Dana Kampanye Tak Terkontrol Dinilai Jadi Sebab Korupsi Kepala Daerah

17 Desember 2019 19:32 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Peneliti Senior Network for Democracy and Electoral Integrity Ferry Kurnia pada diskusi akhir tahun Survei Nasional di Roda Tiga Cafe, Jakarta. Selasa (17/12).  Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Peneliti Senior Network for Democracy and Electoral Integrity Ferry Kurnia pada diskusi akhir tahun Survei Nasional di Roda Tiga Cafe, Jakarta. Selasa (17/12). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
Wacana Pilkada diminta untuk dikembalikan ke DPRD mencuat ke publik. Peneliti Senior Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Ferry Kurnia mengatakan, seharusnya ada hal-hal penting yang menjadi fokus pembahasan seperti masalah dana kampanye.
ADVERTISEMENT
Ferry menyebut, banyaknya kepala daerah yang tersangkut korupsi disinyalir berasal dari dana Partai Politik yang tidak terkontrol.
“Selama ini kan karena ada analisis terkait dengan banyaknya kepala-kepala daerah yang korupsi. Nah, itu yang harus kita kuatkan di sisi mana? Di sisi yang bisa kita lihat dalam konteks Pilkadanya untuk pemilunya adalah bagaimana dana kampanye betul-betul bisa dikontrol dengan baik,” ucap Ferry di Roda Tiga Cafe, Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Selasa (17/12).
“Pengeluaran penerimaan dari kandidat dari partai politik itu harus dikontrol dengan baik,” tambah eks Komisioner KPU ini.
Ia juga mengatakan pihak partai politik harus mampu mengaudit dengan baik aliran dana para kandidat. Jika menemukan aliran tersebut berasal dari tindakan korupsi, parpol harus tegas memberikan sanksi untuk tidak mencalonkan sebagai kepala daerah.
ADVERTISEMENT
“Audit yang dilakukan tidak hanya audit kepatuhan saja. Tapi audit yang berimplikasi secara administratif dan bisa menggugurkan si calon kepala daerah tersebut,” kata dia.
“Jadi, kalau misalnya hasil audit tersebut ditengarai ada info itu dari hasil korupsi, korupsi pemilu serangan fajar dan sebagainya itu bisa digugurkan itu progesifitas. Yang harus dilakukan dan itu harus dituangkan ke dalam normal dalam undang-undang dasar,” sambungnya.