Disorot New York Times, Dinasti Jokowi Dinilai Goyahkan Kesetaraan dan Keadilan

10 Januari 2024 16:42 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Jokowi (kiri) didampingi putranya Gibran Rakabuming (kanan) menyalami warga di depan Istana Negara, Jakarta, Minggu (20/10).  Foto: ANTARA FOTO/Rachman
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Jokowi (kiri) didampingi putranya Gibran Rakabuming (kanan) menyalami warga di depan Istana Negara, Jakarta, Minggu (20/10). Foto: ANTARA FOTO/Rachman
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Koran kredibel dari Amerika Serikat (AS) The New York Times, Minggu (7/1), mengulas potensi dimulainya dinasti Presiden Indonesia Jokowi melalui Pilpres 2024.
ADVERTISEMENT
The New York Times menyoroti hal ini karena putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, jadi cawapres mendampingi Prabowo Subianto.
Artikel berjudul ‘For Indonesia's President, a Term Is Ending, but a Dynasty Is Beginning,” mengungkapkan Gibran maju ke perhelatan Pilpres 2024 setelah Mahkamah Konstitusi yang dipimpin pamannya, Anwar Usman, mengubah batas usia minimal untuk menjadi capres atau cawapres.
The New York Times menyebut dugaan Jokowi berada di balik layar untuk mengatur keberlanjutan kekuasaannya melalui anaknya jelang berakhirnya masa jabatan. Pernikahan Anwar Usman dengan adik Jokowi, Idayati, pada 2020 juga dikhawatirkan menimbulkan konflik kepentingan.
"Saat itu, pakar hukum sudah memperingatkan adanya konflik kepentingan di masa depan," tulis The New York Times.
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Anwar Usman membacakan putusan batas usia Capres-cawapres di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (16/10/2023). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Sorotan media terkemuka AS ini dianggap sebagai refleksi bahwa situasi demokrasi di Indonesia saat ini sedang tidak baik-baik saja.
ADVERTISEMENT
Pengamat media dan politik dari Universitas Multimedia Nusantara (UMN) Serpong, Ambang Priyonggo, mengemukakan dari perspektif demokrasi, upaya mewujudkan dinasti politik dengan mengotak-atik konstitusi, yaitu Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang mengatur batas usia cawapres ini, telah menggoyahkan nilai kesetaraan dan keadilan atas akses berpolitik warga negara.
“Ini karena berujung pada pemberian ruang dan keuntungan hanya kepada segelintir kelompok elite tertentu demi status quo kekuasaan,” ujar Ambang, Rabu (10/1).
Menurut dia, dari sudut pandang media AS yang hidup pada iklim demokrasi tentu fenomena ini dipandang sangat memiliki nilai berita proximity (kedekatan) dan impact (dampak).
“Terlebih ini terjadi di Indonesia yang konon merupakan negara demokratis terbesar keempat di dunia,” pungkas Ambang.
ADVERTISEMENT
(RB)