
Diancam Dicoret dari KK karena Orang Tua Tak Setujui Calon Suami, Apa Solusinya?
3 Maret 2021 14:32 WIB
ADVERTISEMENT
Permasalahan anak dan orang tua di dalam keluarga memang lazim terjadi. Termasuk perbedaan pendapat akan suatu hal tertentu.
ADVERTISEMENT
Namun, bagaimana bila permasalahan tersebut melewati batas? Bahkan hingga disertai dengan ancaman pencoretan dari Kartu Keluarga.
Misalnya seperti contoh di bawah ini:
Orang tua saya mengancam mengusir saya dan mengatakan akan menghapus saya dari KK jika saya menikah dengan laki-laki pilihan saya. Beberapa kali saya juga dihardik dan dipukul oleh Ibu saya. Bagaimana pandangan di mata hukum? Apa yang bisa saya lakukan?
Berikut jawaban Taufan Adi Wijaya, S.H., M.H., C.L.A., pengacara yang tergabung dalam Justika:
Sebelumnya kami haturkan rasa turut prihatin atas ketidaksepahaman Anda dengan Ibu Anda yang menyebabkan terjadinya peristiwa ini. Perkenankan kami untuk memberikan penjelasan terhadap hal-hal yang Anda alami.
Dalam konstitusi, yaitu Pasal 28B ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD 1945) mengatur bahwa: “Setiap orang berhak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.”
ADVERTISEMENT
Artinya, sudah menjadi hak setiap orang untuk menikah dengan siapa pun sesuai kehendak atau pilihannya dengan tujuan membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan. Kebebasan manusia untuk memilih pasangan hidupnya dengan membentuk suatu keluarga juga diatur di dalam Pasal 10 UU HAM Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM) yang mengatur bahwa:
(1) Setiap orang berhak membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.
(2) Perkawinan yang sah hanya dapat berlangsung atas kehendak bebas calon suami dan calon istri yang bersangkutan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Anda tidak menjelaskan secara rinci terkait usia Anda dan pria pilihan Anda. Dalam Pasal 7 ayat (1) UU Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, mengatur bahwa:
ADVERTISEMENT
“Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun.”
Sedangkan Pasal 6 ayat (2) UU Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 mengatur bahwa:
"Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua."
Kami asumsikan bahwa Anda dan pria pilihan Anda adalah telah dewasa dengan usia di atas 21 tahun. Terkait mengenai hubungan Anda yang tidak direstui oleh Ibu Anda, apabila usia Anda telah mencapai usia 21 tahun atau lebih, maka Anda tidak lagi memerlukan izin dari orang tua untuk dapat tetap melangsungkan pernikahan dengan pria pilihan Anda.
Meski tidak lagi memerlukan persetujuan orang tua, Anda tetap perlu memperoleh surat pengantar dari pihak kelurahan di wilayah tempat tinggal Anda. Surat pengantar dari kelurahan ini diperlukan sebagai syarat kelengkapan administrasi pencatatan perkawinan baik di Kantor Urusan Agama (KUA) atau Kantor Catatan Sipil (KCS).
ADVERTISEMENT
Hal ini diatur antara lain dalam Pasal 2 ayat (2) UU Perkawinan jo Pasal 6 ayat (2) PP Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Dicoret dari KK, Apakah Bisa?
Kami lanjutkan pembahasan kami dan masuk kepada hal terkait mengenai pernyataan Ibu Anda yang akan menghapus nama anda dari KK (Kartu Keluarga) apabila Anda sampai menikah dengan laki-laki pilihan Anda.
KK (Kartu Keluarga) diatur di dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (UU Adminduk). Dalam Pasal 1 angka 13 UU Adminduk Nomor 24 tahun 2013 dijelaskan bahwa:
“Kartu Keluarga (KK) adalah kartu identitas keluarga yang memuat data tentang nama, susunan dan hubungan dalam keluarga, serta identitas anggota keluarga”.
