PTR, Tersangka penyiraman Novel Baswedan

Desakan Bentuk Tim Independen Kasus Novel Makin Kuat

31 Desember 2019 4:41 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
RB (depan) dan RM (belakang), dua tersangka penyiram Novel Baswedan di Rutan Polda Metro Jaya, Jakarta, Sabtu (28/12). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
RB (depan) dan RM (belakang), dua tersangka penyiram Novel Baswedan di Rutan Polda Metro Jaya, Jakarta, Sabtu (28/12). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Pelaku penyiram air keras terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan telah ditangkap. Dua orang pelaku berstatus polisi aktif berinisial RM dan RB.
ADVERTISEMENT
Namun, terungkapnya pelaku, bukan berarti kasus selesai begitu saja. Banyak pihak masih mempertanyakan siapa otak atau dalang di balik penyiraman air keras terhadap Novel.
Sejumlah kalangan mulai dari aktivis antikorupsi hingga mantan pimpinan KPK meminta agar segera dibentuk tim independen untuk memantau terus kasus ini. Sebab, sejak ditangkapnya kedua pelaku ini, masih ada kejanggalan. Seperti motif pelaku menyerang Novel karena dendam pribadi.
Tim kuasa hukum Novel Baswedan, Saor Siagian, mengatakan, tak mungkin jika pelaku menyerang kliennya karena dendam pribadi. Sebab menurutnya, Novel Baswedan selama ini tak memiliki hubungan dengan kedua pelaku.
"Tidak masuk akal (Novel Baswedan diserang) kalau dendam pribadi. Karena Novel tidak ada kaitan pribadi dengan dia," kata Saor saat dihubungi, Senin (30/12).
Tim Kuasa Hukum Novel Baswedan, Saor Siagian di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (7/11/2019). Foto: Lutfan Darmawan/kumparan
Diketahui, Novel merupakan pensiunan Polri yang saat ini bertugas di KPK. Selain Novel, terdapat juga beberapa pensiunan Polri lain yang juga bertugas di KPK.
ADVERTISEMENT
Saor mengatakan, polisi harus segera mengungkap motif lengkap mengapa dua polisi aktif itu menyerang Novel Baswedan. Polisi juga diminta untuk mendalami adanya dugaan adanya otak di balik penyerangan ini.
"Dugaan karena Novel Baswedan menangkap pelaku korupsi termasuk petinggi polisi. Itu yang harus didalami polisi," kata dia.
Tim kuasa hukum lainnya, Alghiffari Aqsa menyebut kedua pelaku hanyalah pesuruh. Ia menduga, kedua pelaku yang merupakan anggota polisi aktif itu disuruh seseorang untuk menyerang kliennya itu.
"Pernyataan tersebut memberi petunjuk terkait kasus ini. Memberantas korupsi tanpa pandang bulu, termasuk korupsi di kepolisian, kok dianggap berkhianat," kata Alghiffari saat dihubungi, Senin (30/12).
Mantan pimpinan KPK pun ikut menyuarakan kejanggalan kasus ini, salah satunya adalah Busyro Muqoddas.
ADVERTISEMENT
“Kalau itu sentimen pribadi kenapa baru sekarang orang itu melakukan pengakuan, dan apalagi polisi aktif,” kata Busyro di Kantor PP Muhammadiyah, Yogyakarta, Senin (30/12).
Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM, Busyro Muqoddas. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM tersebut menilai alasan motif pribadi sangat tidak logis.
“Logika seperti yang harus diperkuat teman-teman media. Sangat tidak logis kalau ini karena sentimen pribadi dari siapa pun juga yang mengaku kalau itu,” ujar dia.
Terlebih, Busyro mengungkapkan selama menjabat di KPK, ada sejumlah percobaan pembunuhan atau penganiayaan kepada Novel. Jumlahnya bahkan tujuh kali.
“Sepanjang saya empat tahun di KPK upaya pembunuhan atau penganiayaan terhadap Novel sudah berjalan enam sampai tujuh kali,” ujarnya.
Ketua DPP NasDem Bidang Hukum, Advokasi dan HAM, Taufik Basari. Foto: Dok. NasDem
DPR telah mendorong agar Polri transparan mengusut kasus ini. Anggota Komisi III DPR dari Fraksi NasDem, Taufik Basari, berpandangan, proses penangkapan dua pelaku, RM dan RB, baru sekadar tahap awal. Taufik mengajak publik bersama-sama mengawal kasus ini dan meminta Polri untuk transparan.
ADVERTISEMENT
"Nanti kita lihat apakah perjalanan terhadap proses ini bermasalah atau tidak, masih belum kelihatan. Ya kita berikan saja dulu kepercayaan ini, biar dulu berkembang, berproses," kata Taufik kepada kumparan, Senin (30/12).
"Yang penting kita minta pihak kepolisian bekerja secara independen, kemudian secara transparan juga melaporkan perkembangannya kepada publik, termasuk juga kepada Komisi III. Nah, nanti kita sama-sama awasi. Ini kan baru awal, baru penangkapan baru proses awal," sambungnya.
Sementara, Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM, Zaenur Rohman, menilai perlunya sebuah tim independen untuk mengawasi penuntasan kasus penyerangan terhadap Novel.
