Demokrat Tolak Presiden Dipilih MPR dan Jabatan Presiden 3 Periode
ADVERTISEMENT
Wacana agar pemilihan presiden kembali dilakukan oleh MPR kembali mencuat dalam amandemen UUD 1945. Sejumlah pihak menilai selama ini pemilihan secara langsung lebih banyak mendatangkan dampak negatif.
ADVERTISEMENT
Wacana ini mendapatkan penolakan dari berbagai pihak, salah satunya Partai Demokrat. Sekjen Partai Demokrat Hinca Pandjaitan menegaskan bahwa wacana itu merupakan pengkhianatan terhadap kehendak rakyat yang ingin memilih langsung pemimpinnya.
"Pemilihan presiden oleh MPR jelas merupakan kemunduran demokrasi dan melukai serta menyakiti rakyat. Pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat itu adalah konsensus bangsa untuk tidak mengulangi lagi sejarah kelam kehidupan bangsa dan negara di masa lalu," kata Hinca dalam keterangan tertulisnya, Senin (2/12).
Hinca juga menegaskan Demokrat menolak wacana perpanjangan masa jabatan presiden menjadi 3 periode. Ia menyebut, 2 kali masa jabatan sudah paling tepat dan dinilai cukup.
"Hal ini juga berlaku banyak di negara demokrasi lainnya di dunia. Kekuasaan presiden yang terlalu lama di satu orang cenderung untuk disalahgunakaan (abuse of power). JASMERAH: Jangan sekali-kali kita melupakan sejarah," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Hinca juga mengatakan Demokrat menolak pemilihan kepala daerah oleh DPRD.
"Karena masyarakat di daerah juga memiliki hak untuk memilih langsung pemimpin di daerahnya serta menentukan dan merencanakan masa depan daerahnya," ujarnya.
Hinca menegaskan bahwa partainya merupakan partai yang pro demokrasi dan pro rakyat. Sehingga ia yakin demokrasi adalah jalan yang terbaik.
"Pemilihan presiden dan kepala daerah secara langsung merupakan cara terbaik yang telah dipilih rakyat untuk membangun Indonesia yang lebih baik," imbuhnya.
Hinca mengatakan Demokrat wajib untuk menghormati dan membela kedaulatan rakyat. Ia menuturkan, hak-hak kedaulatan rakyat yang telah diakui dan dijamin konstitusi merupakan kewajiban negara untuk melindungi dan memenuhinya.
"Kemunduran ekonomi dalam satu masa tidak boleh menjadikan demokrasi sebagai 'biang keladi' serta alasan merampas hak rakyat untuk memilih secara langsung para pemimpinnya," pungkasnya.
ADVERTISEMENT