Di Depan Hakim, Bupati Talaud Bantah Korupsi dan Nyanyi Lagu Rohani

2 Desember 2019 18:35 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bupati Kepulauan Talaud, Sri Wahyumi Maria Manalip usai menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (18/11/2019).
 Foto: ANTARA FOTO/Galih Pradipta
zoom-in-whitePerbesar
Bupati Kepulauan Talaud, Sri Wahyumi Maria Manalip usai menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (18/11/2019). Foto: ANTARA FOTO/Galih Pradipta
ADVERTISEMENT
Bupati Kepulauan Talaud nonaktif, Sri Wahyumi Maria Manalip, mengeluhkan tuntutan 7 tahun penjara yang diberikan jaksa penuntut umum KPK kepadanya.
ADVERTISEMENT
Menurutnya tuntutan itu tak sepadan dengan kerja kerasnya selama ini membangun Kabupaten Talaud.
"Apakah tuntutan ini adalah imbalan atas kerja keras saya yang selama ini membangun Indonesia dari ujung perbatasan? Apakah tuntutan ini imbalan bagi saya yang mengangkat harkat dan maratabat orang di perbatasan?" keluh Sri Wahyumi saat membacakan nota pembelaan (pleidoi) di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (2/12).
"7 tahun penjara ini sangat memberatkan bagi saya dan sungguh tidak adil. Sepertinya saya ini sudah dianggap melakukan kejahatan luar biasa bagi masyarakat dan daerah yang saya pimpin," sambungnya.
Sebelumnya jaksa KPK menilai Sri Wahyumi terlibat dalam perkara suap lelang proyek revitalisasi pasar di Kabupaten Talaud. Ia pun dituntut hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Jaksa KPK juga menuntut pencabutan hak politik bagi Sri Wahyumi selama 5 tahun terhitung setelah selesai menjalani pidana penjara.
ADVERTISEMENT
Tetapi Sri Wahyumi menganggap hukuman tersebut, khususnya pencabutan hak politik, sebagai bentuk pembunuhan karakter.
"Apakah saya menggunakan jabatan politik saya untuk menyengsarakan masyarakat Talaud dan merugikan negara sehingga saya dituntut dengan hukuman tambahan yakni mencabut hak politik. Sungguh ini sangat tidak manusiawi dan ini adalah pembunuhan karakter bagi saya," ucap Sri Wahyumi.
Bupati Kepulauan Talaud, Sri Wahyumi Maria Manalip usai jalani sidang tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (18/11/2019). Foto: ANTARA FOTO/Galih Pradipta
Sri Wahyumi juga mengomentari OTT yang dilakukan KPK kepadanya. Sri Wahyumi menganggap KPK begitu bernafsu menangkapnya. Padahal ia sama sekali tak membawa barang bukti.
Ia pun kembali menegaskan tak memiliki niat sama sekali untuk mencuri uang negara apalagi melakukan korupsi seperti yang dituduhkan jaksa KPK.
"Saya tidak merampok uang negara, saya tidak berniat menerima suap, dan saya tidak melakukan korupsi," ucap Sri Wahyumi.
ADVERTISEMENT
Sehingga Sri Wahyumi meminta majelis hakim menjatuhkan putusan yang seadil-adilnya.
"Nota pembelaan saat ini sangat tulus dan sejernih hati saya. Semoga masih ada keadilan yang tersisa bagi saya," kata Sri Wahyumi.
Menariknya sebelum mengakhiri pleidoinya, Sri Wahyumi menyanyikan sebuah lagu rohani berjudul "Di Doa Ibuku Namaku Disebut". Lagu itu dinyanyikannya dengan terisak di hadapan majelis hakim.
Dalam kasusnya, Sri Wahyumi dinilai terbukti menerima suap berupa uang senilai Rp 100 juta, 1 unit ponsel satelit merek Thuraya beserta pulsa dengan nilai Rp 28,08 juta, tas tangan merek Chanel senilai Rp 97,36 juta.
Sri Wahyumi juga dinilai menerima tas tangan merek Balenciaga senilai Rp 32,995 juta, jam tangan merek Rolex senilai Rp 224,5 juta, cincin merek Adelle senilai Rp 76,925 juta, dan anting merek Adelle senilai Rp 32,075 juta. Total suap yang dinilai diterima Sri Wahyumi dari pengusaha bernama Bernard Hanafi Kalalo mencapai Rp 491 juta.
ADVERTISEMENT
Suap itu diberikan agar Sri Wahyumi membantu Bernard memenangkan lelang proyek revitalisasi Pasar Beo dan revitalisasi Pasar Lirung di Kabupaten Talaud tahun anggaran 2019.