Curhat Risma Harus Perbaiki Data Kemiskinan dari 2015 di DPR: Saya Mumet

24 Mei 2021 12:46 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Sosial Tri Rismaharini menyampaikan keterangan kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (30/4/2021). Foto: Reno Esnir/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Sosial Tri Rismaharini menyampaikan keterangan kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (30/4/2021). Foto: Reno Esnir/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Mensos Tri Rismaharini (Risma) menghadiri rapat kerja dengan Komisi VIII DPR terkait verifikasi dan validasi data kemiskinan di Indonesia. Dalam pemaparannya, Risma mengatakan pihaknya sudah mengerjakan rekomendasi yang diberikan BPK, BPKP, hingga KPK terkait data kemiskinan yang bermasalah.
ADVERTISEMENT
Risma mengungkapkan, rupanya perbaikan data kemiskinan sudah diminta sejak 2015. Namun, perbaikan tersebut tidak pernah dilakukan sampai Risma menjabat sebagai Mensos.
"Saya mantan PNS, bukan hanya [mantan] wali kota. Sebetulnya kalau ada temuan [akan] diperbaiki di tahun berikutnya. Tapi yang terjadi didiamkan. Terus terang saya mumet harus diperbaiki [data] sejak [tahun] 2015," kata Risma di Kompleks Senayan, Jakarta, Senin (24/5).
Risma menjelaskan, ada sejumlah data yang harus pihaknya perbaiki. Sejumlah data di antaranya adalah NIK ganda dan NIK invalid.
Seorang gadis membawa makanan ringan saat melintasi genangan air di daerah kumuh saat krisis virus Corona di Jakarta. Foto: REUTERS / Ajeng Dinar Ulfiana
"BPKP menyampaikan pada pemeriksaan 2020, dan ini terjadi sebelum saya jadi menteri, NIK tidak valid [ada] 10 juta, nomor KK tidak valid 16 juta sekian, nama kosong 5.700 sekian, serta NIK ganda 864.000 sekian pada DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) penetapan Januari 2020," ungkap Risma.
ADVERTISEMENT
Karena banyak data-data yang salah tersebut, maka penyaluran bantuan sosial tidak tepat sasaran. Bahkan ada banyak warga yang menerima bantuan sosial yang seharusnya tidak mereka dapatkan.
"Jadi Permensos Tahun 2020 bahwa penerima bantuan PKH (Program Keluarga Harapan) boleh bersama BPNT (Bantuan Pangan Non Tunai), tapi tidak boleh satu keluarga menerima dua jenis bantuan. Kemudian BPNT satu keluarga terima dua [jenis bantuan lainnya] tidak boleh. Kalau sudah menerima, tidak boleh menerima BST (Bantuan Sosial Tunai), seperti itu," jelasnya.
Risma juga mengungkapkan banyak menemukan NIK ganda. Risma mencontohkan ada warga bernama Yati dan memiliki 11 NIK. Kasus yang sama juga terjadi pada warga bernami Nurhayati, yang juga memiliki banyak nomor NIK dengan alamat yang berbeda.
Seorang pria menarik gerobaknya melewati mobil Ferrari yang dikirim ke pemilik di Jakarta. Foto: AFP/Goh Chai Hin
"jadi alamatnya beda tapi NIK-nya sama, tapi namanya juga satu. Itu yang kita ambil satu [data] Nurhayati yang layak, kemudian yang lain ditidurkan," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, Risma berencana merevisi Permensos Tahun 2020. Jika di Permensos Tahun 2020 setiap penerima manfaat berhak menerima dua jenis bantuan, Risma ingin penerima manfaat hanya menerima satu jenis bantuan yang dapat digunakan hingga akhir tahun.
"Kita ke BPNT supaya dia terima sampai akhir tahun. Karena itu yang BST double kita pindah ke BPNT. Kalau BPNT [setiap bulan dapat] Rp 200 ribu, BST [dapat] Rp 300 ribu, tapi dia nerima sampai bulan Desember. Supaya dia terima sampai Desember, jadi tidak berhenti di April dan itu pun masih ada sisa kita nunggu dari daerah," ujarnya.
Untuk mencegah agar tidak ada lagi data ganda maupun data invalid, Risma membenahi seluruh data penerima bantuan dengan menetapkan data New DTKS.
ADVERTISEMENT
"Kemudian periodisasi penetapan DTKS kita tetapkan tiap bulan. Jadi minggu ketiga [kami] rapat dengan Himbara, Kemenkeu, Bappenas, BPKP, KPK, Kejagung, Kepolisian. Itu rutin dirapatkan untuk persiapan pencairan bulan berikutnya," imbuhnya.
Selain itu, Kemensos berencana akan meluncurkan mobile apps pada 1 Juni agar masyarakat bisa secara mandiri mengecek data mereka. Bahkan, masyarakat dapat menolak penyaluran bantuan jika mereka merasa bantuan yang sampai ke mereka bukan haknya.
"Tapi nanti akan tetap ada verifikasi di lapangan. Verifikasi diperkuat dengan QnA. Kalau misalkan ini tidak berhak, dia bisa menyampaikan," ungkapnya.
"Jadi penerima manfaat bisa cek apakah sudah disalurkan atau belum. Maka dia boleh komplain kalau misalkan, kok, belum cair, cukup dengan mobile apps," pungkasnya.
ADVERTISEMENT