Dipanggil KPK, Istri Bupati Banjarnegara Tolak Jadi Saksi Kasus Suaminya

29 Desember 2021 14:18 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono mengenakan rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Jumat (3/9/2021). Foto: Dhemas Reviyanto/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono mengenakan rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Jumat (3/9/2021). Foto: Dhemas Reviyanto/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
KPK memanggil Marwiyah, seorang ibu rumah tangga, untuk diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap dan gratifikasi di Pemkab Banjarnegara. Marwiyah merupakan istri Bupati Banjarnegara, Budhi Sarwono.
ADVERTISEMENT
Marwiyah datang dalam pemanggilan pada Selasa kemarin. Namun, ia menyatakan menolak diperiksa KPK.
"Marwiyah memenuhi panggilan tim penyidik dan yang bersangkutan menyampaikan penolakan untuk menjadi saksi karena memiliki hubungan kekeluargaan inti dengan Tersangka BS (Budhi)," kata plt juru bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu (29/12).
Meski tidak berhasil memeriksa Marwiyah, KPK sudah memeriksa tiga saksi lain yang dipanggil pada Selasa kemarin. Yakni Subur Wiyono, Eman Setyawan, dan Indra Novento.
"Ketiga saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dugaan aliran uang yang diterima oleh Tersangka BS (Budhi) dari para kontraktor yang mengerjakan proyek di Pemkab Banjarnegara," ucap Ali.
Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono mengenakan rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Jumat (3/9/2021). Foto: Dhemas Reviyanto/ANTARA FOTO
Dalam kasusnya, Budhi Sarwono dijerat sebagai tersangka karena diduga menerima suap terkait pengaturan proyek infrastruktur di Banjarnegara dan juga menerima gratifikasi yang nilainya Rp 2,1 miliar.
ADVERTISEMENT
Budi melakukan aksinya bersama dengan orang kepercayaannya, Kedy Afandi. Keduanya diduga mengatur sejumlah proyek di Dinas PUPR Tahun 2017-2018. Sejumlah modus pun dilakukan oleh Budhi Sarwono.
Antara lain yakni berperan aktif dengan ikut langsung dalam pelaksanaan pelelangan pekerjaan infrastruktur dengan membagi paket pekerjaan di Dinas PUPR, mengikutsertakan perusahaan milik keluarganya, hingga mengatur pemenang lelang.
Selain itu, KPK menduga Kedy Afandi pernah mengumpulkan sejumlah pengusaha dan menyampaikan soal permintaan commitment fee untuk Budhi. Bahkan, Budhi disebut pernah menyampaikan langsung permintaan fee kepada para pengusaha.
Budhi diduga menyampaikan akan menaikkan Harga Perhitungan Sendiri (HPS) setiap proyek 20% dari nilai yang sebenarnya. Perhitungannya, 10% untuk keuntungan Budhi, dan 10% sisanya untuk keuntungan rekanan.
ADVERTISEMENT