Deretan Koruptor Bebas Bersyarat: Suryadharma Ali, Zumi Zola, hingga Pinangki

6 September 2022 21:35 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pinangki Sirna Malasari. Foto: Instagram/@pinangkit
zoom-in-whitePerbesar
Pinangki Sirna Malasari. Foto: Instagram/@pinangkit
ADVERTISEMENT
Hari ini, koruptor ramai-ramai menghirup udara bebas. Mereka bebas bersyarat usai menjalani 2/3 masa pidana penjara. Mulai dari yang dibebaskan dari Lapas Sukamiskin hingga Lapas Kelas IIA Tangerang. Di hari yang sama, mereka kini lepas dari kerangkeng besi.
ADVERTISEMENT
Mereka yang bebas bersyarat pada hari ini, Selasa (6/9) yakni: eks Menteri Agama Suryadharma Ali; mantan Hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar; mantan Gubernur Jambi Zumi Zola; eks Bupati Indramayu Supendi; hingga mantan Bupati Cianjur Irvan Rivano Muchtar. Mereka bebas dari Lapas Sukamiskin.
Kemudian ada eks Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah; mantan Kepala Divisi III/Sipil/II PT Waskita Karya Desi Arryani; Mirawati Basri; dan mantan Jaksa Pinangki Sirna Malasari. Mereka bebas bersyarat dari Lapas Wanita dan Anak Kelas IIA Tangerang.
Mereka mendapatkan bebas bersyarat sesuai dengan aturan dalam UU Pemasyarakatan. Merujuk pada Permenkumham Nomor 3 tahun 2018, setidaknya ada empat syarat bagi narapidana mengajukan bebas bersyarat:
ADVERTISEMENT
Meski bebas, mereka belum bebas secara murni. Selama Pembebasan Bersyarat, mereka harus menjalani wajib lapor dan mengikuti ketentuan yang diatur oleh Balai Pemasyarakatan (Bapas) yang telah ditunjuk di domisili masing-masing.
Berikut sekilas terkait kasus para napi yang kini bebas bersyarat tersebut:
Terpidana korupsi Suryadharma Ali di Tipikor. Foto: ANTARA FOTO/Galih Pradipta
Suryadharma Ali merupakan mantan Menteri Agama yang terjerat dalam kasus korupsi penyelenggaraan ibadah haji tahun 2010-2013 dan penyalahgunaan dana operasional menteri (DOM).
Dalam kasusnya, Suryadharma Ali disebut merugikan negara hingga Rp 27 miliar. Dia divonis 10 tahun penjara dan sudah mulai ditahan sejak April 2015. Kini dia bebas bersyarat.
Patrialis Akbar, tersangka KPK. Foto: Marcia Audita/kumparan
Mantan Hakim MK ini merupakan terpidana penerima suap dari pengusaha daging impor. Suap itu untuk memenangkan perkara uji materi di MK terkait Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang mengatur tentang batasan impor daging.
ADVERTISEMENT
Patrialis ditahan sejak Januari 2017. Hukuman yang dijatuhkan kepadanya ialah 7 tahun penjara. Ia sempat divonis 8 tahun namun dipotong saat Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung.
Zumi Zola usai diperiksa di KPK Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Zumi Zola merupakan terpidana penerima gratifikasi sekaligus penyuap anggota DPRD Jambi. Zumi Zola ditahan sejak April 2018.
Zumi Zola terbukti memberi suap 'ketok palu' kepada sejumlah anggota DPRD Jambi. Nilainya mencapai Rp 16,490 miliar. Atas perbuatannya, ia dihukum 6 tahun penjara.
Bupati Cianjur nonaktif Irvan Rivano Muchtar, usai diperiksa KPK, Selasa (2/4). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Irvan Rivano merupakan narapidana kasus pemotongan Dana Alokasi Khusus SMP Kabupaten Cianjur Tahun 2018. Ia dihukum 5 tahun penjara atas perbuatannya. Irvan mulai ditahan pada Desember 2018 usai terjaring OTT.
Bupati Indramayu nonaktif, Supendi. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Supendi merupakan terpidana suap proyek infrastruktur di lingkungan Pemkab Indramayu. Dia dihukum dihukum 4,5 tahun penjara atas perbuatannya. Dia ditahan sejak 15 Oktober 2019. Kini dia sudah menghirup udara bebas usai pembebasan bersyaratnya disetujui.
