Dianggap Tak Islami, Qatar Sita Mainan Anak Berwarna Pelangi

21 Desember 2021 18:13 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi mainan anak-anak warna-warni atau warna pelangi. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi mainan anak-anak warna-warni atau warna pelangi. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Pemerintah Qatar melakukan penyitaan terhadap mainan-mainan anak bercorak pelangi dari berbagai toko. Mainan-mainan tersebut dianggap tidak Islami.
ADVERTISEMENT
Hal itu diungkapkan oleh Kementerian Perdagangan dan Industri Qatar (MOCI) pada Senin (20/12) lewat akun Twitter resmi mereka.
Dalam cuitannya, mereka tidak menjelaskan alasan dari penyitaan tersebut. Tetapi, sejumlah mainan yang dimaksud memiliki warna pelangi yang serupa dengan bendera kelompok LGBT.
“Kementerian Perdagangan dan Industri melakukan kampanye inspeksi di sejumlah toko di beberapa wilayah berbeda di penjuru Qatar,” tulisnya, sebagaimana dikutip dari AFP.
“Kampanye ini berujung pada penahanan dan pelepasan sejumlah pelanggaran, termasuk penyitaan mainan anak dengan slogan yang berlawanan dengan nilai-nilai Islam,” lanjutnya.
Ilustrasi mainan anak-anak warna-warni atau warna pelangi. Foto: Shutter Stock
MOCI mengunggah cuitan tersebut bersamaan dengan foto mainan anak berwarna pelangi.
“Kementerian mendesak seluruh warga negara dan penduduk untuk melaporkan produk apa pun yang memiliki logo atau desain yang berlawanan dengan tradisi kita,” ujar MOCI dalam pernyataan di kantor berita resmi QNA.
ADVERTISEMENT
Qatar akan menjadi tuan rumah Piala Dunia tahun depan. Meskipun Pemerintah Qatar menekankan mereka akan menerima siapa pun untuk kunjungan pada Piala Dunia 2022, homoseksualitas masih ilegal di negara berpenduduk mayoritas Muslim itu.
Pemerintah Qatar belum memberikan keterangan lebih lanjut soal alasan di balik kebijakan itu, dan kenapa dianggap tidak Islami.
Sejak ditunjuk sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022, perhatian dunia tertuju pada HAM di Qatar. Selain hak-hak kelompok LGBT, kondisi puluhan ribu pekerja migran membangun infrastruktur untuk pesta olahraga tersebut menjadi fokus tersendiri.