tiang listrik

Dirugikan karena Listrik Sering Mati Mendadak, Bisa Tuntut Ganti Rugi?

31 Desember 2021 14:35 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Listrik merupakan salah satu kebutuhan masyarakat pada saat ini. Baik untuk penggunaan pribadi maupun perusahaan.
ADVERTISEMENT
Namun, bagaimana bila jaringan listrik yang diterima konsumen tidak baik? Bahkan malah merugikan karena sejumlah alat elektronik kemudian menjadi rusak akibat jaringan listrik yang sering mati mendadak.
Seperti misalnya contoh kasus di bawah ini:
Apakah saya berhak mengajukan permohonan ganti rugi ke pihak perusahaan pemelihara jaringan listrik yang merugikan usaha saya di bidang elektronik dengan jaringan listrik yang sering mati mendadak akibat pemeliharaan sehingga alat dagang saya sering kali rusak? Bagaimana cara mengajukannya?
Ilustrasi tiang listrik. Foto: pixabay
Berikut jawaban Alfred Nobel Sugio Hartono, S.H., M.Hum., pengacara yang tergabung dalam Justika:
Mengenai pertanyaan dari Saudara dalam hal ini saya mengasumsikan berkaitan erat dengan penyediaan tenaga listrik yang memadai yaitu PLN yang merupakan penyedia tenaga listrik untuk kepentingan umum. Hal ini tercantum di dalam Undang-Undang Nomor 30 tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan jo. Undang-Undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta kerja beserta peraturan pelaksanaannya.
ADVERTISEMENT
PT PLN (Persero), sesuai Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1 tahun 2017 tentang Operasi Paralel Pembangkit Tenaga Listrik dengan Jaringan Tenaga Listrik PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), merupakan perusahaan listrik negara berupa Badan Usaha Milik Negara yang didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1994 Tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Perum) Listrik Negara Menjadi Perusahaan Persero (PP 23/1994) dengan maksud dan tujuannya antara lain untuk menyediakan tenaga listrik bagi kepentingan umum dan juga untuk mencari keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan (Pasal 2 angka 1 PP 23/1994).
Kedudukan PT PLN (Persero) erat kaitanya dengan pihak yang merupakan pelaksana penyedia tenaga listrik sebagaimana yang disebut di dalam pasal 42 angka 7 Undang-Undang Cipta Kerja yang mengubah pasal 11 ayat 1 undang-undang Nomor 30 tahun 2009 yang menyatakan:
ADVERTISEMENT
Usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat 1 dilaksanakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Badan Usaha Swasta, Koperasi, dan Swadaya Masyarakat yang berusaha di bidang penyediaan tenaga listrik.”
Ilustrasi gardu listrik PLN. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Dalam kegiatan usahanya, PT PLN (Persero) berdasarkan undang-undang wajib:
a. menyediakan tenaga listrik yang memenuhi standar mutu dan keandalan yang berlaku;
b. memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada konsumen dan masyarakat;
c. memenuhi ketentuan keselamatan ketenagalistrikan; dan
d. mengutamakan produk dan potensi dalam negeri.
(Pasal 42 angka 19 UU Ciptaker yang mengubah Pasal 28 UU No. 30 tahun 2009)
Sebagai penyedia tenaga listrik yang dikelola oleh negara, PT PLN (Persero) harus memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada konsumen dan masyarakat sebagaimana yang telah diamanatkan oleh undang-undang. Apabila konsumen tidak mendapatkan pelayanan yang baik dari PT PLN (Persero) selaku penyedia tenaga listrik maka konsumen memiliki hak untuk :
ADVERTISEMENT
a. Mendapatkan pelayanan yang baik;
b. mendapat tenaga listrik secara terus-menerus dengan mutu dan keandalan yang baik;
c. memperoleh tenaga listrik yang menjadi haknya dengan harga yang wajar;
d. mendapat pelayanan untuk perbaikan Apabila ada gangguan tenaga listrik; dan
e. dan mendapat ganti rugi Apabila terjadi pemadaman yang diakibatkan kesalahan dan/ atau kelalaian pengoperasian oleh pemegang perizinan berusaha untuk penyediaan tenaga listrik sesuai syarat yang diatur dalam perjanjian jual beli tenaga listrik.
(Pasal 42 angka 20 UU Ciptaker yang mengubah Pasal 29 ayat 1 UU No. 30 Tahun 2009).
Dari kasus tersebut, Saya merujuk pada ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen (UU No. 8 Tahun 1999). Apabila konsumen mendapatkan kerugian akibat gangguan pelayanan tenaga listrik yang tidak baik, maka pelaku usaha dalam hal ini adalah PT PLN (Persero) bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerugian yang dialami oleh konsumen.
ADVERTISEMENT
Jika pelaku usaha, dalam hal ini PLN, menolak dan/atau tidak memberikan tanggapan dan/atau tidak memberikan ganti rugi atas tuntutan konsumen, maka pelaku usaha dapat diajukan gugatan melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Sebagaimana telah diatur di dalam Pasal 23 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Di dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, tugas dan kewenangan dari BPSK adalah :
a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi;
b. Memberikan konsultasi Perlindungan Konsumen;
c. Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku;
d. Melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam undang-undang ini;
e. Menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
ADVERTISEMENT
f. Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa Perlindungan Konsumen;
g. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
h. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap undang-undang ini;
i. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud pada huruf g dan huruf h, yang tidak bersedia memenuhi panggilan badan penyelesaian sengketa konsumen;
j. Mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan;
k. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidaknya kerugian di pihak konsumen;
l. Memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
m. Menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini
ADVERTISEMENT
Apabila setelah diajukan pengaduan kepada BPSK dan telah terbit putusan dari BPSK namun masih ada pihak yang keberatan atas hasil putusan tersebut, maka pihak yang berkeberatan tersebut dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah pemberitahuan putusan tersebut.
Namun jika pelaku usaha tidak mengajukan keberatan atas keputusan dari BPSK, maka keputusan tersebut mengikat para pihak. Hal ini sebagaimana ditegaskan di dalam pasal 56 ayat 2 dan ayat 3 undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.
Artikel ini merupakan kerja sama kumparan dan Justika
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten