Penanaman mangrove

Cerita Sururi Selamatkan 3 Kampung dari Ancaman Abrasi

17 Desember 2019 14:43 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Surui, petani mangrove di Kampung Mangunharjo, Semarang, Jawa Tengah. Foto: Dok. Surui
zoom-in-whitePerbesar
Surui, petani mangrove di Kampung Mangunharjo, Semarang, Jawa Tengah. Foto: Dok. Surui
ADVERTISEMENT
Sururi bukan ahli lingkungan, bukan juga dosen dari universitas kenamaan. Takdir hanya membawa dirinya lulus dari sekolah dasar. Namun, jangan salah sangka, soal penanaman mangrove dan konservasi pantai, mahasiswa dalam dan luar negeri sudah menganggapnya pakar.
ADVERTISEMENT
Apa buktinya? Lihat saja hamparan mangrove di atas lahan seluas 70 hektar di Kampung Mangunharjo, Semarang, Jawa Tengah. Karya ekologis di sisi pantai itu adalah buah tangannya bersama Kelompok Mangrove Tani Lestari selama lebih dari dua dekade.
Semua itu bermula dari cerita kampung Sururi yang terancam kena abrasi parah. Air laut, katanya, hanya berjarak sekitar 500 meter dari rumahnya. Hal itu memaksanya mencari cara agar rumahnya tak hanyut dihantam ombak lautan.
Pembibitan mangrove milik Sururi. Foto: Dok. Surui
“Kalau saya enggak berpikir konservasi, enggak ada penanaman (mangrove), terus saya harus pindah. Dari rumah saya mau pindah ke mana? Wong ini tanah satu-satunya yang saya tempati,” tutur Sururi saat berbincang dengan kumparan, Kamis (21/11).
Sururi lantas meminta bantuan ke pakar lingkungan. Ialah eks Rektor Undip Sudharto P. Hadi yang bersedia membimbing Sururi menjadi petani mangrove pada 1997.
ADVERTISEMENT
Berjibaku bersama pakar dan akademisi kampus, Sururi menanam mangrove di spot yang rawan hantaman abrasi. Dampaknya, lautan yang tadinya berjarak 500 meter, kini sudah menjauh menjadi 1,3 km dari rumahnya.
“Menanam satu daerah saya bisa menghalangi 3 kelurahan, Mangkang Wetan, Mangunharjo, dan Mangkang Kulon. Alhamdulillah bisa terlindungi kelurahan di Kecamatan Tugu dengan KK-nya hampir mendekati 15.000 (jiwa),” ujarnya.
Sururi melakukan survei penanaman mangrove dengan relawan dari Jerman. Foto: Dok. Surui
Meski begitu, usaha Sururi mempertahankan kampungnya lewat penanaman mangrove bukanlah perkara mudah. Ia berkelakar kalau tantangannya dibeberkan, tak akan cukup diceritakan satu hari.
Pria yang pernah nyantri di Jombang, Jawa Timur, ini mengakui ketiadaan sponsor dan kurangnya dukungan pemerintah sempat menjadi kendala utama. Itulah alasan, kenapa ia pada akhirnya lari meminta bantuan akademisi.
ADVERTISEMENT
Sekira 5 tahun pertama menjadi petani mangrove, Sururi bahkan masih menggantungkan pemasukan dari pekerjaan lain. Kalau malam, bersenjatakan lampu sorot di dahi, ia ngobor (mencari hasil laut) kepiting untuk dijual sebagai modal memenuhi kebutuhan sehari-hari. Menghidupi istri dan 6 anaknya.
Sururi bersama mahasiswa dan Kelompok Tani Mangrove Lestari. Foto: Dok. Surui
Selama 5 tahun pertama itu modal Sururi cuma ikhlas demi lingkungan agar kampungnya tak terkena abrasi. Tahun 2002, sejumlah pihak mulai membeli bibit mangrove dari kelompok tani yang diketuainya. Puncaknya tahun 2007, ekonominya mulai terangkat kala menjalin kemitraan lingkungan dengan Djarum Trees for Life.
“Alhamdulillah dari tahun 2007 saya dapat pendamping yang masih konsisten terhadap lingkungan. Saya Mitra Bakti Lingkungan Djarum, itu terus spoting (bibit mangrove). Mintanya kalau ada mahasiswa mau nanam, mau minta berapapun dikasih, asal masih mau nanam dan perawatan,” katanya.
ADVERTISEMENT
Bagi lingkungan sekitar, mangrove yang ditanam Sururi berjasa mengembalikan ekosistem pantai sepanjang 3,4 km di Mangunharjo. Sehingga nelayan mudah mencari ikan di sekitar mangrove. Sebagian dari mereka juga membudidayakan kerang hijau dan keramba.
Taman mangrove pelangi. Foto: Dok. Surui
Ekonomi warga juga terangkat. Istri Sururi bersama sejumlah tetangganya bahkan menekuni usaha batik. Pewarnanya diambil dari pigmen pohon mangrove yang sudah tumbang. Ketika direbus, pohon mangrove akan mengeluarkan tinta berwarna coklat tua dan coklat muda.
“Sebagian besar buah mangrove juga bisa diolah menjadi aneka makanan. Ada sirup mangrove, di Surabaya teman saya sudah go di supermarket-supermarket,” terang Sururi.
Bersama Kelompok Tani Mangrove Lestari kegiatan Sururi saat ini berkutat pada pembibitan, penanaman, dan pelatihan. Pembibitan mangrove ditujukan untuk dijual. Sebagian di antaranya untuk ditanam minimal sebanyak empat kali dalam sebulan untuk konservasi.
Sururi menanam mangrove bersama relawan dari Indonesia International Work Camp. Foto: Dok. Surui
Sururi juga kerap mendapat kunjungan dari mahasiswa. Berbagai kampus mancanegara yang ada di Asia seperti Jepang, Korea, Thailand, Singapura, hingga di negara-negara Eropa semisal Prancis dan Inggris pernah berlatih menanam mangrove bersamanya.
ADVERTISEMENT
“Januari (2020) rencananya itu dari Korea sama National University of Singapore (NUS), itu langganan untuk membantu sedikit kegiatan lingkungan di NUS. Biasanya fakultasnya juga berkenaan dengan lingkungan, Biologi, jadi sambil belajar. Karena yang paling banyak spesiesnya mangrove di Indonesia,” terang Sururi.
Bibit mangrove Sururi. Foto: Dok. Surui
Memang, di lahan 70 hektar yang ditanami Sururi itu ada sekitar 27 jenis mangrove. Selain untuk belajar, ia berharap kepada pemerintah, di masa yang akan datang lokasi tersebut bisa menjadi tempat ekowisata.
“Secara tidak langsung dengan adanya wisata mangrove orang bisa jualan. Itu ngangkat ekonomi. Nanti kalau di situ ada gazebo atau showroom kan bisa memamerkan hasil-hasil yang dipunyai masyarakat setempat. Terus perahu nelayan yang kecil-kecil bisa dimanfaatkan untuk disewa (wisatawan),” paparnya.
ADVERTISEMENT
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten