Demokrat: Ini Bukan Semata Internal Parpol, Ada Invisible Power

14 Maret 2021 12:53 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Moeldoko (tengah) tiba di lokasi Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat di The Hill Hotel Sibolangit, Deli Serdang, Sumatera Utara. Foto: Endi Ahmad/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Moeldoko (tengah) tiba di lokasi Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat di The Hill Hotel Sibolangit, Deli Serdang, Sumatera Utara. Foto: Endi Ahmad/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Kisruh Partai Demokrat belum berakhir. Baik kubu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Moeldoko tetap pada pandangan mereka.
ADVERTISEMENT
Terjadinya KLB Partai Demokrat di Deli Serdang memang terbilang sangat singkat. Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, Benny K Harman, menilai, hal ini bukan semata masalah internal partai, tapi ada kekuatan lain dengan tujuan politik tertentu kepada Partai Demokrat.
"Ini bukan semata mata soal dinamika internal parpol tapi ada faktor X dan invisible power mungkin ada agenda tersembunyi untuk tujuan dan kepentingan politik. Kalau kita lihat baca buku soal itu ya ini bisa dijelaskan dari teori politik terkait situasi yang kami alami di partai demokrat sekarang ini," tutupnya.
Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyampaikan keterangan terkait Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat yang dinilai ilegal di Jakarta. Foto: Aditya Pradana Putra/ANTARA FOTO
Benny mengatakan situasi yang dialami partainya bukan hal baru. Ia menyebut pendongkelan serupa juga turut dialami sejumlah parpol pada masa orde lama di era kepemimpinan Presiden Soekarno.
ADVERTISEMENT
"Soal situasi terkini di partai demokrat, sebelum itu saya mau menyampaikan sedikit saya setelah melihat partai kami ini ya saya melihat fenomena semacam ini bukan fenomena baru tapi di zaman orde lama juga ada," ujar Benny dalam diskusi yang digelar Forum Tanah Air secara daring, Minggu (14/3).
"Kalau masih ingat itu menjelang pelaksanaan demokrasi terpimpin setelah Bung Karno mendekritkan kembali ke UUD 1945 karena konstituante gagal menyusun konstitusi baru maka waktu itu presiden Soekarno menggagaskan demokrasi terpimpin," sambungnya.
Pelaksanaan kebijakan Demokrasi Terpimpin itu, menurut Benny, kala itu sempat ditentang berbagai pihak termasuk parpol. Hingga pada akhirnya berujung pada dipecatnya sejumlah anggota DPR kala itu yang berasal dari parpol pemenang pemilu 1955.
ADVERTISEMENT
Sebagai gantinya Sukarno kemudian mengangkat anggota DPR yang dinilai pro terhadap kebijakan demokrasi terpimpin yang saat itu digagasnya.
Wakil Ketua Komisi III (Demokrat), Benny K Harman. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Tak cukup di sana, kata Benny, kebijakan itu juga berimbas pada dibubarkannya dua parpol besar saat itu. Sehingga ia menilai hal yang dialami Demokrat saat ini bukanlah hal baru yang terjadi di Indonesia.
"Jangan lupa dua partai yang jadi korban Masyumi dan PSI yang dibubarkan Bung Karno. Saya tidak kaget dengan peristiwa ini tapi yang ingin saya kemukakan adalah konteksnya," ucap Benny.
Kondisi serupa kembali berulang di era kepemimpinan berikutnya di bawah Presiden Soeharto. Meski saat itu ada tiga partai besar yang berkuasa yakni Golkar, PDI, dan PPP, ia menyebut justru hanya Golkar lah yang menguasai mayoritas kepemimpinan di pemerintahan saat itu.
ADVERTISEMENT
"Yang lebih menarik adalah ketika mulai muncul protes maka soeharto saat itu mulai mengintervensi subsesi kepemimpinan di internal parpol itulah yang dialami PDI dan kami tidak tahu apa partai kami akan mengalami nasib yang sama," ungkap Benny.
Sebelum Demokrat, di era sekarang ini peristiwa pendongkelan parpol pun telah terjadi dengan PPP, Golkar, dan Berkarya yang muncul sebagai contoh. Sehingga ia menilai ada upaya lain dari tokoh eksternal partai yang memiliki agenda tersembunyi dengan memanfaatkan kondisi internal partai saat ini.
"Kami selalu berpandangan bahwa dalam gua yang gelap itu selalu ada cahaya terang semoga hal itu nantinya bisa diperoleh oleh partai kami ke depan. Tapi persis situasinya tidak lama berbeda, belum lama anda tahulah apa yang dialami PPP, Golkar, Berkarya," kata Benny.
ADVERTISEMENT