Ditolak Demokrat-PKS, RUU Kesehatan Sepakat Disahkan di Paripurna Besok

19 Juni 2023 14:22 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Rapat Paripurna DPR RI, Jakarta. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Rapat Paripurna DPR RI, Jakarta. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Komisi IX DPR RI yang membidangi kesehatan sepakat membawa naskah RUU Kesehatan Omnibus Law untuk disahkan dalam rapat paripurna mendatang.
ADVERTISEMENT
Hal ini disetujui dalam rapat kerja pengambilan keputusan tingkat pertama Komisi IX terkait RUU Kesehatan bersama Menkes Budi Gunadi Sadikin, Menpan RB Azwar Anas, WA Menkumham Eddy Hiariej, hingga perwakilan Mendikbud, Menkeu, dan Mendagri.
"Kita perlu mengambil persetujuan bersama, apakah naskah RUU ini disepakati untuk ditindaklanjuti pada pembicaraan tingkat II dalam rapat paripurna?" tanya Wakil Ketua Komisi IX Nihayatul Wafiroh selalu pimpinan rapat.
"Setuju," ujar mayoritas anggota yang hadir.
"Semoga naskah RUU ini bisa segera dibawa ke rapat paripurna besok tanggal 20 Juni 2023 dan disahkan untuk menjadi undang-undang," imbuh politikus PKB itu.
Pengesahan Tingkat I RUU Kesehatan Omnibus Law disetujui oleh 7 fraksi di DPR dengan sejumlah catatan. Dua fraksi yang menolak yakni Demokrat dan PKS.
ADVERTISEMENT
Mayoritas fraksi menilai RUU Kesehatan penting bagi peningkatan layanan kesehatan, termasuk perlindungan hukum bagi nakes. RUU juga diperlukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan kesehatan serta integrasi aturan kesehatan agar tak tumpang tindih.
Komisi IX, Menkes Budi Gunadi Sadikin, hingga Menpan RB Azwar Anas membahas RUU Kesehatan tingkat I di DPR, Senin (19/6). Foto: Annisa Thahira Madina/kumparan
Sementara, Anggota Komisi IX Fraksi Demokrat Aliyah Mustika Ilham memandang RUU ini masih memiliki banyak persoalan. Di antaranya aturan nakes asing yang mengancam kesempatan kerja nakes dalam negeri, aturan tentang mandatory spending, hingga pembahasan RUU yang dinilai kurang inklusif dan terburu-buru.
"Demokrat mengusulkan peningkatan anggaran kesehatan di luar gaji dan PPI tapi tidak disetujui, pemerintah justru memilih mandatory spending dihapus. Demokrat dukung kehadiran dokter asing, tapi tetap mengedepankan bahwa seluruh dokter lulusan Indonesia atau luar negeri diberikan pengakuan yang layak dan kesempatan yang setara dalam kembangkan karier," ujarnya.
ADVERTISEMENT
"Dokter asing harus tunduk dan patuh pada aturan yang berlaku. RUU kurang beri ruang pembahasan yang panjang dan terkesan terburu-buru. Maka dengan ini Fraksi Demokrat menolak RUU Kesehatan dibahas menjadi UU," jelasnya.
Anggota Fraksi PKS Netty Setyani Aher juga menilai RUU Kesehatan masih memerlukan perbaikan dan perlu memuat persyaratan ketat bagi tenaga asing. Selain itu, Netty menilai terlalu banyak peraturan yang disebut diatur dalam PP, serta masih perlu membuka bahasan dengan organisasi kesehatan yang lebih luas.
Komisi IX, Menkes Budi Gunadi Sadikin, hingga Menpan RB Azwar Anas membahas RUU Kesehatan tingkat I di DPR, Senin (19/6). Foto: Annisa Thahira Madina/kumparan
"Jangan sampai UU yang baru diundangkan diuji ke MK atau menimbulkan polemik seperti UU Cipta Kerja. Pembahasan RUU relatif cepat, diperlukan waktu lebih panjang agar mendalam dan kaya masukan. Menimbang beberapa hal, PKS menolak RUU Kesehatan dilanjutkan pada tahap selanjutnya," ujar dia.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, Menkes menyampaikan persetujuan dan apresiasi pemerintah kepada para Komisi IX. Ia mengajak semua pihak dapat bekerja sama memastikan RUU Omnibus Law diimplementasikan dengan baik.
"Pemerintah telah melaksanakan 115 kali kegiatan partisipasi publik, baik dalam bentuk FGD dan seminar, dihadiri 1.200 pemangku kepentingan dalam bentuk organisasi dan 72 ribu peserta. Pemerintah juga sudah menerima 2.700 masukan, baik secara lisan maupun digital melalui portal partisipasi," ujar Budi.
"Melalui RUU Kesehatan kita bertansformasi menyediakan layanan kesehatan yang lebih baik. Dari fokus obati, jadi cegah, jadi akses yang susah jadi mudah, jadi yang rentan di masa wabah jadi tangguh. Dari pembiayaan yang tidak efisien jadi transparan dan efektif, dari kurangnya jumlah dan kurangnya distribusi nakes jadi cukup dan merata, dari perizinan yang rumit jadi sederhana," pungkas dia.
ADVERTISEMENT