Din Syamsuddin: Pemerintah Utamakan Kesehatan Hanya Retorika Politik Tanpa Bukti

8 September 2020 14:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Dewan Pertimbangan MUI, Din Syamsuddin. Foto: Dok. Din Syamsuddin
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Dewan Pertimbangan MUI, Din Syamsuddin. Foto: Dok. Din Syamsuddin
ADVERTISEMENT
Presiden Jokowi menyatakan pemerintah akan mengutamakan penanganan kesehatan dalam menghadapi pandemi virus corona. Dengan kesehatan yang baik, maka kondisi ekonomi akan mengikuti.
ADVERTISEMENT
Deklarator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Din Syamsuddin mengkritisi pernyataan Jokowi itu. Menurutnya, pernyataan Jokowi hanya retorika tanpa bukti nyata.
"Pernyataan Presiden Jokowi bahwa pemerintah mengutamakan penanganan masalah kesehatan daripada stimulus ekonomi hanyalah retorika politik belaka tanpa bukti nyata," kata Din dalam keterangannya, Selasa (8/9).
Presiden Jokowi lantik keanggotaan Kompolnas periode 2020-2025 di Istana Negara. Foto: Muchlis Jr - Biro Pers Sekretariat Presiden
Din mengatakan, fakta di lapangan menunjukkan anggaran yang dialokasikan dan disetujui untuk penanganan COVID-19 melalui Kemenkes dan Satgas Penanggulangan COVID-19 kurang dari 10 persen dari total anggaran sekitar Rp 900 T, yaitu hanya Rp 87,5 T.
"Anggaran 87,5 T ini pun kemungkinan akan dipangkas menjadi 72,7 T (realisasinya jauh di bawah angka tersebut)," papar Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah itu.
Bahkan, kata Din, sebagian besar dari anggaran itu dialokasikan untuk menanggulangi dampak ekonomi akibat pandemi virus corona.
ADVERTISEMENT
"Seperti Insentif usaha, termasuk insentif pajak Rp 120,61 T, subsidi dan hibah UMKM Rp 123,46 T, tambahan Penyertaan Modal Negara atau PMN BUMN Rp 14 T, Investasi pemerintah Rp 19,7 T, serta pembiayaan investasi lainnya Rp 113,6 T," paparnya.
Kementerian Sosial salurkan bantuan sosial (bansos) untuk lanjut usia (lansia) terdampak pandemi corona di 5 provinsi. Foto: Kemensos
Karena kondisi seperti itu, menurut Din, rakyat terpaksa menyelamatkan diri sendiri, bersusah payah membayar biaya rapid test dan swab test yang banyak yang tidak mampu membayarnya. Sehingga kemungkinan angka yang positif tertular jauh lebih banyak dari yang diumumkan.
"Belum lagi siswa dan mahasiswa harus membayar mahal biaya pulsa/kuota telepon karena mereka harus belajar daring dari rumah. Pemerintah baru sadar dan menjanjikan bantuan setelah lima bulan berlangsung," tuturnya.
Tak hanya itu, Indonesia saat ini berada di urutan keempat dari bawah dalam penanggulangan COVID-19 di antara negara-negara di dunia. 68 negara juga menolak WNI masuk karena persebaran COVID-19 tak kunjung melandai.
ADVERTISEMENT
"Presiden Jokowi pernah mengatakan bahwa COVID-19 akan berakhir Mei 2020 dan waktu itu sempat mengajak rakyat menyongsong era The New Normal. KAMI, sekali lagi, menuntut agar pemerintah serius bekerja, tidak dalam kata-kata tapi dalam perbuatan nyata, dan jangan suka mengumbar janji tanpa bukti," tandas Din.
Sebelumnya, Presiden Jokowi mengungkapkan pemerintah akan fokus pada penanganan kesehatan dan keselamatan masyarakat selama pandemi virus corona. Hal ini disampaikan Jokowi dalam ratas di Istana Kepresidenan, Senin (7/9).
"Agar ekonomi kita baik, kesehatan harus baik. Ini artinya, fokus utama pemerintah dalam penanganan pandemi ialah kesehatan dan keselamatan masyarakat," kata Jokowi.