ADVERTISEMENT
Terpidana kasus korupsi Ratu Atut Chosiyah mengikuti sidang Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (20/1). Foto: Reno Esnir/ANTARA FOTO
Ratu Atut terjerat dua kasus korupsi. Pertama, Atut bersama adiknya, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, menyuap Akil Mochtar selaku Ketua Mahkamah Konstitusi. Kasus ini terungkap dalam OTT KPK pada 2013 silam.
Ratu Atut dihukum 4 tahun penjara atas perbuatannya. Hukumannya diperberat pada tahap kasasi pada 23 Februari 2015 menjadi 7 tahun penjara. Majelis hakim kasasi yang mengadilinya ialah Artidjo Alkostar, Krisna Harahap, dan M.S. Lumme.
Selain terlibat kasus suap, Ratu Atut juga terjerat kasus korupsi pengadaan alat kesehatan di Pemprov Banten yang merugikan negara hingga puluhan miliar rupiah.
Ia dihukum 5,5 tahun atas perbuatannya itu pada 2017 karena dinilai terbukti memperkaya diri sendiri sebesar Rp 3,859 miliar, dan merugikan negara hingga Rp 79,79 miliar.
ADVERTISEMENT
Mirawati (kiri), tersangka yang merupakan orang kepercayaan mantan anggota DPR Fraksi PDIP I Nyoman Dhamantra, tiba di gedung KPK, Kamis (5/12). Foto: ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
Mirawati Basri merupakan terpidana suap impor bawang putih. Ia dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi karena menjadi perantara dan memberi suap terkait kuota impor bawang putih kepada eks anggota DPR F-PDIP, I Nyoman Dhamantra.
Dhamantra disebut menerima suap terkait pengurusan izin impor bawang putih di Kementerian Perdagangan (Kemendag). Ia menerima suap melalui Mirawati sebesar Rp 2 miliar serta dijanjikan uang Rp 1,5 miliar.
Dhamantra menerima suap dari tiga orang pengusaha. Ketiga orang itu ialah Direktur PT Cahaya Sakti Agro (CSA), Chandry Suanda alias Afung, Dody Wahyudi selaku Direktur PT Sampico Adhi Abattoir, dan Zulfikar selaku swasta.
Suap diberikan agar Dhamantra mengupayakan pengurusan Surat Perizinan Impor (SPI) bawang putih di Kemendag dan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) di Kementerian Pertanian (Kementan) tahun 2019.
ADVERTISEMENT
Dirut JSMR Desi Arryani Foto: Ema Fitriyani/kumparan
Desi Arryani adalah mantan Kepala Divisi Sipil/Divisi III/Divisi II PT Waskita Karya tahun 2008-2011 serta mantan Direktur Operasional PT Waskita Karya.
Ia merupakan terpidana kasus korupsi kontrak pekerjaan fiktif di Waskita Karya. Akibat perbuatannya, Desi Arryani dengan pidana penjara selama 4 tahun.
Desi dan 5 terdakwa lainnya dinilai terbukti merugikan keuangan negara hingga Rp 202,296 miliar dengan membuat 41 kontrak pekerjaan fiktif.
Terdakwa kasus dugaan suap dan gratifikasi pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) Djoko Tjandra, Jaksa Pinangki Sirna Malasari mengikuti sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (7/12). Foto: Rivan Awal Lingga/ANTARA FOTO
Pinangki merupakan mantan jaksa yang terlibat dalam kasus korupsi dan pencucian uang. Mulai dari terima suap USD 500 ribu dari buronan Djoko Tjandra; pencucian uang USD 444.900 atau sekitar Rp 6.219.380.900; hingga pemufakatan jahat menyuap pejabat Mahkamah Agung dan Kejaksaan Agung.
Kasusnya saat itu menggemparkan publik karena sebagai seorang jaksa, dia bisa bertemu dengan mudah dengan seorang buronan. Akan tetapi bukan menangkapnya, Pinangki justru berkongkalikong membantu penyelesaian kasus sang buronan dengan berharap imbalan uang.
ADVERTISEMENT
Atas perbuatannya, dia sempat dituntut 4 tahun penjara oleh jaksa. Dalam sidang putusan, Pinangki pun divonis bersalah menerima suap dari pengusaha Djoko Tjandra agar bisa lolos dari hukuman penjara. Vonis yang dijatuhkan lebih berat dari tuntutan jaksa, yakni 10 tahun penjara.
Belakangan Pengadilan Tinggi DKI justru memotong hukuman Pinangki itu menjadi 4 tahun penjara. Di sisi lain, dia juga telah dipecat dari institusi Kejaksaan.
Kini, para napi koruptor tersebut bebas bersyarat setelah disebut memenuhi syarat formil dan materil.