Didakwa Korupsi Dana Pelatnas Triathlon, Mark Sungkar Merasa Dikriminalisasi

3 Maret 2021 17:33 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mark Sungkar. Foto: Youtube/The Sungkars Family
zoom-in-whitePerbesar
Mark Sungkar. Foto: Youtube/The Sungkars Family
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Aktor Mark Sungkar sudah menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta. Ia didakwa terlibat korupsi saat menjabat Ketua Umum Pengurus Pusat Federasi Triathlon Indonesia (PPFTI) periode 2015-2019.
ADVERTISEMENT
Ia didakwa korupsi berupa laporan fiktif dana kegiatan pelatnas triathlon di The Cipaku Garden Hotel, Bandung, Jawa Barat, pada 2018. Perbuatannya disebut merugikan keuangan negara sebesar Rp 694.900.000. Dari kerugian negara Rp 694,9 juta, Mark diduga menikmati uang sebesar Rp 399 juta.
Terkait dakwaan itu, Mark Sungkar membantahnya. Mark Sungkar melalui kuasa hukumnya, Fahri Bachmid, merasa dikriminalisasi di kasus tersebut.
"Klien kami selaku pimpinan dalam PPFTI pada 2015-2019. Proposal kegiatan diajukan secara profesional kepada Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) untuk keperluan Pelatnas Prima Triathlon Indonesia (Asian Games Indonesia 2018), bertanggal 29 November 2017," kata Fahri dalam keterangan tertulisnya, Rabu (3/3).
Dalam dakwaan disebutkan bahwa laporan fiktif itu karena Mark tidak segera mengembalikan sisa bantuan dana dari Kemenpora ke kas negara. Masih dalam dakwaan, Mark disebut melalui rekening pribadinya diduga justru menerima pengembalian uang bantuan dari The Cipaku Garden Hotel. Padahal seharusnya pengembalian bantuan dana ditransfer ke rekening PPFTI.
ADVERTISEMENT
Fahri menilai ada distorsi informasi yang telah mengarah pada penggiringan opini yang berpotensi menyudutkan nama baik kliennya. Menurut dia, yang terjadi adalah adanya wanprestasi terhadap Mark Sungkar.
Ia menyebut bahwa ada keterlambatan pencairan pembayaran dari pihak Kemenpora untuk kepentingan pelatnas.
“Selama proses perjalanan kegiatan itu, seandainya Asisten Deputi Olahraga Prestasi tidak ingkar janji/wanprestasi, maka Surat perjanjian/MOU Pasal 7 nomor 1.a yang menyatakan bahwa setelah surat perjanjian ditandatangani Pihak PPFTI akan menerima pembayaran sebesar 70%. Namun realisasinya, dana baru ditransfer pada hari lomba dimulai. Ini kenyataan dan faktanya,” sambung Fahri Bachmid.
Menurut dia, hal tersebut pun tanpa adanya pemberitahuan kepada Mark Sungkar. Sehingga ia menilai tudingan laporan fiktif tersebut aneh.
Selain itu, Mark Sungkar juga mengungkapkan alasan soal penyerahan laporan yang melebihi waktu sesuai aturan. Menurut dia, hal itu karena bagian keuangan yang bernama Armand belum menyerahkan bukti pengeluaran biaya-biaya TC di Jawa Timur (Jatim) hingga 5 Oktober 2018.
ADVERTISEMENT
Mark Sungkar menyebut hal itu berdasarkan keterangan Sita yang merupakan penanggung jawab yang mengurus laporan keuangan dengan dibantu oleh seseorang bernama Ricky.
“Justru iktikad baik klien kami yang putuskan untuk membantu penyelesaiannya dengan mengundang pihak PPFTI Pusat (Sita & Ricky) dan pihak Armand yang diwakili oleh dua orang bagian keuangan. Saat itulah pertama kali klien kami mengetahui Juknis Anggaran setelah paparan oleh Saudara Ricky. Bahwa setelah sama-sama mencermati Juknis Anggaran, perwakilan dari Armand meminta waktu dua minggu untuk menyelesaikan laporannya. Tetapi kemudian, Saudari Sita melaporkan bahwa sebagian laporan baru diterima olehnya 19 hari (24 Oktober 2019) setelah pertemuan. Jadi, tak mungkin ada asap jika tak ada api, ada semacam keadaan yang sifatnya kausalitas dalam konteks itu,” papar Fahri Bachmid.
ADVERTISEMENT
Perihal tertundanya pembayaran, Fahri menyebut hal serupa juga terjadi saat Test Event Road To Asian Games 2017. Menurut dia, PPFTI yang seharusnya sudah menerima 70% dana atau Rp 729 juta paling lambat bulan April, baru menerima MOU untuk ditandatangani dua hari sebelum Kejuaraan Asian Triathlon Championship dimulai. Ia menyebut uang pun baru dicairkan 15 jam sebelum acara dimulai.
"Ini merupakan hal yang sangat eksentrik, jika negara tidak sungguh-sungguh mengelola sektor keolahragaan seperti ini,” ungkapnya.
Mark Sungkar. Foto: Youtube/The Sungkars Family
Ia menambahkan bahwa pencairan dana dan juga laporan pun dipersulit dengan berbagai cara. Antara lain, berkas yang sudah diserahkan dikatakan belum diterima ataupun terselip dan minta untuk dikirim ulang dan lain-lain. Hal itu menurut dia kemudian membuat Mark Sungkar selaku Ketua Umum PPFTI diisukan tidak kooperatif dan sulit dihubungi.
ADVERTISEMENT
Masih menurut Fahri, Tim Likuidasi yang meminta pertanggungjawaban Mark Sungkar kemudian mengeluarkan surat tanggal 17 Juni 2019 kepada Inspektorat Kemenpora RI dan LPDUK Kemenpora RI. Perihal surat itu ialah Penyelesaian Tunggakan Pembayaran kepada Pimpinan Pusat FTI yang jumlahnya sebesar Rp 562.310.000. Fahri menyebut surat itu menandakan bahwa pada prinsipnya Negara melalui Kemenpora wajib membayar kepada PPFTI dalam jumlah tersebut.
“Setelah satu bulan tidak ada tanggapan dari kedua instansi tersebut, klien kami diminta untuk mengirim surat menanyakan perihal tersebut, namun sampai dengan hari ini tidak ada iktikad baik untuk membayar ataupun untuk merespons hal yang menjadi kewajiban negara kepada klien kami. Lalu siapa yang berhutang?” tandas Fahri Bachmid.
"Dalam perkara ini, klien kami (Mark Sungkar) telah menjadi tumbal atas sebuah kebijakan yang bertendensi kriminalisasi serta korban kebobrokan Managemen Kemenpora pada saat itu. Kami ingin kebenaran terungkap dengan jelas, tentunya linier untuk tercapainya keadilan untuk klien kami, Mark Sungkar,” pungkas dia.
ADVERTISEMENT