Cerita Megawati: Dimarahi George Bush hingga Dunia Mabuk Proxy War

8 November 2022 7:52 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Megawati memberikan keterangan secara virtual di Gedung ANRI. Foto: PDIP
zoom-in-whitePerbesar
Megawati memberikan keterangan secara virtual di Gedung ANRI. Foto: PDIP
ADVERTISEMENT
Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri menyampaikan pesan secara virtual dalam acara opening ceremony acara 'Bandung-Belgrade-Havana in Global History and Perspective' di ANRI, Jalan Ampera, Jakarta Selatan, Senin (7/11).
ADVERTISEMENT
Ia bercerita tentang dialognya dengan eks Presiden AS George Bush Jr terkait rencana AS menyerang Irak saat dipimpin Saddam Hussein.
Awalnya, Megawati mengatakan gerak mewujudkan Tata Dunia Baru yang bebas dari segala bentuk penjajahan, tidak pernah mengenal kata akhir. Megawati lantas menceritakan, Bush mengungkapkan kepadanya bahwa AS akan menyerang Irak dengan cara kilat.
Megawati menjawab AS seharusnya mendapatkan izin dari PBB. Ia lalu mempertanyakan maksud serangan kilat oleh AS ke Irak.
“'Yang namanya kilat itu apa, ya, kalau dari strategi militer?'. Itu yang saya tanya. ‘Satu jam kah, satu hari kah, seminggu kah, sebulan kah?’. Jadi kata Presiden George Bush pada saya, katanya begini, ‘Kamu itu, kok, pintar, ya, Mega’," kisah Megawati.
ADVERTISEMENT
"Saya diam saja, terus saya tanya, 'Kok, kamu bilang begitu?'. Saya, kan, mesti tahu, dong. Ini juga karena saya harus juga berbicara mengenai Pancasila dan juga dengan Dasa Sila Bandung-nya," imbuhnya.
Megawati menuturkan sebagai presiden Indonesia saat itu, ia tak setuju dengan penyerangan terhadap sebuah negara.
"Karena saya berkewajiban sebagai Presiden Republik Indonesia, karena saya tidak setuju bahwa sebuah negara akan melakukan sebuah penyerangan. Itu kayaknya idenya seperti zaman Jerman mengatakan Blitzkrieg, perang cepat. Saya pikirnya begitu," tutur Ketum PDIP ini.
Ia pun menyebut Bush sempat agak marah kepadanya pada saat itu. Sebab, Bush mengira Megawati membela Husein.
Megawati pun menegaskan bukan membela Husein, tetapi rakyat Irak yang akan menderita karena serangan itu.
Perdana Menteri Soviet Nikita Khrushchev mengucapkan selamat tinggal kepada Presiden Sukarno setelah ia berkunjung ke markas Khrushchev di gedung delegasi Uni Soviet di 680 Park Avenue di New York, 6 Oktober 1960. Foto: Harvey Lippman/AP Photo

Risau Megawati Tak Ada Pemimpin Dunia Sekaliber Sukarno dan Khrushchev

ADVERTISEMENT
Megawati Soekarnoputri khawatir saat ini mulai terjadi degradasi kepemimpinan kepala negara di dunia, termasuk Indonesia. Ia menyoroti, sikap kepemimpinan kepala negara-negara di dunia tak memiliki perjuangan sebesar dulu.
Hal ini diungkap Megawati saat mengenang pertemuan tingkat tinggi yang dihadirinya bersama Sukarno di luar negeri.
"Ketika Presiden Khrushchev pidato, saking mungkin bersemangatnya sampai dianya copot sepatu. Terus sepatu itu dia pukulkan seperti palu. Seingat saya enggak ada palu, jadi mungkin dia pikir mesti mencari palu, ya sudah sepatu saja," kata Megawati.
"Yang saya khawatirkan sekarang, apakah kita atau negara lain punya para pemimpin yang menurut saya mereka adalah pejuang-pejuang besar? Berkaliber besar karena dari sisi internasional memang mereka sangat-sangat mumpuni. Tetapi low profile sekali," imbuh dia.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, menurutnya hubungan pemimpin antar negara seharusnya terjadi lebih privat dan akrab. Tetapi dinilainya ini tak terjadi di masa sekarang.
"Ini sebuah hal yang sebenarnya harus kita pelajari, bahwa hubungan pemimpin itu seharusnya juga sampai pada sebuah lobi yang bisa dikatakan sangat pribadi. Dan saya perhatikan pada saat sekarang ini, saya sering diundang ke konferensi di luar dan sebagainya. Saya merasa kehilangan," ujar dia.
"Kenapa? Kehangatan itu tidak saya rasakan di dalam saya mengikuti banyak konferensi-konferensi di luar," imbuh dia.
Megawati memberikan keterangan secara virtual di Gedung ANRI. Foto: PDIP
Megawati berharap ada sosok sekaliber pemimpin level dunia zaman dulu, termasuk seperti Sukarno. Ia mengingatkan sosok ayahnya itu dulu sangat dihormati dan disambut hangat oleh pemimpin dunia lainnya.
"Satu tahun sebelum Gerakan Non Blok, Ir. Sukarno, tentu yang lebih populer di kalangan rakyat Indonesia dan dunia adalah disebut Bung Karno, menyampaikan pidato di PBB yang dikenal dengan sebutan “To Build The World A New". Bapak saya itu ditepuki yang namanya standing ovation. Standing ovation kalau di kalangan yang saya tahu politisi internasional itu sebuah penghargaan yang luar biasa, karena bertepuknya itu dengan berdiri," papar dia.
Sejumlah anggota Pramuka mengibarkan bendera peserta Konferensi Asia Afrika di Museum Konferensi Asia Afrika (KAA), Bandung, Jawa Barat, Senin (18/4/2022). Foto: Raisan Al Farisi/ANTARA FOTO

Megawati Khawatir Dunia Mulai 'Mabuk' Perang: Proxy War hingga Perang Dagang

ADVERTISEMENT
Megawati Soekarnoputri menyampaikan kekhawatirannya terkait situasi global saat ini, termasuk peperangan yang terjadi di era modern dengan teknologi yang terus berkembang.
Menurut Mega, Konferensi Asia Afrika (KAA) dengan Dasa Sila Bandung atau pokok-pokok Piagam Bandung sebagai hasil KAA di bidang politik sudah berupaya mendorong prinsip non intervensi atas kedaulatan bangsa lain, salah satunya lewat Gerakan Non-Blok.
Namun dengan yang terjadi saat ini, justru teknologi digunakan sebagai ancaman dengan masifnya persenjataan.
"Bayangkan kalau dunia ini mabuk, lalu belum lagi persenjataan-persenjataan massal yang sekarang tentu harus kita halangi, untuk tidak dipakai, karena itu betul-betul melanggar," tuturnya.
Ia pun menyebutkan bagaimana dulu rakyat Jepang pernah menjadi korban percobaan Hiroshima-Nagasaki dan menerima dampak penderitaan akibat radiasi.
ADVERTISEMENT
“Seperti kita tahu Hiroshima-Nagasaki itu percobaan, tapi telak ya dan sampai hari ini dampaknya masih sangat terlihat,” tuturnya.
Hal itu juga membuat Megawati beranggapan bahwa PBB saat itu sudah tidak relevan dalam mencegah konflik. Sehingga, menurutnya Gerakan Non-Blok 1961 yang juga dipelopori oleh Presiden ke-1 Soekarno berperan penting dalam mencegah peningkatan eskalasi Perang Dingin. Namun tetap saja, imbuhnya, sejumlah peperangan kian masif terjadi.
Presiden Joko Widodo melantik Gubernur Lemhannas Andi Widjajanto dan Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo di Istana Negara, Jakarta Pusat, Senin (21/2/2022). Foto: Rusman/Biro Pers Sekretariat Presiden

Mega Puji Jokowi Kembalikan Fungsi Lemhannas: Tempat Kumpulkan Calon Pemimpin

Megawati Soekarnoputri mengisahkan awal mula ayahnya, Bung Karno, mendirikan Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas). Megawati menuturkan Lemhannas didirikan untuk mengetahui geopolitik yang terjadi di belahan dunia.
"Saya tanya, 'untuk apa Bapak, Lemhannas itu?"," tanya Megawati kepada Bung Karno saat itu.
Megawati menuturkan ternyata Lemhannas dibentuk Bung Karno untuk mengumpulkan calon pemimpin bangsa dari semua daerah untuk saling bertemu.
ADVERTISEMENT
"Itu untuk mengumpulkan calon pemimpin bangsa dari semua daerah untuk saling bertemu. Untuk orang Aceh ketemu orang Papua, dan lain sebagainya. Dan untuk mengerti bagaimana persatuan dunia itu, maka harus diajarkan yang namanya geopolitik, sehingga mereka siap lahir batin," kata Megawati.
Selain itu, Megawati juga menyampaikan dibentuknya Lemhannas agar terbangun persaudaraan anak bangsa se-Indonesia. Dan juga dapat mengantisipasi kalau terjadi dinamika selain internal, maupun eksternal yang terjadi di belahan dunia.
Ketum PDIP ini pun mengaku bangga Presiden Jokowi memberikan instruksi agar Lemhannas kembali bergerak sesuai tujuan awalnya.
"Jadi, alhamdulillah Pak Jokowi sudah menginstruksikan untuk supaya sesuai kembali seperti apa yang dikehendaki oleh Bung Karno, Lemhannas itu," ungkap Megawati.
Presiden ke-1 RI Soekarno. Foto: AFP

Megawati Cerita Siasat Bung Karno Agar China dan Aljazair Gabung KAA 1955

Megawati Soekarnoputri menceritakan upaya Presiden ke-1 RI Sukarno mengajak beberapa negara yang terancam pada masa Perang Dingin untuk bergabung di dalam Konferensi Asia-Afrika 1955. Negara-negara tersebut ialah Tiongkok dan Aljazair.
ADVERTISEMENT
Siasat Sukarno dikagumi oleh Megawati, sebab dinilai dapat menekan eskalasi peperangan yang berpotensi terjadi kala itu.
Konferensi Asia-Afrika lahir setelah Perang Dunia II usai di mana banyak negara-negara di Asia memperoleh kemerdekaan namun masih merasa terancam karena adanya Perang Dingin.
"Yang paling saya kagumi adalah caranya Bung Karno mengajak yang namanya sekarang menjadi Republik Rakyat Tiongkok untuk ikut dalam Konferensi Asia-Afrika. Ketika itu beliau berhubungan dengan Ketua Mao Zeong,” ungkap Megawati.
Sukarno, ungkap Megawati, berhasil meyakinkan Mao Zedong, tokoh revolusi Tiongkok, dengan melontarkan pernyataan yang mendorong negara tirai bambu tersebut ikut dalam konferensi internasional dan menunjukkan eksistensinya kepada dunia.
“Beliau bilangnya begini, ‘Kalian itu jangan mengurung diri saja di dalam yang disebut tirai bambu. Sudah saatnya kalian pun harus ikut sebagai salah satu bangsa yang mempunyai penduduk terbesar di dunia’,” ujar Megawati.
Presiden ke-1 RI Soekarno. Foto: AFP
Pernyataan Sukarno tersebut didukung oleh Perdana Menteri (PM) Zhou Enlai yang merupakan PM pertama di Tiongkok. Pada akhirnya, Tiongkok bergabung dalam KTT dan menjadi bangsa besar seperti saat ini, menurut Megawati.
ADVERTISEMENT
Selain China, Sukarno juga dinilai memiliki andil besar dalam membantu mendorong kedaulatan Aljazair lewat keikutsertaan dalam KTT.
Megawati mengisahkan, Aljazair sempat protes telah menempuh perjalanan jauh namun hanya dihadirkan sebagai peninjau.
Sukarno kemudian menggambar bendera Aljazair dalam kertas delegasi dan menjadikan Aljazair sebagai negara yang sah untuk mengikuti KTT tersebut.
“Bung Karno di sebuah meja yang kosong, duduk, memanggil delegasi tersebut. Lalu gampang saja, beliau minta kertas di tempat kosong itu kan biasanya ada nama, lalu untuk bendera. Jadi Bung Karno hanya nanya gini, ‘Kalian kalau nanti merdeka, bendera kalian seperti apa?’ ” ujar Megawati.
“Jadi orang itu yang ditanya ngomong, Bung Karno kan arsitek, jadi pintar gambar. Jadi dia cepat, ngikuti. Nah, langsung ditanya, "Apakah ini benderamu?" "Yes" kata mungkin itu ketua delegasi. Oke, ditaruh di tempat bendera. Panitia dipanggil, “dia sah sebagai pengikut, bukan peninjau.” Wah kan senang banget,” tandas Mega.
ADVERTISEMENT