Untitled Image

Cermin Murid Abad 21, Siswa JIS Bertekad Bawa Perubahan Nyata di Masyarakat

22 April 2021 9:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sebelum pandemi, Sangwook aktif mengajarkan pendidikan berbasis teknologi kepada anak-anak sekolah. Foto: dok. Jakarta Intercultural Shchool
zoom-in-whitePerbesar
Sebelum pandemi, Sangwook aktif mengajarkan pendidikan berbasis teknologi kepada anak-anak sekolah. Foto: dok. Jakarta Intercultural Shchool
Penerapan pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang berlangsung selama pandemi memperlihatkan dua sisi. Tak hanya mengakselerasi digitalisasi di dunia pendidikan, tapi juga menyuguhkan sebuah jurang bagi masyarakat yang tidak terbiasa menggunakan teknologi.
Terbatasnya smartphone maupun laptop untuk mengikuti pembelajaran, sulitnya sinyal karena faktor tempat tinggal, hingga ketidakpahaman mengoperasikan aplikasi sebagai media belajar, jadi beberapa faktornya. Akibatnya, tidak sedikit siswa yang mengaku lebih sulit beradaptasi saat belajar online.
Hal ini kemudian mendorong seorang siswa SMA Jakarta Intercultural School, Sangwook, untuk mendukung pemerataan digitalisasi selama pandemi. Bersama Plugged-IN —salah satu klub yang dipimpin para siswa JIS— ia menginisiasi pengumpulan gadget bekas. Tujuannya, didonasikan kepada anak-anak kurang mampu agar mereka bisa tetap belajar selama pandemi.
"Pandemi seolah mengungkap masalah kesenjangan digital di dunia pendidikan. Kami menyadari ada banyak siswa yang terpaksa tinggal di daerah yang akses teknologinya terbatas, sehingga mereka tidak dapat mengikuti sekolah online," ujar laki-laki 17 tahun ini.
Isi kotak donasi yang dibagikan Sangwook dan Plugged-IN. Foto: dok. Jakarta Intercultural School
"(Selama pandemi) kami telah mengumpulkan hampir 100 gadget layak pakai. Mulai dari komputer, laptop, smartphone, hingga iPad," lanjut Sangwook.
Siswa kelas 11 SMA JIS ini mengaku proses pengumpulan itu tidak memakan waktu sebentar. Bersama timnya, ia harus mengajukan donasi kepada perusahaan maupun orang-orang yang mempunyai perangkat teknologi layak pakai. Setelah terkumpul, Sangwook memperbaiki perangkat tersebut agar bisa digunakan.
"Kami meminta (perangkat teknologi) kepada perusahaan dan orang-orang yang ada di sekitar kami, mengumpulkannya, memperbaikinya, dan mengirimkan perangkat tersebut bersama dengan aksesoris perangkat, instruksi pemakaian, serta masker," jelasnya.
Dengan membagikan gadget-gadget tersebut, Sangwook berharap semakin banyak anak Indonesia yang bisa menikmati akses digitalisasi, meski di situasi serba terbatas seperti saat ini.
"Sekarang, prioritas kami adalah membantu lebih banyak lagi anak-anak sekolah melewati masa sulit ini. Saya pikir hal itu juga menjadi motivasi gerakan kami sejak awal: bagaimana teknologi dapat mengubah hidup seseorang, salah satunya lewat digitalisasi pendidikan," katanya.
Cerita Nelson: Menulis Buku, Hasil Penjualannya Didonasikan ke Sekolah dan Panti Asuhan Setempat
Sangwook bukan satu-satunya siswa JIS yang menekankan bahwa kepedulian merupakan keahlian hidup yang kita butuhkan dalam bermasyarakat. Gerakan itu juga datang dari Nelson, siswa kelas 12 SMA JIS yang rela meluangkan waktunya untuk membantu kebutuhan anak-anak kurang mampu.
Para siswa di Yayasan Nurul Amal mendapatkan buku yang ditulis Nelson. Foto: dok. Jakarta Intercultural School
Bila teman sebayanya kurang tertarik pada kegiatan relawan, Nelson justru berkontribusi di dua tempat sekaligus: House of Hope yang membantu anak-anak Panti Akhiruz Zaman belajar matematika, bahasa Inggris, dan olahraga, serta Conquer Cancer Club, yang mengunjungi anak-anak penyintas kanker dan menghibur mereka dengan pelajaran kesenian.
Selama pandemi, Nelson telah mengumpulkan dan memberikan berbagai bahan untuk para anak-anak itu belajar, makanan pokok, serta perlengkapan kebersihan secara rutin. Jarak dan pembatasan-pembatasan sosial yang berlaku seolah bukan penghalang bagi Nelson untuk menebar semangat kebaikan. Bahkan, ia ingin berkontribusi lebih di masyarakat: membangun masa depan yang lebih cerah pada diri anak-anak lewat pendidikan.
Nelson memutuskan untuk menulis buku pelajaran dengan ragam ilustrasi dan kegiatan menarik berjudul Let’s Learn Basic English With Billy. Buku yang ia tulis di waktu luang itu kini telah rampung dan sudah dijual. Setiap buku yang ia jual, Nelson memberikan salinannya kepada sekolah atau panti asuhan setempat.
"Buku ini (Let’s Learn Basic English With Billy) mengajarkan anak-anak Indonesia mengenai dasar literasi bahasa Inggris, seperti kosakata dasar, struktur kalimat, pembentukan kata, hingga tata bahasa. Melalui buku ini saya berharap dapat membantu anak-anak Indonesia memperoleh literasi bahasa Inggris sejak dini dan memberikan mereka bekal dengan sesuatu yang dibutuhkan sekarang," jelas Nelson.
Tertarik memberikan kontribusi kepada pendidikan Indonesia bersama Nelson? Anda dapat klik di sini untuk melakukan pemesanan buku Let’s Learn Basic English With Billy.
Nelson dan bukunya, Let’s Learn Basic English With Billy. Foto: dok. Jakarta Intercultural School
Tak berhenti sampai di situ, kontribusi Nelson juga hadir pada proyek pembuatan video yang ia pimpin. Video-video tersebut bisa digunakan untuk menunjang kegiatan belajar mengajar.
"Saya juga memimpin proyek kolaborasi dengan tujuh klub yang ada di JIS. Proyek tersebut mengajak setiap klub untuk membuat video pelajaran bahasa Inggris sesuai dengan bab-bab yang ada pada buku. Sehingga, saat pembelajaran berlangsung, murid bisa menggunakan video tersebut," katanya.

JIS dan Komitmennya Membangun Karakter Anak Muda Berbakat dan Berjiwa Sosial

Kontribusi yang dilakukan Sangwook dan Nelson sejatinya merupakan bagian dari layanan Service Learning yang telah diadakan JIS sejak sekolah nonprofit itu berdiri. Lewat Service Learning, siswa diajarkan untuk saling berempati, menjunjung sifat tolong-menolong, serta berkontribusi kepada lingkungan di manapun mereka berada. Tujuannya, menyiapkan para murid yang tak hanya berprestasi di bidang akademik, tapi juga mau memberikan kontribusi nyata di masyarakat.
Koordinator Service Learning di JIS, Jodi Berry, mengatakan, Service Learning memberikan kesempatan pada siswa untuk memimpin, berkolaborasi, dan mengembangkan nilai-nilai sosial yang mengarah pada kontribusi di masyarakat.
Salah satu kegiatan Service Learning. Foto: dok. Jakarta Intercultural School
"Dengan para pembimbing yang telah disediakan, para siswa akan bekerja sama untuk meluncurkan kampanye-kampanye, penggalangan dana, maupun menginisiasi sebuah proyek untuk mendukung kebutuhan yang ada di masyarakat," jelas Berry.
"Service Learning menjadi wadah untuk saya dalam membangun moral yang baik. Saya percaya bahwa salah satu elemen penting dari pendidikan adalah dapat memberikan kontribusi kepada masyarakat yang ada di sekitar kita. Tak hanya membekali saya dalam keterampilan bekerja sama, Service Learning juga mengajarkan saya untuk lebih berempati dan peduli kepada mereka yang kurang beruntung," ujar Nelson.
Menurut Berry, kontribusi yang telah dilakukan Sanwook dan Nelson telah mempresentasikan keterampilan yang dibutuhkan dalam pendidikan abad ke-21, yaitu kreativitas, pemikiran kritis, kolaborasi, komunikasi, dan kepedulian terhadap sesama. Dengan keterampilan tersebut, bukan tidak mungkin masalah-masalah yang ada pada dunia pendidikan bisa teratasi.
"Kita perlu mendorong pemerataan digitalisasi pendidikan dan itu tidak bisa kita selesaikan sendiri. Kita harus bisa bekerja sama untuk menciptakan dunia yang lebih baik. Service Learning merupakan sebuah metode untuk membangun keterampilan tersebut, untuk melengkapi apa yang telah dipelajari siswa di kelas dengan pengalaman di masyarakat," jelas Berry.
Salah satu kegiatan Service Learning. Foto: dok. Jakarta Intercultural School
Dengan berbagai jenis kegiatan, para siswa, orang tua, pengajar, serta staf yang ada di JIS akan saling mengisi dan berkontribusi untuk lingkungan sekitar. JIS akan mengarahkan kegiatan Service Learning sesuai dengan passion masing-masing siswa dan tingkatan mereka.
Bekerja sama dengan banyak pihak, mulai dari yayasan non profit, panti asuhan, hingga komunitas dan organisasi masyarakat, JIS percaya bahwa Service Learning dapat menciptakan lingkungan yang kolaboratif dan suportif. Sehingga, para siswa JIS dapat menjadi versi terbaik untuk dunia.
Artikel ini merupakan bentuk kerja sama dengan Jakarta Intercultural School
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten