Deddy Mizwar Beberkan Kejanggalan Proyek Meikarta

20 Maret 2019 13:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mantan Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar di KPK. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Mantan Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar di KPK. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Eks Wakil Gubernur Jawa Barat, Deddy Mizwar, menyebut banyak kejanggalan dalam proyek Meikarta. Sehingga ia pernah menghentikan sementara pembangunannya.
ADVERTISEMENT
Hal itu ia sampaikan saat bersaksi untuk Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hasanah Yasin dkk dalam kasus dugaan suap perizinan Meikarta.
Pada awalnya, Demiz -sapaan Deddy Mizwar- dicecar pertanyaan oleh salah seorang anggota majelis hakim terkait keputusannya menghentikan proyek Meikarta.
Demiz mengatakan bahwa ia gerah dengan proyek tersebut karena memulai pembangunan tanpa mengantongi rekomendasi dari gubernur Jawa Barat. Saat itu Gubernur Jabar dijabat Ahmad Heryawan.
Menurut Demiz, tindakan tersebut melanggar Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2014. Dalam Perda tersebut disebut pengembang proyek di kawasan metropolitan perlu mendapat rekomendasi gubernur sebelum memulai proyeknya.
Apalagi, lanjut Demiz, proyek tersebut akan dibangun di atas lahas seluas 500 hektare. Sedangkan, PT Mahkota Sentosa Utama (MSU) selaku pengembang proyek cuma memiliki hak lahan seluas 84,6 hektare.
ADVERTISEMENT
"Kalau mendirikan proyek seluas 500 hektare, itu seperti negara di dalam negara. Apa kata dunia?" katanya di Pengadilan Tipikor Bandung, Rabu (20/3).
"Kalau 84,6 hektare itu haknya Lippo. Kalau haknya orang, satu hari pun perizinan telah dikasih, kita (pemerintah) dosa,” lanjutnya.
Eks Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan (tengah) dan Eks Wakil Gubernur Jawa Barat, Deddy Mizwar (kanan) di Ruang Persidangan Kasus Dugaan Suap Izin Meikarta, Rabu (20/3). Foto: Okky Ardiansyah/kumparan
Belum adanya rekomendasi gubernur itu, kata Demiz, membuatnya meminta Neneng Hasanah untuk menyetop megaproyek Meikarta. Kisruh kedua pihak tersebut akhirnya ditengahi oleh Kementerian Dalam Negeri hingga akhirnya rekomendasi dari Aher keluar 23 November 2017.
Dalam kasus ini, Neneng Hasanah bersama dengan empat pejabat Pemkab Bekasi, didakwa menerima suap untuk pengurusan izin proyek Meikarta dari pihak Lippo Group.
Empat pejabat Pemkab Bekasi itu ialah Dewi Tisnawati selaku Kadis Penanaman Modal Perizinan Terpadu Satu Pintu, Jamaludin selaku Kadis PUPR, Sahat Maju Banjarnahor selaku Kadis Pemadam Kebakaran, dan Neneng Rahmi Nurlaili selaku Kabid Penataan Ruang Dinas PUPR.
ADVERTISEMENT
Total suap yang diterima para terdakwa adalah sebesar Rp 18.978.653.088.