"Kalau saya melihat kasus ini sangat menarik perhatian masyarakat, menurut saya ini high profile case. Jadi ini mau tidak mau Presiden harus bentuk tim untuk mengawasi berjalannya kasus ini, seperti halnya TGPF agar kasus ini bisa tuntas. Tidak hanya melakukan pengawasan terhadap kasus ini, tapi juga menuntaskan kasus ini," kata Zaenur saat dihubungi, Senin (30/12).
Zaenur Rohman, peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) Fakultas Hukum UGM, Kamis (16/5). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
Zaenur mengatakan, memang yang berwenang dalam memproses adalah kepolisian. Namun, Presiden sebagai otoritas tertinggi negara bisa ikut berperan dengan memerintahkan dibentuknya tim pencari fakta agar kasus Novel diusut hingga tuntas.
ADVERTISEMENT
"Kenapa penting? (Dibentuk tim) Karena masyarakat melihat ada potensi, harus ditulis potensinya ya, potensi conflict of interest, konflik kepentingan cukup tinggi, karena pelakunya polisi aktif, disidik polisi, didampingi polisi dan korbannya mantan polisi yang bekerja di lembaga yang ketuanya polisi," kata dia.
Maka dari itu, Alghiffari mendesak pemerintah dalam hal ini Presiden Jokowi untuk membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TPGF).
Salah satu alasannya karena dua pelaku penyerangan Novel merupakan anggota Polri aktif. Selain itu, diduga kedua orang itu hanya pesuruh.
"Presiden perlu segera membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta dengan melibatkan orang-orang berintegritas dan kompeten agar kasus serangan terhadap Novel dapat terungkap hingga aktor intelektual atau penggeraknya," kata salah satu anggota Tim Advokasi Novel Baswedan, Alghiffari Aqsa, dalam keterangan tertulisnya, Senin (30/12).
Alghifari Aqsa, Advokat Publik. Foto: Fauzan Dwi Anangga/kumparan
Namun, pembentukan TPGF tersebut perlu landasan hukum atau legalitas dari Jokowi. Namun, Jokowi diragukan untuk membentuk tim tersebut.
ADVERTISEMENT
“Masalahnya seperti usul kita dulu TGPF (Tim Gabungan Pencari Fakta) kan perlu ada legalitas. Legalitas itu kita usulkan dari presiden, tapi presiden tidak membentuk TGPF sejak dulu kala,” ujar Busyro Muqoddas.
Namun hal yang berbeda diungkapkan dari Polri. Karopenmas Div Humas Polri Brigjen Pol Argo Yuwono mengatakan, pelaku bukan menyerahkan diri, tapi ditangkap.
Bahkan, sebelum penangkapan, penyidik melakukan koordinasi dengan Kepala Korps Brimob. Sebab, keduanya merupakan polisi aktif dan berasal dari kesatuan tersebut.
“Yang jelas kami sampaikan bahwa yang bersangkutan adalah kita tangkap. Kita lakukan penangkapan, tapi karena yang bersangkutan punya kesatuan dan punya komandannya. Dari Kabareskrim koordinasi dulu kepada Kakor Brimob kemudian kita lakukan penangkapan,” ucap Argo di Mapolda Metro Jaya, Senin (30/12).
Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Argo Yuwono (tengah) di Mabes Polri, Kamis (5/12). Foto: Mirsan Simamora/kumparan
Dari hasil pemeriksaan sementara, motif penyerangan diduga karena tidak suka dengan penyidik senior KPK tersebut.
ADVERTISEMENT
“Seperti yang dikatakan (pelaku) bahwa dia tidak suka NB (Novel Baswedan), dianggap sebagai pengkhianat,” ujar Kabagpenum Divisi Humas Polri Kombes Pol Asep Adi Saputra kepada kumparan, Minggu (29/12).
Namun Asep tak merinci mengapa tersangka RB menganggap Novel sebagai pengkhianat.
Menanggapi banyaknya desakan untuk membentuk TPGF, Jokowi sepertinya tak mendengar masukan tersebut. Jokowi mengatakan tak perlu membentuk tim apa pun, yang terpenting semua pihak memantau kasus ini.
"Semua mengawasi dari dulu, tam tim tam tim. Ha..ha.. Tim pencari fakta ya apa pun, yang paling penting dikawal semua, bareng-bareng mengawal, agar peristiwa itu tidak terulang lagi. Yang paling penting itu," kata Jokowi di Kota Lama Semarang, Jawa Tengah, Senin (30/12).
Presiden Joko Widodo memimpin rapat kabinet terbatas di Istana Bogor, Jawa Barat, Jumat (27/12/2019). Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
Bagi Jokowi, yang penting tidak perlu ada kegaduhan baik sebelum maupun setelah kasus Novel Baswedan ini terungkap. Jokowi berharap masyarakat beri kepercayaan kepada Kepolisian untuk mengusut tuntas kasus itu.
ADVERTISEMENT
"Jangan sebelum ketemu, ribut. Setelah ketemu, ribut... Berikanlah polisi kesempatan untuk membuktikan bahwa itu benar-benar pelaku, motifnya apa, semuanya," ujarnya.
"Jangan ada spekulasi-spekulasi terlebih dahulu. Oh baru ditangkap kemarin," tambahnya.
Infigrafik Akhir Pencarian Penyerang Novel Baswedan. Foto: Masayu Antarnusa/kumparan
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten