Cerita WNI Kuliah di Inggris Sambil Jadi Satgas COVID-19 di London

1 April 2021 12:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mahasiswa S3 Indonesia asal Indonesia, Fiona Verisqa, dan rekannya di Satgas COVID-19 di KBRI London. Foto: Dok. Fiona Verisqa
zoom-in-whitePerbesar
Mahasiswa S3 Indonesia asal Indonesia, Fiona Verisqa, dan rekannya di Satgas COVID-19 di KBRI London. Foto: Dok. Fiona Verisqa
ADVERTISEMENT
Sebelum corona melanda Inggris, Fiona Verisqa sibuk dengan penelitian dalam bidang biomaterial tissue engineering (rekayasa jaringan organ) di University College London (UCL). Ia tengah menyelesaikan S3-nya melalui beasiswa LPDP.
ADVERTISEMENT
Di bulan keempat kuliahnya, virus corona masuk ke sejumlah wilayah di Inggris. Hal ini tentu mempengaruhi kondisi kesehatan pelajar Indonesia di Inggris. Hingga kemudian, KBRI London membentuk Satuan Tugas (Satgas) bekerja sama dengan Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) United Kingdom.
“Saat itu National Health Service kolaps, jadi nelepon GP -General Practitioner- (dokter umum) susah, nelepon 911 susah. Masuk rumah sakit boro-boro, pada tutup semua,” ujar Fiona kepada Indonesia Mengglobal.
Satgas ini terdiri dari sejumlah mahasiswa dengan latar belakang ilmu kesehatan. Tugasnya adalah memberikan konsultasi medis dan memonitor kondisi WNI yang terkena atau bergejala corona.
Tanggung jawab Fiona dalam Satgas ini adalah memantau kebijakan corona Inggris di Unit Kesehatan PPI UK. Setelah itu, memberikan sosialisasi hasil pantauan itu kepada WNI dan diaspora.
Mahasiswa S3 Indonesia asal Indonesia, Fiona Verisqa, yang aktif di Satgas COVID-19 di KBRI London. Foto: Dok. Fiona Verisqa
Selain itu, ia juga turut membantu mempersiapkan acara kunjungan jika ada menteri RI yang datang ke Inggris.
ADVERTISEMENT
“Kita bantu KBRI nyiapin acara, nyiapin presentasi. Jadi teknis kita bantuin, materi kita bantuin,” tambahnya.
Dengan bergabungnya Fiona ke tim Satgas, mau tak mau ia harus membagi waktu antara kehidupan akademik dan organisasinya. Ditambah, ia juga membawa keluarganya ke Inggris.
“Ketika saya memberikan tugas kepada anggota tim, saya sebutkan ekspektasi dengan jelas. Tugas kamu A saja. Tugas lain biar dilakukan orang lain,” jelasnya.
Selain itu, ia juga membagi tugas dengan suami dalam mengasuh anaknya. Ia juga tak malu untuk minta tolong jika tak ia merasa tak sanggup.
Apalagi saat gelombang corona Inggris naik pada Oktober 2020. Saat itu, ia tengah menghadapi ujian transfer PhD. Ditambah dengan kedatangan mahasiswa baru yang menambah beban Satgas.
ADVERTISEMENT
This is a defining moment buat anak-anak PhD. Karena kalau nggak lolos, kita pulang ke tanah air. Ini sudah tanggung jawab ke organisasi dan masyarakat,” pungkasnya.
===
Tulisan ini pernah dimuat di Indonesia Mengglobal ditulis oleh Rio Tuasikal.