COVID Section 1- tes darah positif corona

Cerita Pasien COVID-19: Koma 5 Hari, Sempat Talangi Biaya Obat Rp 27 Juta

28 September 2020 16:47 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
com-Ilustrasi tes darah yang positif corona. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
com-Ilustrasi tes darah yang positif corona. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Biaya perawatan bagi pasien COVID-19 sudah semestinya ditanggung oleh pemerintah. Namun, masih ada beberapa pasien COVID-19 yang menanggung biaya pengobatan sendiri di rumah sakit.
ADVERTISEMENT
Seorang mantan pasien COVID-19, Rafli Fauzan (22), membagikan kisahnya kepada kumparan pada Minggu (27/9) kemarin. Ia mulai merasa dirinya tidak enak badan sejak akhir bulan Juli 2020 dan awalnya mengira bahwa ia hanya sakit demam biasa selama seminggu.
“Awalnya saya kira saya hanya sakit biasa. Sempat sembuh juga, tapi sakit saya muncul lagi, dan saya di kosan hampir seminggu. Kamar saya ada di lantai 3 dan untuk membeli makan sampai kembali ke kamar saya mulai merasa lelah yang tidak biasanya,” ujar Rafli.
Rafli akhirnya dilarikan ke IGD sebuah rumah sakit karena tidak kunjung sembuh pada 27 Juli 2020. Saat itu ia belum dinyatakan positif corona dan masuk ruang perawatan biasa.
ADVERTISEMENT
“Senin malam saya masuk ke IGD rumah sakit, di situ saya belum dinyatakan positif COVID dan masuk ke ruang perawatan biasa,” ucapnya.
Setelah tujuh hari, ia akhirnya dipindahkan ke ruang isolasi karena dinyatakan positif corona.
“Hari keempat sampai hari ketujuh saya masuk ruang isolasi. Di hari ketujuh itu juga saya drop dan masuk ruang ICU. Saya koma dan kritis selama 5 hari,” lanjutnya.
Petugas medis menggunakan alat pelindung diri di ruang gawat darurat rumah sakit. Foto: REUTERS / Wael al-Qubati
“Memang pada saat itu dokter menawarkan obat untuk menambah imunitas tubuh saya. Mungkin karena orang tua juga tidak akan tega melihat anaknya yang terbaring lemah akhirnya menyetujui untuk membeli obat tersebut. Tapi obat tersebut di luar tanggungan biaya pemerintah atau bisa dibilang membayar sendiri,” kata dia.
ADVERTISEMENT
Orang tua Rafli sempat mempertimbangkan untuk tidak membayarkan obat tersebut, mengingat pasien positif corona tidak perlu menanggung biaya sendiri. Tapi karena keadaan Rafli yang kritis, akhirnya obat dibayarkan demi kesembuhannya.
"Pertimbangan sudah pasti. Karena orang tua mana yang mau kehilangan anaknya dan untuk pasien COVID seharusnya ditanggung pemerintah. Karena terkait administrasi kami tidak paham betul ditambah lagi panik pada saat itu dengan kondisi kritis saya," katanya.
Menurut Rafli, dokter menyarankan obat tersebut untuk menyelamatkan paru-parunya. Dokter juga mengatakan kepada orang tuanya bahwa obat tesebut hanyalah tambahan.
Obat Rp 10-12 Juta Per Botol
Obat tersebut dihargai sebesar Rp 10-12 juta per botolnya dan Rafli membutuhkan dua botol. Pihak keluarga akhirnya membuka donasi untuk membayarkan obat tersebut.
ADVERTISEMENT
"Kondisi saya saat itu menurut dokter hanya bernapas 50%. Jadi untuk menyelamatkan paru-paru saya harus diberikan obat tersebut. Menurut ibu saya saat itu dokter bilang bahwa obat tersebut hanya tambahan dan biayanya tidak ditanggung pemerintah. Tetapi kembali lagi demi saya yang kritis, saat itu uang donasi dibelikan obat tersebut untuk membantu imunitas tubuh saya pada saat itu," jelasnya.
Usai diberikan obat tersebut, kondisi Rafli mulai membaik. Dari ICU, ia kemudian dipindahkan ke ruang isolasi untuk pemulihan.
“Setelah itu kondisi saya mulai membaik dan dipindah ke ruang isolasi untuk pemulihan. Di rumah sakit sampai 5 September,” katanya.
Ilustrasi Corona. Foto: Maulana Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
"Untuk obatnya sendiri seingat saya Rp 27 juta. Keseluruhan mungkin sekitar Rp 50 juta," jelasnya.
Setelah keluar dari rumah sakit, orang tua Rafli dihubungi oleh pihak rumah sakit pada Sabtu (26/9) membahas soal biaya obat yang telah dibayarkan. Ia sempat menalangi biaya obat itu.
Namun selang beberapa hari, pihak rumah sakit menyebut akan mengganti biaya obat Rafli.
“Ada sedikit update juga nih terkait biaya obat tersebut. Orang tua saya dihubungi pihak rumah sakit dan ternyata mendapat kabar bahwa biaya obat tersebut ditanggung pemerintah,” ujarnya.
Soal Obat yang Mahal Itu
Obat Gammaraas. Foto: LKPP
Rafli tak menjelaskan secara rinci, jenis obat apa yang ia maksud dan bisa semahal itu. Namun, kisah serupa pernah diutarakan Loki (bukan nama sebenarnya).
ADVERTISEMENT
Loki kala itu sedang kritis dan mendapatkan perawatan di sebuah rumah sakit di Tangerang Selatan karena corona. Anaknya bercerita, Loki sempat kritis dan diberikan obat senilai Rp 63 juta.
Ternyata obat itu bernama Gamaaraas. Secara singkat, Gamaaraas bisa juga disebut intravenous Immunoglobulin atau (IVig). Obat ini memang biasa diberikan untuk pasien dalam kondisi kritis.
Terapi menggunakan Gamaaraas adalah dengan memasukkan immunoglobulin yang didapat dari puluhan ribu pendonor darah yang sudah diskrining. Terapi ini memang bisa menolong pasien kritis, tetapi dalam sejumlah jurnal menyebut kisaran efek waktunya hanya mingguan atau bulanan.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten