Darfur Kembali Membara, Bentrok Etnis Tewaskan 168 Orang

25 April 2022 18:45 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Desa yang  terbakar di wilayah Darfur. Foto: Scott Nelson/Getty Images
zoom-in-whitePerbesar
Desa yang terbakar di wilayah Darfur. Foto: Scott Nelson/Getty Images
ADVERTISEMENT
Pertempuran antara kelompok etnis Arab dan non-Arab di Darfur, Sudan, menewaskan sedikitnya 168 orang pada Minggu (24/4/2022). Pertumpahan darah terbaru di wilayah yang bergejolak itu turut mencederai 98 orang lainnya.
ADVERTISEMENT
Juru bicara General Coordination for Refugees and Displaced in Darfur, Adam Regal, melaporkan kabar tersebut. Regal menerangkan, pertempuran melanda Kreinik di Provinsi Darfur Barat.
Kekerasan pecah pertama kali pada Kamis (21/4/2022). Penyerang tak dikenal membunuh dua orang etnis Massalit di Kreinik.
Sebagai balasan, kelompok etnis non-Arab tersebut menyerang sejumlah pasien di rumah sakit Ibu Kota Genena. Pertempuran pun menjalar hingga ke sejumlah rumah sakit.
Ilustrasi kelompok etnis bersenjata Foto: Flickr / malatyahaber44
Komite Sentral Dokter Sudan lantas memperingatkan kemungkinan bencana kesehatan. Komite Internasional Palang Merah kemudian mendesak pemerintah Sudan, menjamin perlindungan bagi korban luka yang ingin mendapat perawatan di rumah sakit.
Gambar-gambar dari lokasi pun diunggah di media sosial. Gumpalan asap hitam tebal tampak membumbung ke langit dari rumah-rumah yang terbakar. Petak-petak kosong juga terlihat di sisi lain. Gubuk-gubuk sebelumnya berdiri di area itu sebelum hangus dilalap api.
ADVERTISEMENT

Keterlibatan Janjaweed

Sisa-sisa desa yang ditinggalkan Chero Kasi terbakar kurang dari satu jam setelah milisi Janjaweed membakarnya dalam kekerasan yang melanda wilayah Darfur 7 September 2004. Foto: Scott Nelson/Getty Images
Regal menuduh Janjaweed sebagai dalang di balik serangan teranyar itu. Regal mengatakan, mereka melangsungkan kekerasan keji selama beberapa pekan terakhir.
"[Janjaweed] melakukan pembunuhan, pembakaran, penjarahan, dan penyiksaan tanpa ampun," jelas Regal, dikutip dari AFP, Senin (25/4/2022).
Janjaweed merupakan kelompok milisi yang didukung pemerintah Sudan. Kelompok bersenjata itu telah memeluk reputasi buruk sejak 2003. Sebab, Janjaweed melakukan penindasan terhadap kelompok pemberontak di Darfur.
Presiden Sudan, Omar al-Bashir. Foto: AFP/ASHRAF SHAZLY
Konflik tersebut bermula dari perlawanan kelompok etnis minoritas. Mereka mengeluhkan diskriminasi oleh pemerintahan yang didominasi Arab. Menanggapi keluhan itu, eks Presiden Omar al-Bashir justru mengerahkan Janjaweed.
Pasukan itu direkrut dari suku-suku Arab. Selepas pembentukannya, Janjaweed menghadapi tuduhan beruntun. Berbagai pihak melaporkan, mereka melakukan pembunuhan, pemerkosaan, penjarahan, dan pembakaran desa.
ADVERTISEMENT
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) turut menyoroti konflik di Darfur. Pihaknya mencatat, pertempuran telah menewaskan 300.000 orang. Hingga 2,5 penduduk pun terpaksa mengungsi.
Orang-orang dekat benda-benda terbakar yang tergeletak di jalan-jalan Kartoum, Sudan, di tengah laporan kudeta, 25 Oktober 2021. Foto: RASD SUDAN NETWORK melalui REUTERS
Sejak itu, banyak anggota Janjaweed yang bergabung dalam Rapid Support Forces. Kelompok paramiliter tersebut dipimpin oleh Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo. Dia merupakan wakil pemimpin de facto Sudan.
Konflik utama mungkin mulai mereda di sebagian besar wilayah tersebut. Namun, Darfur masih dibanjiri senjata dan bentrokan mematikan. Pertempuran kerap meletus akibat pertikaian atas akses padang rumput atau air.
Sudan kian terperosok dalam krisis akibat kudeta pada 2021. Saat itu, para jenderal tinggi menggulingkan pemerintah yang dipimpin sipil. Alhasil, Darfur kembali menyaksikan bentrokan antarsuku yang mematikan.