news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Deretan Pernyataan Kontroversial Mahathir Mohamad: Soal Bugis hingga Kepri

23 Juni 2022 9:00 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mahathir Mohamad. Foto: Behrouz MEHRI / AFP
zoom-in-whitePerbesar
Mahathir Mohamad. Foto: Behrouz MEHRI / AFP
ADVERTISEMENT
Mantan Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad, kembali mencuat dalam pemberitaan utama lantaran menyerukan klaim Malaysia atas Kepulauan Riau pada Minggu (19/6/2022).
ADVERTISEMENT
Pria berusia 96 tahun itu kerap melayangkan pernyataan kontroversial semacam itu. Mahathir sempat bersitegang dengan mitranya dari Barat. Dia mengatakan, umat muslim berhak membantai orang Prancis sebagai pembalasan atas tindakan serupa.
Mahathir juga tidak urung melanggengkan antisemitisme dengan mencela fisik orang Yahudi dan kemudian menghasut orang Islam.
Ketika menghadapi kritik, tanggapannya tidak menyimpang jauh dari justifikasi tidak berdasar. Dia mempersenjatai diri dengan hak kebebasan berekspresi.
"Saya menggunakan hak saya dalam kebebasan berekspresi," kata Mahathir, menanggapi kritik atas komentar antisemitisme pada 2019, dikutip dari The Times of Israel, Rabu (22/6/2022).
Berikut telah kumparan rangkum pernyataan-pernyataan kontroversial pejabat senior tersebut:

Tuduhan Antisemitisme

Ilustrasi umat Yahudi di Israel. Foto: Jalaa Marey/AFP
Mahathir dikenal sebagai kritikus keras Israel. Namun, kritik itu kerap disertai dengan sentimen anti-Yahudi.
ADVERTISEMENT
Mahathir mengadang tuduhan antisemitisme sejak menerbitkan buku bertajuk The Malay Dilemma pada 1970. Dia turut menyalahkan orang Yahudi saat mata uang ringgit jatuh selama krisis ekonomi pada 1997.
"Orang Yahudi tidak hanya berhidung bengkok, mereka juga memahami uang secara naluriah," tulis Mahathir dalam buku tersebut.
Mahathir lalu mengklarifikasi pernyataan-pernyataannya saat berpidato di Universitas Columbia pada 2019.
Dia menolak mengakui kesalahannya. Mahathir beralasan, dia hanya mempraktikkan kebebasan berekspresi.
"Kenapa saya tidak bisa mengatakan sesuatu yang menentang orang Yahudi, ketika banyak orang berkata banyak tentang saya, tentang Malaysia? Saya tidak pernah memprotes, saya tidak berdemo," ujar Mahathir.
"Kebebasan berekspresi adalah kebebasan berekspresi. Ketika Anda berkata, 'tidak, Anda tidak bisa mengatakan ini, Anda tidak boleh antisemitis', maka tidak ada lagi kebebasan berekspresi," tambah dia.
ADVERTISEMENT

Pertikaian dengan Prancis

Orang-orang berkumpul di Place de la Republique di Paris, untuk memberi penghormatan kepada Samuel Paty. Foto: Charles Platiau/Reuters
Mahathir pernah membuat komentar-komentar kontroversial pula terkait Prancis.
Dia menyinggung pembunuhan Samuel Paty pada 2020. Guru sekolah itu dibunuh dan dipenggal oleh seorang warga muslim, Abdoullakh Abouyedovich Anzorov.
Pembantaian tersebut bermula pada kampanye di media sosial yang menargetkan Paty. Seorang muridnya menuduh, Paty menayangkan kartun yang memperlihatkan penghinaan terhadap Nabi Muhammad.
Tudingan itu kemudian terbukti tidak benar. Tetapi, Paty telah telanjur menjadi korban jiwa.
Mengomentari pembunuhan itu, Mahathir memberikan pernyataan yang menyepelekan. Berbagai pihak turut menuduhnya mengagungkan kekerasan.
"Orang Prancis sepanjang sejarah telah membunuh jutaan orang. Banyak di antara [korban] adalah muslim," kata Mahathir.
Perkataan Mahathir menuai kecaman dari banyak pihak. Namun, dia beralasan, mereka salah memahami konteks pernyataan tersebut.
ADVERTISEMENT