ADVERTISEMENT
Lalu pada Pasal 61 ayat 1 UU Adminduk Nomor 23 tahun 2006 dijelaskan bahwa:
“KK memuat keterangan mengenai kolom nomor KK, nama lengkap kepala keluarga dan anggota keluarga, NIK, jenis kelamin, alamat, tempat lahir, tanggal lahir, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, status hubungan dalam keluarga, kewarganegaraan, dokumen imigrasi, nama orang tua.”
Perubahan KK hanya dapat dilakukan apabila terjadi peristiwa kependudukan. Penjelasannya termuat dalam Pasal 1 angka 11 UU Adminduk Nomor 23 tahun 2006 yang dijelaskan bahwa:
“Peristiwa Kependudukan adalah kejadian yang dialami Penduduk yang harus dilaporkan karena membawa akibat terhadap penerbitan atau perubahan Kartu Keluarga, Kartu Tanda Penduduk dan/atau surat keterangan kependudukan lainnya meliputi pindah datang, perubahan alamat, serta status tinggal terbatas menjadi tinggal tetap.”
ADVERTISEMENT
Segala perubahan dalam KK tidak bisa dilakukan sendiri oleh Ibu Anda dengan mencoret nama Anda walaupun selaku sebagai orang tua Anda. Karena segala perubahan dalam susunan anggota keluarga dilaporkan kepada instansi pelaksana untuk diterbitkan KK baru sebagaimana diatur dalam Pasal 62 ayat 2 UU Adminduk Nomor 23 tahun 2006. Dalam penjelasannya yang dimaksud dengan "perubahan susunan keluarga dalam KK” adalah perubahan yang diakibatkan adanya Peristiwa Kependudukan atau Peristiwa Penting seperti pindah datang, kelahiran, atau kematian.
Dasar Keinginan Ibu Anda dalam mencoret nama Anda juga bukan dikarenakan termasuk dalam suatu peristiwa penting yang sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 17 UU Adminduk Nomor 24 tahun 2013 yang mengatur bahwa:
“Peristiwa Penting adalah kejadian yang dialami oleh seseorang meliputi kelahiran, kematian, lahir mati, perkawinan, perceraian, pengakuan anak, pengesahan anak, pengangkatan anak, perubahan nama dan perubahan status kewarganegaraan.”
ADVERTISEMENT
Bagaimana Bila yang Dimaksud Ialah soal Warisan?
Apabila yang dimaksud oleh ibu Anda mencoret nama anda dari KK adalah di mana Anda tidak mendapatkan harta waris dari orang tua Anda, maka perlu diketahui bahwa seseorang tidak bisa menjadi ahli waris apabila termasuk dalam ketentuan Pasal 838 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mengatur bahwa:
“Orang yang dianggap tidak pantas untuk menjadi ahli waris, dan dengan demikian tidak mungkin mendapat warisan, ialah:
ADVERTISEMENT
Dan bagi yang beragama Islam, yang dimaksud “terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris” sebagaimana diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) yaitu adalah di mana ahli waris tidak beragama Islam. Hal ini sesuai ketentuan Pasal 171 huruf c KHI yang menyatakan bahwa yang dapat menjadi ahli waris adalah yang beragama Islam. Kemudian Pasal 173 KHI mengatur bahwa:
“Seorang terhalang menjadi ahli waris apabila dengan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dihukum karena:
a. dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat para pewaris;
b. dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewaris telah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 tahun penjara atau hukuman yang lebih berat.”
ADVERTISEMENT
Dengan kata lain, berdasarkan hal-hal yang kami jelaskan maka hal peristiwa yang Anda sampaikan dan alami saat ini tidak dapat dijadikan alasan maupun dasar bagi Ibu Anda untuk mencoret nama Anda pada kartu keluarga. Serta tidak dapat menghalangi Anda menjadi ahli waris apabila hal tersebut yang dimaksudkan.
