Deputi Pencegahan Dilaporkan ke Bareskrim, KPK Beri Penjelasan

10 Februari 2020 17:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Deputi Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Deputi Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
ADVERTISEMENT
Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan dilaporkan ke Bareskrim Polri pada 11 Oktober 2019 lalu. Pahala dilaporkan bersama dengan Direktur Utama PT Geo Dipa Energi, Riki Firmanda Ibrahim, oleh Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Bin Saiman.
ADVERTISEMENT
Dalam tanda terima laporan nomor STTL/496/X/2019/Bareskrim, tercantum perkara yang dilaporkan oleh Boyamin. Ia melaporkan Pahala atas dugaan tindak pidana pemalsuan surat yang diduga melanggar UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP pasal 263 ayat (1) dan (2).
Boyamin Saiman. Foto: Marcia Audita/kumparan
Tak dijelaskan dalam surat laporan tersebut apa yang dipermasalahkan sehingga melaporkan Pahala ke Bareskrim. Namun, diduga terkait dengan surat keterangan dalam aktivitas tambang yang dilakukan oleh PT Geo Dipa Energi.
Boyamin merupakan kuasa hukum dari PT Bumigas yang ada kaitannya dalam perkara ini.
Diduga, surat yang dipersoalkan ialah surat yang dikeluarkan Pahala Nainggolan selaku Deputi Pencegahan KPK terkait dengan PT Bumigas. Surat itu diduga dipakai PT Geo Dipa Energi menggugat PT Bumigas ke Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI).
ADVERTISEMENT
Menanggapi laporan tersebut, Plt juru bicara KPK Ali Fikri pun memberikan penjelasannya.
"Pahala Nainggolan menjalankan tugas dalam kapasitas sebagai Deputi Pencegahan (dalam penerbitan surat tersebut)," kata Ali dalam keterangannya kepada wartawan, Senin (10/2).
Deputi Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Ali menjelaskan latar belakang perkara ini. Pada 2005, BUMN PT Geo Dipa dan PT Bumigas menyepakati kerja sama pembangunan 5 unit PLT Panas Bumi-Geotermal.
Namun, hingga Desember 2005, Bumigas disebut tidak melaksanakan kegiatan fisik pembangunan proyek. Bumigas pun disebut tidak menghiraukan surat peringatan dari Geo Dipa.
Pada 26 November 2007, Geo Dipa mengajukan permohonan terminasi kontrak melalui Arbitrase BANI. Putusannya, BANI menyatakan Bumigas melakukan cedera janji.
Kemudian, pada 19 Desember 2008, Bumigas mengajukan permohonan pembatalan kepada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Namun, permohonan tersebut ditolak.
ADVERTISEMENT
Tak menyerah, Bumigas kemudian ajukan PK ke Mahkamah Agung pada 25 Mei 2010. PK itu atas putusan PN Jaksel soal terminasi kontrak Geo Dipa. MA pun menolak PK itu.
Bumigas masih berupaya kembali mengajukan upaya hukum pembatalan putusan BANI. Pada 24 Oktober 2014, MA mengabulkan permohonan tersebut dan membatalkan putusan BANI yang batalkan perjanjian antara PT Geo Dipa dan Bumigas dalam proyek PLT PB Dieng-Patuha (salah satu dari lima proyek).
"Atas putusan ini, Geo Dipa mengajukan PK dua kali yang ditolak oleh majelis hakim," kata Ali.
Plt Jubir KPK Ali Fikri. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Selain mengajukan gugatan, Bumigas juga melaporkan Samsudin Warsa selaku Presdir Geo Dipa ke Bareskrim Polri pada November 2012. Laporan itu dengan tuduhan Samsudin melakukan penipuan.
ADVERTISEMENT
Namun, pada Agustus 2017, PN Jakarta Selatan membebaskan Samsudin dari dakwaan. JPU tidak melakukan banding.
Pada 2 April 2015, Bumi Gas juga melaporkan kembali Dirut Geo Dipa, Tim Jaksa Pengacara Negara, dan kuasa hukum Geo Dipa ke Bareskrim dengan tuduhan memberikan keterangan palsu.
Setelah proses-proses hukum tersebut, Geo Dipa melalui kuasa hukumnya berkoordinasi kepada KPK. Karena dengan dibatalkannya putusan BANI, Bumigas mengklaim bahwa perjanjian hidup kembali, dan Bumigas minta negosiasi.
"Salah satu bagian negosiasi adalah Bumigas meminta (proyek) Patuha I," kata Ali.
"Karena Patuha I adalah aset negara, maka KPK berpendapat bahwa Patuha I tersebut tidak bisa diserahkan kepada pihak ketiga dan tidak ada pembayaran kompensasi terkait hal ini," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Jawaban KPK Atas Laporan Boyamin
Ali menjelaskan, berdasarkan latar belakang kasus, Pahala Nainggolan saat itu bertugas dalam kapasitasnya sebagai Deputi Pencegahan.
Ia mengatakan, ada beberapa dasar Pahala mengeluarkan surat jawaban atas koordinasi yang dilakukan Geo Dipa.
Pertama, KPK menemukan adanya potensi kerugian negara. Sehingga kapasitas KPK dalam hal tersebut berupaya mencegah potensi kerugian negara.
Ali menyebut, dalam proses negosiasi lebih lanjut pada 2017, Bumigas menuntut proyek Patuha I yang telah berproduksi senilai USD 3–4 juta/bulan diserahkan Geo Dipa kepada mereka.
"Karena Patuha I adalah aset negara, maka KPK berpendapat bahwa Patuha I tersebut tidak bisa diserahkan kepada pihak ketiga dan tidak ada pembayaran kompensasi terkait hal ini," kata Ali.
Kedua, KPK mendorong program Pemerintah terkait kebijakan energi terbarukan yang memberikan tenggat waktu tahun 2025, bahwa 23 persen bauran energi adalah energi terbarukan dengan kontribusi besar Ari geothermal.
ADVERTISEMENT
Ketiga, KPK mendorong realisasi implementasi investasi di bidang energi. "Sektor energi juga telah menjadi salah satu fokus KPK sejak lama khususnya renewable energy dan sektor hulu dengan melakukan sejumlah kajian di bidang energi," kata Ali.
Ali pun menegaskan bahwa terkait hal-hal tersebut, KPK tak hanya melakukan pencegahan, melainkan juga penindakan. Namun, ia tak menjelaskan lebih lanjut penindakan itu.
"Paralel, saat upaya pencegahan dilakukan KPK juga melakukan upaya penindakan atas indikasi adanya penyimpangan," pungkas Ali.