Sebut Bugis Perampok

Mantan Perdana Menteri Malaysia Datuk Seri Najib Razak menyatakan akan banding ke Mahkamah Banding dalam jumpa pers usai sidang di Mahkamah Tinggi Kuala Lumpur, Selasa (28/7). Foto: Agus Setiawan/ANTARA FOTO
Ini bukan kali pertama Mahathir menjadi buah bibir bagi masyarakat Indonesia. Dia menarik perhatian serupa berkat pidatonya di Padang Timur pada 2017.
Saat itu, Malaysia tengah menghadapi skandal korupsi dana 1Malaysia Development Berhad (1MDB). Kasus itu melibatkan mantan PM Malaysia, Najib Razak.
Laporan mengungkap, Najib meraup hingga USD 700 juta (Rp 10,4 triliun) melalui proyek tersebut pada Maret-April 2013.
Ketegangan politik itu meningkat seiring Mahathir berupaya menyingkirkan Najib demi meraih jabatan perdana menteri pada pemilihan umum mendatang.
Kepada ribuan orang yang menghadiri agenda tersebut, Mahathir lantas menggambarkan Najib sebagai pencuri dan perampok. Menurut Mahathir, tindakannya berakar pada identitas etnis Najib.
Mahathir lalu menyuruh Najib agar angkat kaki dari Malaysia.
Seorang nelayan Pulau Sabira keturunan Suku Bugis, Nur Ali (kanan) bersama putranya, Akmal dan anak-anak buah kapal (ABK) berada di atas perahunya saat mencari ikan di perairan Laut Jawa, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Foto: Aditya Pradana Putra/ANTARA FOTO
Mahathir melanggengkan stereotip bahwa Suku Bugis adalah bajak laut. Suku Bugis kerap menghadapi generalisasi demikian lantaran kapal-kapal mereka yang umum terlihat di seluruh dunia.
ADVERTISEMENT
"Kita dipimpin oleh seorang Perdana Menteri pencuri, penyamun, perompak. Nah inilah negara kita hari ini. Tak pernah berlaku semacam ini di mana perdana menteri adalah seorang perompak," ujar Mahathir.
"Mungkin karena dia berasal dari lanun [bajak laut] bugis. Entah bagaimana dia sesat sampai ke Malaysia. Pergi baliklah ke Bugis," imbuh dia.
Komentar tersebut menyulut amarah keturunan Suku Bugis di Malaysia. Sultan Selangor, Sharafuddin Idris Shah, turut memberikan kecaman.
Menanggapi respons publik, Mahathir bersikeras bahwa dia tidak merujuk pada komunitas mereka, melainkan hanya Najib.

Klaim Atas Kepulauan Riau

Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad. Foto: AFP/TASS Host Photo Agency/Vladimir SMIRNOV
Mahathir kembali mendatangkan kontroversi lantaran menyerukan klaim atas Singapura dan Kepulauan Riau. Dia mendesak agar Malaysia untuk mengambil alih kedua wilayah tersebut.
"Tentunya kita akan tuntut, tuntut supaya diberi balik kepada Malaysia. Kita juga harus tuntut supaya diberi balik bukan hanya Pulau Batu Pedra Branca ini, Pulau Batu Puteh ini, untuk dikembalikan kepada kita," seru Mahathir dalam pidato yang disiarkan saluran televisi Astro Awani.
ADVERTISEMENT
"Sebaiknya kita tuntut juga Singapura dan pulau-pulau Riau dikembalikan kepada Malaysia sebagai Tanah Melayu," sambungnya.
Menurut Mahathir, Malaysia dulunya terbentang dari dari Segenting Kra di utara ke Pulau Riau di selatan. Namun, negara itu kini hanya mencakup wilayah Semenanjung Malaya.
"Tetapi hari ini, kita cuma tinggal di Semenanjung saja," ujar Mahathir.
Kedutaan Besar Malaysia di Jakarta lantas memberikan klarifikasi. Pihaknya menegaskan, Pemerintah Malaysia tidak memiliki pandangan serupa dengan Mahathir.
"Sebagai individu, Mahathir berhak untuk mengeluarkan pendapat," terang Kuasa Usaha Sementara Kedubes Malaysia di Jakarta, Adlan Mohd Shaffieq, kepada reporter kumparan, Rabu (22/6/2022).
"Namun kenyataan beliau tidak mencerminkan pendirian Pemerintah Malaysia," pungkasnya.