Hardikan dan Pemukulan
Kami lanjutkan dengan masuk pada pembahasan mengenai bahwa Anda telah beberapa kali mengalami hardikan dan pemukulan oleh Ibu Anda. Pemukulan merupakan tindak pidana penganiayaan yang diatur dalam Pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang mengatur bahwa:
“(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah,
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
ADVERTISEMENT
(3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
(5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.”
Kemudian Pasal 356 angka 1 KUHP mengatur bahwa:
“Pidana yang ditentukan dalam pasal 351, 353, 354 dan 355 dapat ditambah dengan sepertiga bagi yang melakukan kejahatan itu terhadap ibunya, bapaknya yang sah, istrinya, atau anaknya.”
Namun dikarenakan penghardikan dan pemukulan ini dilakukan oleh Ibu kepada Anda yang statusnya adalah sebagai anak kandungnya, dan walaupun usia Anda sudah dewasa namun Anda masih merupakan anggota keluarga, maka tindakan yang dilakukan oleh Ibu Anda kepada anda termasuk dalam tindak pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Di mana ketentuan dan sanksi pidana atas KDRT tersebut diatur di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT).
ADVERTISEMENT
Dalam Pasal 1 angka 1 UU PKDRT dijelaskan bahwa KDRT adalah:
“Setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.”
Adapun ruang lingkup rumah tangga menurut Pasal 2 ayat (1) UU PKDRT terdiri atas:
a. suami, istri, dan anak;
b. orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud pada huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga; dan/atau
c. orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut.
Berbagai bentuk kekerasan yang dikategorikan sebagai KDRT menurut Pasal 5 UU PKDRT terdiri atas:
ADVERTISEMENT
a. kekerasan fisik;
b. kekerasan psikis;
c. kekerasan seksual; dan
d. penelantaran rumah tangga.
Ketentuan pidana terhadap perbuatan-perbuatan tersebut kemudian diatur lebih lanjut dalam Pasal 44 dan Pasal 45 UU PKDRT.
Pemukulan yang dilakukan oleh Ibu Anda kepada Anda adalah merupakan tindak pidana KDRT yang tergolong sebagai kekerasan fisik. Karena Anda tidak menjelaskan secara rinci akibat dari pemukulan tersebut, maka kami asumsikan yang dilakukan oleh Ibu Anda terhadap anda adalah pemukulan yang termasuk dalam perbuatan kekerasan fisik yang ketentuan pidananya diatur di dalam Pasal 44 ayat 1 UU PKDRT, yang mengatur bahwa:
“Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).”
Anda juga tidak menjelaskan dan menjabarkan secara rinci mengenai jenis penghardikan yang dilakukan oleh Ibu Anda kepada Anda. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), makna menghardik adalah mengata-ngatai dengan kata-kata yang keras; membentak-bentak. Sehingga berdasarkan hal yang Anda sampaikan, kami asumsikan bahwa selain kekerasan fisik, Ibu Anda juga telah melakukan kekerasan psikis terhadap Anda.
ADVERTISEMENT
Ketentuan pidana atas tindak pidana tersebut diatur Pasal 45 ayat 1 UU PKDRT yang mengatur bahwa:
“Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 9.000.000,00 (sembilan juta rupiah).”
Demikian yang dapat kami sampaikan. Namun karena bagaimanapun juga Beliau adalah ibu kandung Anda yang merawat dan membesarkan Anda sejak kecil. Demi menjaga keharmonisan hubungan antara ibu dan anak di dalam keluarga, kami sangat menyarankan bahwa hendaknya Anda dan pria pilihan Anda tetap lebih mengutamakan jalan musyawarah dengan membicarakan masalah ini secara baik-baik dengan Ibu Anda dan keluarga.
ADVERTISEMENT
Dalam proses musyawarah kekeluargaan, sebaiknya melibatkan keluarga besar dan atau mengundang tokoh agama yang dihormati oleh keluarga besar Anda. Karena masalah dalam keluarga sudah sepatutnya untuk diselesaikan secara baik-baik dengan musyawarah kekeluargaan tanpa perlu melalui jalur hukum.
Artikel ini merupakan kerja sama kumparan dan Justika