Dari AS hingga India, Kelompok Sayap Kanan Picu Islamofobia saat Wabah Corona

12 April 2020 11:30 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Warga Muslim di Inggris di tengah wabah corona. Foto: Reuters/Dylan Martinez
zoom-in-whitePerbesar
Warga Muslim di Inggris di tengah wabah corona. Foto: Reuters/Dylan Martinez
ADVERTISEMENT
Di setiap keadaan selalu saja ada yang memancing di air keruh, termasuk di saat wabah virus corona seperti sekarang. Kelompok-kelompok sayap kanan di berbagai negara menggunakan momen corona untuk menyerang umat Islam, memicu Islamofobia dengan rumor dan hoaks.
ADVERTISEMENT
Peristiwa ini terjadi tidak hanya di negara Barat seperti Inggris atau Amerika Serikat, tapi juga di Asia, tepatnya di India. Polisi Inggris awal bulan ini menyelidiki kelompok sayap kanan yang menyebar rumor soal Muslim.
Diberitakan The Guardian, kelompok supremasi kulit putih menggunakan media sosial untuk memfitnah warga Muslim. Di Facebook dan Twitter, mereka menyebar foto dan meme salat berjemaah di masjid Inggris untuk menunjukkan bahwa warga Muslim melanggar physical distancing dan semakin menyebar corona.
Aksi menentang Islamofobia di Prancis Foto: AFP/Franck Pennant
Salah satu video disebarkan oleh Tommy Robinson, pendiri kelompok radikal Liga Pertahanan Inggris (EDL), dengan klaim adanya "masjid rahasia" di Birmingham. Video itu telah disaksikan 10 ribu kali di Twitter.
Namun klaim itu dibantah oleh kepolisian Inggris dan lembaga advokasi anti-hoaks, Tell Mama. Mereka mengatakan video dan foto itu sudah lama, jauh sebelum wabah virus corona dan dikeluarkannya larangan keluar rumah di Inggris.
ADVERTISEMENT
Taktik yang sama digunakan kelompok radikal kulit putih di Amerika Serikat. Diberitakan Huffington Post, kelompok supremasi kulit putih AS mengembuskan rumor bahwa lockdown di kota-kota AS akan dicabut menjelang Ramadhan agar Muslim bisa ibadah di masjid. Padahal, kata mereka, gereja-gereja saja ditutup saat Paskah.
Di India juga demikian. Kelompok Hindu sayap kanan radikal menjadikan Muslim sebagai kambing hitam penyebaran virus corona. Terutama karena salah satu klaster penyebaran corona terjadi di markas Jemaah Tablig yang melanggar aturan berkumpul.
Warga Muslim di India di tengah wabah corona Foto: Reuters/Amit Dave
Meme, foto, dan video soal Muslim di India semakin memicu Islamofobia di negara yang baru saja terjadi konflik agama yang menewaskan 50 orang itu. Salah satu video memperlihatkan pria yang disebut Muslim meludah ke polisi, dituduh sengaja menyebar corona. Belakangan terbukti video itu tak ada hubungannya dengan corona, beberapa video ternyata direkam sejak lama.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, sentimen anti-Islam di India bahkan diembuskan juga oleh politikus negara itu. Tokoh senior partai berkuasa, Partai Bharatiya Janata Party, Mukhtar Abbas Naqvi, mengatakan tindakan Jemaah Tablig itu "kejahatan Taliban".
Kelompok-kelompok sayap kanan di India dan AS bahkan kompak menggunakan tandapagar #coronajihad untuk mendiskreditkan umat Islam. Mereka menuding Muslim sengaja menyebar corona untuk membunuh. Menurut lembaga HAM, Equality Labs, tagar ini telah digunakan 300 ribu kali antara 29 Maret dan 3 April.
Jemaah Tablig dikarantina di India Foto: Reuters/Amit Dave
Berbagai rumor ini telah memakan korban. Di Inggris, dalam sebuah kasus yang dilaporkan ke polisi, seorang wanita berhijab diserang pria tak dikenal. Pria itu batuk ke arah wanita itu, sembari mengatakan bahwa dia menderita corona. Sayangnya pelaku salah sasaran. Kepada pelaku, korban mengaku telah sembuh dari corona sehingga kebal virus. Pria itu jengkel dan menyumpahi korban.
ADVERTISEMENT
Di India, seperti diberitakan News 18 India, pria Muslim di negara bagian Himachal Pradesh bunuh diri setelah dikucilkan di desanya karena dituduh bawa corona. Padahal dia negatif virus. Pedagang buah dan toko-toko milik warga Muslim di Haldwani, dilarang berjualan karena rumor yang tersebar.
Menghadapi fenomena ini, berbagai lembaga HAM menyerukan Facebook, Twitter, dan media sosial lainnya menerapkan filter ketat. Equality Lab juga meluncurkan tagar tandingan #StopCOVIDIslamophobia untuk melawan Islamofobia di tengah wabah.
"Organisasi seperti Facebook dan Twitter punya kewajiban besar, dan mereka bertanggung jawab atas apa yang terjadi di platform mereka karena orang-orang mati karena apa yang tertulis di Twitter," kata pernyataan Equality Labs.
Claire Wardle, direktur First Draft News, LSM pemberantas hoaks dan misinformasi di AS, mengatakan lembaga pemberitaan saat ini juga harus memperketat upaya pengecekan informasi agar tidak semakin menyebarkan rumor yang merugikan umat Islam.
ADVERTISEMENT
"Kami melihat virus corona jadi alasan munculnya tindakan rasialisme dan xenofobia," kata Wardle.
***
kumparanDerma membuka campaign crowdfunding untuk bantu pencegahan penyebaran corona virus. Yuk, bantu donasi sekarang!
https://kitabisa.com/campaign/lawanwabahcorona