Dewas KPK Tolak Laporkan Pidana Lili Pintauli: Bukan Tugas Dewan Pengawas

18 September 2021 16:43 WIB
ยท
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar mengikuti upacara pelantikan Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK di Istana Negara, Jakarta.  Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar mengikuti upacara pelantikan Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK di Istana Negara, Jakarta. Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dewan Pengawas KPK menyatakan Lili Pintauli Siregar terbukti melanggar etik. Wakil Ketua KPK itu terbukti berkomunikasi dengan tersangka korupsi serta menggunakan pengaruh posisinya untuk kepentingan pribadi.
ADVERTISEMENT
Terkait komunikasinya dengan pihak yang berperkara, sejumlah kalangan menilai Lili Pintauli layak dipidana. Sebab, hal itu tidak hanya melanggar etik, tapi juga melanggar ketentuan dalam UU yang terdapat ancaman pidananya.
Laporan etik Lili Pintauli ke Dewas KPK dilakukan oleh Sujanarko, Novel Baswedan, dan Rizka Anungnata. Setelah vonis etik dijatuhkan, ketiganya juga meminta Dewas KPK menindaklanjutinya dengan melaporkan pidana Lili Pintauli ke penegak hukum. Ketiganya bersurat ke Dewas KPK agar Lili Pintauli dilaporkan.
Dewas KPK pun membalas surat permintaan ketiga pegawai KPK itu. Dalam suratnya, Dewas KPK menolak melaporkan pidana Lili Pintauli. Dewas KPK beralasan bahwa hal itu bukan merupakan tugas mereka.
Surat tertanggal 16 September 2021 itu diteken oleh anggota Dewas KPK Indriyanto Seno Adji.
Ketua KPK Firli Bahuri (kiri) bersama Anggota Dewas KPK Indriyanto Seno Adji (tengah), dan Ketua Dewas KPK Tumpak Panggabean saat konferensi pers di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi (ACLC) KPK, Jakarta, Kamis (29/4/2021). Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA FOTO
"Bahwa permasalahan yang Saudara sampaikan tidak terkait dengan tugas Dewan Pengawas KPK sebagaimana tertuang dalam Pasal 37 B Undang-Undang No 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," bunyi surat Dewas KPK.
ADVERTISEMENT
"Bahwa tidak ada ketentuan dalam Peraturan Dewan Pengawas tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku yang mewajibkan Dewan Pengawas untuk melaporkan dugaan perbuatan pidana yang dilakukan oleh Insan Komisi Pemberantasan Korupsi," masih dalam surat Dewas KPK.
Dewas KPK beralasan bahwa pidana terkait Lili Pintauli termasuk rumusan delik biasa, bukan delik aduan. Sehingga menurut Dewas KPK, siapa pun bisa melaporkannya.
"Oleh karena perbuatan pidana yang diduga dilakukan oleh Lili Pintauli Siregar merupakan rumusan delik biasa dan bukan delik aduan, sehingga siapa pun dapat melaporkan kepada penegak hukum oleh siapa pun dan tidak harus Dewan Pengawas yang melaporkannya," kata Dewas KPK.
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar berada dalam Mobil usai Sidang Etik di Jakarta, Senin (30/8). Foto: Reno Esnir/ANTARA FOTO
Selain itu, Dewas KPK menilai ada konflik kepentingan bila kemudian melaporkan Lili Pintauli ke penegak hukum. Sebab, Dewas KPK sudah menyidangkan etik mantan Komisioner LPSK itu.
ADVERTISEMENT
"Tidaklah tepat apabila Dewan Pengawas menindaklanjuti putusan etik tersebut kepada aparat penegak hukum untuk ditangani secara pidana karena berpotensi menimbulkan benturan kepentingan (conflict of interest) mengingat Dewan Pengawas melalui Majelis Etik telah memeriksa dan memutus dugaan perbuatan tersebut," kata Dewas KPK.
Tak hanya itu, Dewas KPK pun menyatakan bukan termasuk ASN berdasarkan pengertian dalam pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Sehingga Dewan Pengawas tidak mempunyai kewajiban untuk melaporkan adanya dugaan perbuatan pidana yang dilakukan oleh Lili Pintauli Siregar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 ayat (3) KUHAP.
Novel Baswedan sebelumnya merujuk pada Pasal 108 ayat (3) KUHAP bahwa Dewas KPK wajib melaporkan pidana Lili Pintauli. Bunyi pasal itu mengatur adanya kewajiban bagi pegawai negeri melapor bila mengetahui adanya tindak pidana.
ADVERTISEMENT
Berikut bunyi pasalnya:
Setiap pegawai negeri dalam rangka melaksanakan tugasnya yang mengetahui tentang terjadinya peristiwa yang merupakan tindak pidana wajib segera melaporkan hal itu kepada penyelidik atau penyidik.
Lili Pintauli Siregar terbukti melanggar etik terkait dua hal. Menyalahgunakan pengaruh untuk kepentingan pribadi serta berhubungan langsung dengan pihak yang perkaranya ditangani KPK.
Pertama, ia menggunakan pengaruhnya untuk membantu adik iparnya. Salah satunya dengan meminta bantuan Wali Kota Tanjungbalai, Syahrial.
Wali Kota Tanjungbalai H.M Syahrial. Foto: Pemkot Tanjungbalai
Kedua, ia berkomunikasi dengan Syahrial membahas kasus. Lili Pintauli memberi tahu bahwa Syahrial mempunyai kasus di KPK. Tak hanya itu, ia bahkan memberikan nomor pengacara sebagai bantuan untuk Syahrial.
Atas perbuatannya, Dewas KPK menjatuhkan hukuman pemotongan gaji selama setahun. Namun, hukuman itu dinilai kurang.
ADVERTISEMENT
Terlebih, Lili Pintauli mengakui perbuatannya tersebut akan tetapi tidak merasa bersalah.
Sejumlah kalangan menilai Lili Pintauli layak dipidana. Apalagi perbuatannya dianggap melanggar UU yang memuat ancaman pidana.
Aturan larangan berkomunikasi dengan pihak yang berperkara memang tidak hanya diatur dalam Kode Etik, dalam UU KPK pun hal tersebut diatur. Yakni dalam Pasal 36 UU Nomor 30 Tahun 2002, yakni Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dilarang:
a. mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi dengan alasan apa pun;
Bila melanggar, maka ada konsekuensi pidana yang bisa diterapkan, yakni ancaman maksimal 5 tahun penjara. Hal itu diatur dalam Pasal 65, berikut isinya:
ADVERTISEMENT
Setiap Anggota Komisi Pemberantasan Korupsi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
Kedua pasal di atas tidak diubah dalam UU baru KPK yakni UU Nomor 19 Tahun 2019.