Denny Indrayana Beberkan Dugaan Kecurangan Pilgub Kalsel di Sidang MK

26 Januari 2021 11:57 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Cagub Kalsel Denny Indrayana. Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Cagub Kalsel Denny Indrayana. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
Gugatan sengketa hasil Pilgub Kalsel yang diajukan paslon Denny Indrayana dan Difriadi Darjat dibacakan di sidang Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (26/1).
ADVERTISEMENT
Gugatan dibacakan kuasa hukumnya, TM Luthfi Yazid, di ruang sidang panel MK yang dipimpin Hakim Konstitusi, Aswanto. Sedangkan Denny dan Difriadi hadir secara virtual.
Dalam permohonan gugatan nomor 124/PHP.GUB-XIX/2021, paslon Denny-Difriadi menyatakan terdapat dugaan kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif yang dilakukan pihak paslon 1, khususnya petahana, Sahbirin Noor.
Sehingga Denny-Difriadi kalah dari paslon Sahbirin Noor-Muhidin dengan selisih hanya 0,4% atau 8.127 suara. Luthfi menyatakan, kecurangan TSM dilakukan petahana baik secara kualitatif dan kuantitatif.
Bukti dugaan politisasi bansos di Pilgub Kalsel dalam gugatan Denny Indrayana-Difriadi Darjat. Foto: Dok. Denny Indrayana-Difriadi Darjat

Politisasi Bansos

Secara kualitatif, kata Luthfi, pihak petahana dinilai telah memanfaatkan bansos corona berupa sembako dan tandon air sebagai kampanye terselubung.
"Politisasi bantuan COVID-19 tersebut dilakukan dengan modus penyematan citra diri pada beras sembako dan tandon-tandon air," ujar Luthfi di sidang MK, Jakarta.
ADVERTISEMENT
Luthfi menyatakan modus penyematan citra diri petahana dilakukan dengan cara:
a. Foto petahana yang mirip dengan alat peraga kampanye dan surat suara.
b. Identitas politik petahana yang berupa nama sapaan 'Paman Birin' pada stiker bungkus beras dan tandon air, maupun di banyak tempat dan perantara seperti spanduk dan banner.
c. Tagline 'Banua Bergerak' yang identik dengan jargon dan alat peraga kampanye paslon 1.
Bukti dugaan politisasi bansos di Pilgub Kalsel dalam gugatan Denny Indrayana-Difriadi Darjat. Foto: Dok. Denny Indrayana-Difriadi Darjat
Menurut Luthfi, dugaan politisasi bansos tersebut terjadi di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Tapin, Kabupaten Tanah Bumbu, Kabupaten Balangan, Kabupaten Tabalong, Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Kotabaru, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Habupaten Hulu Sungai Selatan, Kota Banjarbaru, dan Kota Banjarmasin.
Selain itu, Luthfi menyebut pihak petahana juga menyalahgunakan tagline 'Bergerak' pada program Pemprov Kalsel. Padahal, tagline tersebut merupakan jargon kampanye petahana.
ADVERTISEMENT
"Tagline Pemprov kalsel yang sebelumnya adalah 'Kalsel Mapan (Mandiri dan Terdepan) Lebih Sejahtera, Berkeadilan, Berdikari, dan Berdaya Saing' sebagaimana tertlis dalam RPJMD 2016-2021. (Berubah) menjadi 'Kalsel Bergerak' atau 'Bergerak' pada penerapan di lapangan rentang waktu 23 Maret 2020 hingga ditetapkannya petahana sebagai paslon tanggal 23 September 2020," jelas Luthfi.
Denny Indrayana dan Sahbirin. Foto: Johanes Hutabarat/kumparan dan Maulana Ramadhan/kumparan

