IJTI: Pasal 27 UU ITE adalah Monster, Seperti Dementor di Harry Potter

11 Maret 2021 9:39 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
UU ITE (Ilustrasi) Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
UU ITE (Ilustrasi) Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Sejumlah asosiasi media menjadi salah satu pihak yang diajak diskusi oleh Tim Kajian UU ITE. Hal itu tak terlepas dari beberapa kali UU ITE bersinggungan dengan kerja wartawan.
ADVERTISEMENT
Dalam diskusi virtual yang digelar pada Rabu (11/3), sejumlah asosiasi media hadir. Mulai dari Dewan Pers, Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), hingga LBH Pers.
Dalam paparannya, Sementara itu, Ketua Dewan Pertimbangan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Imam Wahyudi, menilai asas dan tujuan dari UU ITE sangat mulia, bahkan sejalan dengan prinsip jurnalisme yaitu untuk kemaslahatan publik.
Namun dalam perjalanannya, UU ITE dipandang malah justru menjadi momok yang menakutkan. Imam berharap agar UU ITE tak hanya direvisi agar tidak lagi mengancam kebebasan pers.
"Pasal 27 UU ITE adalah monster yang kemudian selama ini bukan hanya menghantui namun seperti Dementor di film Harry Potter, benar-benar menghisap bukan hanya ke penjara namun juga nyali mereka karena ada pasal 27 ayat 3 dan juga pasal 28 dan pasal 40 soal ancamannya," ujar Imam kepada Tim Kajian UU ITE.
Ilustrasi Wartawan Foto: Pixabay
Hal senada disampaikan Direktur Eksekutif LBH Pers, Ade Wahyudin. Ia mengatakan, meski kebebasan pers menjadi amanat konstitusi yang keberadaanya diakui dan dijamin undang-undang, tapi praktiknya masih banyak ditemukan regulasi yang semangatnya bertentangan dengan UU Pers, salah satunya adalah UU ITE.
ADVERTISEMENT
"UU ITE dianggap menjadi salah satu penghambat kebebasan pers. Meskipun UU ITE diklaim tidak menyasar Pers, namun nyatanya terdapat banyak kasus wartawan yang dijerat dengan UU ITE bahkan hingga divonis bersalah oleh Hakim," tegas Ade Wahyudin.
Ilustrasi jurnalisme. Foto: Pixabay
Sedangkan perwakilan dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Sasmito Madrim berharap pemerintah memiliki komitmen dan serius dalam merevisi UU ITE. Sebab, AJI mencatat ada 25 kasus kriminalisasi terhadap jurnalis yang sebagian di ataranya berkaitan dengan UU ITE. Sementara dalam 4 tahun terakhir tercatat 19 kasus UU ITE terkait dengan Pers.
"Kalau berkaca dari kasus-kasus yang dialami oleh teman-teman jurnalis, ini sudah sangat mengganggu kerja jurnalisme, padahal dalam melakukan kerja jurnalisme, sudah dilindungi oleh undang-undang," ujar Sasmito.
ADVERTISEMENT
Sementara, AMSI meminta Tim Kajian UU ITE tidak hanya fokus dalam menyehatkan dunia digital. Menurut AMSI, perlu juga ada penerapan aturan yang ketat terhadap platform digital.
Ketua AMSI, Wenseslaus Manggut di Kemenkopolhukam, Rabu (27/11). Foto: Maulana Ramadhan/kumparan
Ketua Umum Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Wenseslaus Manggut menilai platform digital seharusnya turut bertanggung jawab mengawasi konten bermuatan negatif. Karena hampir 90 persen konten media sosial distribusinya dikuasai oleh Platform digital.
“Maka kebencian sudah menjelma menjadi produk yang laku dijual, karena yang nonton banyak, engagement kebencian dan hoax itu tinggi sekali. Begitu ada orang yang buat video yang nuansanya kebencian, provokatif, cepat sekali share-nya, orang yang nonton semakin banyak dan kalau ada iklan yang masuk maka dia menjelma menjadi produk. Bayangkan kalo yang kita atur hanya orang yang bikin videonya tanpa mengatur platfomnya. Yang bikin video kita tangkap, platformnya tetap untung karena videonya tetap ditonton oleh ribuan orang,” ujar Wens Manggut yang juga Chief Content Officer (COO) KapanLagi Younivers ini.
Tim Kajian lakukan rapat bahas revisi Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Foto: Humas Kemenkopolhukam
Respons beragam dari berbagai narasumber terhadap polemik UU ITE ini akan menjadi kajian Tim bentukan Menkopolhukam Mahfud MD. Ketua Tim Kajian UU ITE Sugeng Purnomo menyebut pers memegang peranan penting dalam era demokrasi. Sehingga penting pula untuk menjadi salah satu narasumber yang memberi masukan terhadap UU ITE.
ADVERTISEMENT
"Hal yang sangat menarik adalah bahwa tidak bisa dipungkiri di alam demokrasi peran dari teman-teman media sangat berguna dalam memberikan informasi. Kita menghadirkan para narasumber untuk kita dengar, apa yang menjadi pemikiran para narasumber untuk kita catat dan nanti kita diskusikan. Semoga tim dapat menyelesaikan tugas dengan baik," pungkas Sugeng.
Tim Kajian UU ITE berdiskusi dengan sejumlah pihak terkait UU ITE. Foto: Dok. Kemenko Polhukam
Beberapa hari terakhir, Tim Kajian UU ITE sudah mengundang sejumlah pihak untuk memberi masukan. Termasuk mengundang mereka yang pernah menjadi Pelapor atau Terlapor terkait UU ITE.
Tim Kajian UU ITE masih membuka masukan dan saran dari masyarakat yang belum sempat diundang menjadi narasumber. Bagi masyarakat ingin memberi masukan kepada tim bisa melalui email: [email protected] dan SMS/WhatsApp di: 082111812226.
Infografik 9 Pasal Karet di UU ITE. Foto: kumparan