Diperiksa KPK, Rizal Ramli Jelaskan soal Misrepresentasi Aset BLBI

19 Juli 2019 13:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rizal Ramli di Gedung KPK, Jumat (19/7). Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Rizal Ramli di Gedung KPK, Jumat (19/7). Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
ADVERTISEMENT
Mantan Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri, Rizal Ramli mengakui adanya misrepresentasi aset yang terjadi terkait perkara BLBI. Rizal menyampaikan hal itu usai rampung diperiksa sebagai saksi dalam perkara dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
ADVERTISEMENT
"Pada dasarnya (ditanyai) menyangkut misrepresentasi dari aset-aset yang disahkan, jadi seperti diketahui pada saat krisis, krisis itu dipicu karena swasta-swasta Indonesia pada waktu itu utangnya banyak sekali," ujar Rizal Ramli di Gedung KPK, Jumat (19/7).
Aset-aset yang dimaksud Rizal tersebut terkait pelunasan pinjaman Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), yang menurut peraturan saat itu dapat dilakukan pembayarannya dengan aset. Aturan baru itu membolehkan para peminjam dana membayarkan utangnya tidak dengan tunai, seperti yang dilakukan oleh Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) milik Sjamsul Nursalim.
Peraturan itu berubah, karena menurut Rizal, Bambang Sugianto yang menjabat sebagai Menteri Keuangan saat itu berhasil melobi Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Glenn Yusuf. Lobi terkait perubahan jenis pembayaran utang BLBI oleh tiap bank.
ADVERTISEMENT
"Esensinya utang (BLBI) ini harusnya tunai bayarnya tunai, tapi pada masa pemerintahan Pak Habibie, Menteri Keuangan Bambang Sugianto sama kepala BPPN waktu itu Glenn Yusuf dilobi supaya enggak usah bayar tunai tapi bayar aset," jelas Rizal.
Celakanya pada saat itu, kata Rizal, tak semua bank menyerahkan aset yang di atas kertas bebas dari segala masalah.
"Nah, kalau pengusahanya bener, dia serahkan aset yang bagus-bagus, tapi ada juga yang bandel dibilang aset ini bagus padahal belum. (Yang diserahkan) Aset busuk atau setengah busuk atau belum clean and clear," kata Rizal.
"(Masalah dari aset) misalnya tanah surat-suratnya belum jelas dimasukkan sebagai aset (untuk melunasi BLBI)," sambungnya.
Menurut Rizal perkara BLBI tak akan mencuat, bila saat itu pemerintah menegaskan kepada para bank yang mengambil pinjaman, untuk melunasinya dalam bentuk tunai plus bunga bukan dengan aset bermasalah.
ADVERTISEMENT
"Seandainya pada waktu itu tetap BLBI ini dianggap sebagai utang tunai, pemerintah Indonesia malah selamat karena utang tunai harus dibayar terus plus bunga, tapi karena dibayar dengan aset, bisa masalah seperti sekarang," tegas Rizal.
Rizal sebelumnya sudah pernah diperiksa KPK pada 2 Mei 2017 di tingkat penyidikan. Dia dimintai keterangan terkait penerbitan SKL BLBI untuk Bank Dagang Nasional Indonesia milik Sjamsul Nursalim.
Keterangan Rizal dibutuhkan mengingat posisinya sebagai menteri saat itu bertepatan dengan bergulirnya penerbitan SKL BLBI untuk BDNI. Rizal sebelumnya juga sudah beberapa kali diperiksa KPK, salah satunya untuk mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung, yang saat itu menjadi tersangka.
Rizal pun pernah bersaksi pada sidang BLBI di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Juli 2018. Saat itu ia mengaku heran dengan keputusan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang menjual aset BDNI saat bersaksi dalam perkara penghapusan piutang BDNI.
ADVERTISEMENT
Dalam kasus ini, Sjamsul dan Itjih diduga terlibat dalam kasus korupsi yang merugikan negara hingga Rp 4,58 triliun itu.
Kerugian itu lantaran piutang yang dijaminkan Sjamsul untuk membayar sisa BLBI berupa aset petambak kepada pemerintah, merupakan kredit macet.