Crazy Rich PIK Helena Lim Dituntut 8 Tahun Penjara di Kasus Korupsi Timah

5 Desember 2024 15:47 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Terdakwa kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan PT Timah Tbk tahun 2015-2022 Helena Lim saat sidang lanjutan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu. Foto: Fakhri Hermansyah/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Terdakwa kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan PT Timah Tbk tahun 2015-2022 Helena Lim saat sidang lanjutan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu. Foto: Fakhri Hermansyah/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Crazy Rich PIK, Helena Lim, dituntut 8 tahun penjara. Jaksa penuntut umum (JPU) menilai Helena terbukti terlibat dalam kasus korupsi tata niaga timah yang merugikan negara Rp 300 triliun.
ADVERTISEMENT
"[Menuntut Majelis Hakim] menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Helena dengan pidana penjara selama 8 tahun," ujar jaksa saat membacakan amar tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (5/12).
Selain dituntut pidana penjara, Helena juga dituntut untuk membayar denda sebesar Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan.
Tak hanya itu, ia juga dituntut untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 210 miliar selambat-lambatnya 1 bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.
"Jika dalam waktu tersebut terdakwa tidak membayar uang pengganti, maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka dipidana penjara selama 4 tahun," ujar jaksa.
ADVERTISEMENT
Sidang tuntutan kasus korupsi timah di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (5/12/2024). Foto: Jonathan Devin/kumparan
Dalam kasus ini, Helena merupakan pemilik perusahaan money changer PT Quantum Skyline Exchange (QSE). Melalui perusahaan itu, ia disebut berperan menampung dana pengamanan yang telah dikumpulkan Harvey Moeis selaku perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin.
Dana pengamanan itu dihimpun Harvey dari perusahaan smelter yang melakukan penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah. Para perusahaan smelter itu, yakni CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa.
Harvey menutupi pengumpulan uang pengamanan itu dengan kedok dana corporate social responsibility (CSR) yang bernilai 500 hingga 750 USD per metrik ton. Perbuatan itu diduga dilakukan dengan bantuan Helena Lim.
Helena yang menghimpun dana dalam bentuk Rupiah itu, kemudian menukarkannya ke dalam mata uang Dolar Amerika Serikat dengan total 30 juta USD. Lalu, uang tersebut diserahkan dalam bentuk tunai kepada Harvey secara bertahap melalui kurir PT QSE.
ADVERTISEMENT
Atas penukaran tersebut, Helena disebut menerima keuntungan hingga Rp 900 juta.
Keuntungan yang didapatnya dari kasus korupsi timah diduga digunakan untuk kepentingan pribadi. Mulai dari membeli rumah, mobil, hingga 29 tas mewah.