Definisi Kritik dalam Draf Final RKUHP: Konstruktif, Sedapat Mungkin Beri Solusi

7 Juli 2022 13:07 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin saat sidang kabinet paripurna perdana di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (24/10/2019). Foto: Dok. Rusman - Biro Pers Sekretariat Presiden
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin saat sidang kabinet paripurna perdana di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (24/10/2019). Foto: Dok. Rusman - Biro Pers Sekretariat Presiden
ADVERTISEMENT
Pemerintah menambahkan definisi frasa 'kritik' dalam penjelasan pasal Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) final yang telah diserahkan kepada Komisi III DPR RI. Penjelasan itu terkait dengan pasal 218 ayat (1) dan (2).
ADVERTISEMENT
Penjelasan 'kritik' tersebut digunakan untuk membuat klir pasal 218, khususnya ayat (2). Berikut bunyi pasal tersebut:
Pasal 218
(1) Setiap Orang yang Di Muka Umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.
(2) Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.
Penjelasan:
Yang dimaksud dengan “dilakukan untuk kepentingan umum” adalah melindungi kepentingan masyarakat yang diungkapkan melalui hak berekspresi dan hak berdemokrasi, misalnya melalui kritik atau pendapat yang berbeda dengan kebijakan Presiden dan Wakil Presiden.
ADVERTISEMENT
Berikut bunyi definisi frasa kritik dalam penjelasan tersebut:
Kritik adalah menyampaikan pendapat terhadap kebijakan Presiden dan Wakil Presiden yang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk kebijakan tersebut.
Kritik bersifat konstruktif dan sedapat mungkin memberikan suatu alternatif maupun solusi dan/atau dilakukan dengan cara yang objektif. Kritik mengandung ketidaksetujuan terhadap perbuatan, kebijakan, atau tindakan Presiden dan Wakil Presiden lainnya. Kritik juga dapat berupa membuka kesalahan atau kekurangan yang terlihat pada Presiden dan Wakil Presiden atau menganjurkan penggantian Presiden dan Wakil Presiden dengan cara yang konstitusional.
Kritik tidak dilakukan dengan niat jahat untuk merendahkan atau menyerang harkat dan martabat dan/atau menyinggung karakter atau kehidupan pribadi Presiden dan Wakil Presiden
Wamenkumham Eddy Hiariej usai rapat RUU TPKS, Senin (4/4/2022). Foto: Annisa Thahira Madina/kumparan
Dalam penyerahan draf RKUHP teranyar ke DPR RI pada Rabu (6/7) kemarin, Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej (Eddy) turut menyinggung soal penambahan penjelasan 'kritik' ini. Hal tersebut merupakan salah satu bentuk sinkronisasi batang tubuh dalam RKUHP anyar.
ADVERTISEMENT
"Sinkronisasi batang tubuh dengan penjelasan ini ditambahkan penjelasan mengenai kritik terkait pasal 218 ayat 2 yang menyangkut penyerangan harkat dan martabat presiden atau wakil presiden," kata Eddy.
Sementara dalam pembahasan 14 isu krusial, dibeberkan soal keterangan lengkap terkait pasal 218 tersebut. Berikut poin-poinnya:
ADVERTISEMENT