Pemungutan Suara Ulang

Dalam permohonannya, paslon Denny-Difriadi juga menyampaikan adanya dugaan kecurangan secara kuantitatif di TPS-TPS. Ia menyebut dugaan kecurangan terjadi di Kabupaten Banjar, Kabupaten Tapin (Kecamatan Binuang), Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, dan Kota Banjarmasin (Kecamatan Banjarmasin Selatan).
Di Kabupaten Banjar, kata Luthfi, dugaan kecurangan terjadi dengan banyaknya suara tidak sah yang mencapai 30.944 atau 10,1% dari 306.248 total pemilih yang memberikan suara. Padahal, suara tidak sah di Pilbup Banjar hanya 14.590 atau 4,7% dari 305.730 total pemilih.
ADVERTISEMENT
"Setelah pemohon telusuri, tingginya angka tidak sah pada Pilgub sebagian besar disebabkan karena KPPS di banyak TPS telah mencoblos terlebih dahulu banyak surat suara paslon 1. Sehingga ketika surat suara telah tercoblos diberikan kepada pemilih yang akan memilih pemohon, suara menjadi tidak sah," jelas Luthfi.
Ia menyebut dugaan kecurangan itu terjadi pada 296 TPS di Kabupaten Banjar.
"Kami mohon Yang Mulia Hakim Konstitusi untuk mengadakan PSU di seluruh Kabupatan Banjar pada 296 TPS," kata Luthfi.
Ilustrasi TPS Foto: Aprilio Akbar/Antara
Luthfi menyebut modus dugaan kecurangan di Kabupaten Banjar terjadi pula di Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Ia menyebut banyak suara tak sah karena KPPS di 432 TPS telah mencoblos lebih dahulu surat suara paslon 1.
ADVERTISEMENT
"Rata-rata suara tidak sah pada 432 TPS berada pada persentase 16,7% dengan jumlah suara 17.641. Padahal rata-rata tidak sah di Pilbup Hulu Sungai Tengah hanya 5,4%.
"Meski pada 432 TPS pemohon menang dengan selisih suara 10.687, namun seharusnya kemenangan jauh lebih besar jika tidak terjadi kecurangan tersebut. Pemohon meyakini jika tidak terjadi kecurangan, seharusnya suara tidak sah hanya berkisar 5.704 atau rata-rata 5,4% sama dengan Pilbup. Sementara sisanya 11.936 suara merupakan suara pemohon. Dengan demikian seharusnya pemohon yang memperoleh suara lebih banyak di Pilgub Kalsel," jelas Luthfi sembari meminta PSU di 432 TPS tersebut.
Sedangkan di Kabupaten Tapin, paslon Denny-Difriadi menilai tingkat kehadiran hampir 100 persen di Kecamatan Binuang dan Hatungun merupakan anomali. Sebab tingkat partisipasi pemilih di kecamatan lain rata-rata hanya 61%. Sehingga Denny-Difriadi meminta agar dilakukan PSU di 24 TPS di Kecamatan Binuang dan Hatungun.
ADVERTISEMENT
"10 dari 12 kecamatan di Kabupaten Tapin rata kehadiran 61%. Sementara sisanya Kecamatan Binuang 91,5% dan Kecamatan Hatungun 81,3%," kata Luthfi.
Suasana jalannya sidang lanjutan uji materi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia di ruang sidang pleno Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Senin (10/8). Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
Adapun di Kabupaten Barito Kuala, ada dugaan hampir seluruh TPS terjadi penggelembungan suara dengan modus manipulasi DPTB dan DPPH, mmasukkan pemilih tidak sah, dan mencoblos lebih dahulu surat suara paslon 1 (Sahbirin-Muhidin).
"Jumlah selisih suara yang dihasilkan akibat perbuatan curang tersebut mencapia 15.112 suara," kata Luhtfi.
Terakhir, Luthfi menyebut dugaan kecurangan terjadi di Kecamatan Banjarmasin Selatan. Dugaan kecurangan berupa pembukaan kotak suara tanpa disaksikan saksi pemohon dan sama sekali tidak ada pemberitahuan.
"Padahal kota suara yang sudah disegel tidak boleh dibuka tanpa disaksikan saksi paslon. Oleh sebab itu kami mohon untuk PSU di seluruh TPS di Kecamatan Banjarmasin Selatan," kata Luthfi.
ADVERTISEMENT
Ia menambahkan, terhadap dugaan pelanggaran yang dilakukan petahana, beberapa di antaranya telah dilaporkan ke Bawaslu Kalsel.
Luthfi menyebut terdapat 7 laporan ke Bawaslu Kalsel di antaranya dugaan politik uang, politisasi bansos, penyalahgunaan tagline, hingga pengerahan RT/RW. Namun seluruh laporan tersebut ditolak Bawaslu Kalsel. Begitu pula permintaan agar seluruh laporan diperiksa ulang ditolak Bawaslu RI mentah-mentah
"Bahwa seluruh laporan tersebut dihentikan begitu saja tanpa alasan yang jelas. Padahal terkait politisasi bansos, Bawaslu Kalsel pernah mengeluarkan pernyatan tegas mengenai larangan politisasi dan sanksi diskualifikasi bagi petahana yang melakukannya," tutup Luthfi.