Cerita Mahfud MD soal SBY Di-bully karena Ajukan RUU Pilkada Tak Langsung

5 September 2020 14:23 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menkopolhukam, Mahfud MD, menyampaikan keterangan pers di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta Pusat, Rabu (11/3). Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menkopolhukam, Mahfud MD, menyampaikan keterangan pers di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta Pusat, Rabu (11/3). Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
ADVERTISEMENT
Menkopolhukam Mahfud MD mengaku sempat tidak sepakat dengan pilkada secara langsung. Sebab menurut dia, lebih banyak kerugiannya.
ADVERTISEMENT
Mahfud pun bercerita bahwa pemerintah sempat mengajukan revisi UU Pilkada untuk mengubahnya ke pemilihan tak langsung. Pemilihannya dilakukan melalui DPRD.
Usulan itu sempat muncul pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Itu menjadi sikap pemerintah dan partai-partai pada waktu itu, sehingga presiden SBY mengajukan RUU Pilkada kembali ke DPRD," kata Mahfud dalam Webinar Pilkada Konsolidasi Demokrasi Lokal, Sabtu (5/9).
Pilkada tak langsung sendiri, urung terlaksana lantaran mendapat penolakan berbagai pihak. Padahal, usulan tersebut sempat didukung NU dan Muhammadiyah.
"Macam-macam bahkan pada waktu itu NU di dalam pertemuan resminya, Muhammadiyah di dalam pertemuan resminya mengatakan bahwa pilkada langsung mengatakan mudaratnya lebih besar sehingga waktu itu pak SBY dukungan 2 ormas besar itu mengajukan rancangan UU itu," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Namun, karena hasil pilpres 2014 berdampak pada polarisasi masyarakat antara kelompok pendukung Prabowo dan Jokowi maka hal itu mendapatkan penolakan.
"Nah, itu sebabnya yang tadinya mendukung pemilihan tak langsung ini ke DPR lalu berbalik harus langsung. Sementara di DPR sudah berproses begitu diundangkan Pak SBY di-bully agar tak tanda tangan itu," ujarnya.
Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyampaikan pidato kontemplasi di Pendopo Puri Cikeas, Bogor, Senin (9/9). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
"Bahkan kalangan LSM, gerakan-gerakan, SBY yang sudah meninggalkan kesan baik dalam pemerintahan akan merusak legacy-nya bagi pembangunan demokrasi kalau mau menyetujui pemilihan tak langsung itu," lanjutnya.
Meski RUU Pilkada itu sudah disahkan dan diundangkan, penolakan tetap datang. SBY pun langsung menerbitkan perppu yang mencabut ketentuan tersebut.
"Dibully habis-habisan maka UU bahwa pemilihan kembali menggunakan DPR itu diundangkan pak SBY tanggal 20 September 2014 tapi dua hari kemudian dicabut dengan perppu dan pilkada menjadi langsung kembali seperti sekarang, perppu kemudian menjadi UU pada tahun 2015," lanjutnya.
Susilo Bambang Yudhoyono mengikuti Upacara HUT ke-75 RI di Cikeas, Bogor, Jawa Barat. Foto: Dok. Istimewa
Dengan demikian, maka sistem pemilihan yang dijalankan pemerintahan sekarang tetap bersifat langsung sesuai dengan ketentuan hukum.
ADVERTISEMENT
"Ketika kita atau orang rame-rame meminta pak SBY tidak menandatangani itu NU dan Muhammadiyah tidak menyatakan pendapat lagi karena pada waktu itu ada kekhawatiran perpecahan politik," pungkasnya.
***
Saksikan video menarik di bawah ini: