Cerita Saksi Ditagih 20% Dana Satlak Prima oleh Sekretaris Imam Nahrawi

21 Februari 2020 18:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Eks Menpora Imam Nahrawi menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (21/2).  Foto: Nugroho Sejati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Eks Menpora Imam Nahrawi menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (21/2). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Satlak Prima, Chandra Bakti, mengungkapkan adanya permintaan untuk memotong anggaran Satlak Prima.
ADVERTISEMENT
Permintaan itu berasal Direktur Perencanaan dan Program Anggaran Satlak Prima saat itu, Tommy Suhartono. Chandra menyampaikan keterangan itu saat bersaksi dalam sidang Imam Nahrawi.
Semula, jaksa penuntut umum KPK membacakan BAP milik Chandra. Dalam BAP, Chandra mengaku pernah dipanggil Tommy untuk membicarakan anggaran Satlak Prima sekitar 2017.
"Dan ketika saya datang, di situ ada staf khusus Menteri Saudara Husein, Sespri (Menteri) Saudara Nurohman alias Komeng. Pada saat itu, Saudara Tommy memaparkan anggaran Satlak Prima. Dan yang bersangkutan meminta saya menyisihkan 20 persen dari masing-masing item kegiatan," kata kaksa membacakan kesaksian Chandra dalam BAP di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (21/2).
Masih dalam BAP, Chandra tak pernah memenuhi permintaan tersebut. Namun beberapa bulan setelahnya, Chandra mengaku ditagih Nurohman terkait pemotongan anggaran tersebut.
ADVERTISEMENT
"Atas permintaan tersebut saya tidak menindaklanjutinya. Beberapa bulan berikutnya Saudara Komeng menagih permintaan dari Saudara Tommy pada saat pemaparan. Namun saya tidak memenuhinya. Betul?" tanya jaksa.
"Iya betul," kata Chandra.
Eks Menpora Imam Nahrawi menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (21/2). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Chandra tidak mengetahui peruntukan permintaan pemotongan anggaran tersebut. Namun yang ia ketahui, Sesmenpora Gatot S Dewa Broto pernah membuat surat edaran agar permintaan seperti itu diabaikan.
"Beliau (Gatot) mengeluarkan edaran tidak ada lagi sifatnya penarikan tunai. Jadi pembayaran tunai sifatnya hanya langsung ke penerima bantuan. Jadi tidak bisa lagi. Makanya saya tidak mau memenuhi itu. Memang dari Pak Ses arahan itu jangan sampai ada penarikan semacam itu," jelas Chandra.
Dalam perkaranya, Imam Nahrawi didakwa menerima suap Rp 11,5 miliar. Perbuatan itu dilakukan politikus PKB itu bersama asisten pribadinya, Miftahul Ulum, yang juga telah berstatus terdakwa.
ADVERTISEMENT
Suap diberikan Ending Fuad Hamidy selaku Sekretaris Jenderal KONI dan Jhonny F Awuy selaku Bendahara Umum KONI. Suap terkait dana hibah yang diajukan KONI ke Kemenpora.
Selain itu Imam juga didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp 8,6 miliar selama menjabat Menpora. Uang tersebut digunakan untuk berbagai keperluan seperti biaya menonton F1 hingga membayar tunggakan kredit, perjalanan ke Melbourne Australia, dan membayar baju.