. ‘abang ke rumah ya’ lo kebayang enggak sih saya penjarain adiknya tapi dia masih ajak saya pergi ke rumahnya untuk silaturahim," sambung dia.
ADVERTISEMENT
Berkaca dari peristiwa tersebut, ia pun berpesan memberantas konflik kepentingan memang sangatlah berat tapi harus dilakukan. Ia pun mengatakan, konflik kepentingan sudah seharusnya dicegah sedari awal.
Saat masih di KPK pun hal tersebut diterapkan oleh Syarif. Tidak boleh ada pegawai KPK yang memiliki hubungan untuk menghindari konflik kepentingan.
"Di KPK tidak boleh ada adik, kakak, suami, istri. Itu dilarang karena itu mengakibatkan terjadi benturan kepentingan, sehingga pada waktu di KPK diprotes oleh pegawai yang muda. Mereka baik, tapi mereka saling jatuh cinta di kantor," ujarnya.
"Kita harus bilang ke mereka, salah satu mengundurkan diri. Sampai sekarang kalau belum diubah, masih berlaku. Ini untuk mencegah terjadinya conflict of interest," pungkasnya.
***
ADVERTISEMENT
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona)
***
Yuk! bantu donasi atasi dampak corona.