Dituding Makar, Terdakwa Kerusuhan Papua Dituntut 5 hingga 17 Tahun Penjara

7 Juni 2020 8:58 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sidang pembacaan tuntutan terdakwa kerusuhan di Jayapura, Jumat (5/6). Foto: Dok. Gustav Kawer
zoom-in-whitePerbesar
Sidang pembacaan tuntutan terdakwa kerusuhan di Jayapura, Jumat (5/6). Foto: Dok. Gustav Kawer
ADVERTISEMENT
Lima terdakwa kerusuhan aksi demonstrasi di Jayapura, Papua pada Agustus 2019 lalu menghadapi tuntutan pidana 5 hingga 17 tahun. Jaksa menjerat para terdakwa dengan Undang Undang Makar.
ADVERTISEMENT
Dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Balikpapan, Kalimantan Timur pada Jumat (5/6), jaksa meyakini jika aksi demonstrasi mengandung tindakan makar. “Mereka dituntut Pasal 106,” kata pengacara tersangka, Gustav Kawer, kepada kumparan, Sabtu (6/6).
Sidang pembacaan tuntutan terdakwa kerusuhan di Jayapura, Jumat (5/6). Foto: Dok. Gustav Kawer
Dalam perkara tersebut, total ada tujuh terdakwa. Dua terdakwa telah menjalani sidang pada Selasa (2/6) yakni Wakil Ketua United Liberation Movement for Papua Buchtar Tabuni yang dituntut 17 tahun, dan anggota BEM Universitas Sains dan Teknologi Jayapura Irwanus Uropmabin yang dituntut 5 tahun.
Daftar terdakwa selanjutnya dihadirkan dalam sidang pada 5 Juni Mulai dari Agus Kossay dan Stevanus Itlay (Ketua Komite Nasioal Papua Barat/KNPB), Ferry Kombo (Presiden BEM Universitas Cendrawasih), lalu Hengki Hilapok dan Alexander Gobai (BEM Universitas Sains dan Teknologi Jayapura).
ADVERTISEMENT
Dua aktivis KNPB Agus Kossay dan Stevanus Itlay menghadapi tuntutan berat yaitu 15 tahun. Sedangkan tiga mahasiswa menghadapi tuntutan berbeda, misal Ferry Kombo (10 tahun), Alexander Gobai (10 tahun), dan Hengki Hilapok (5 tahun).
Sidang pembacaan tuntutan terdakwa kerusuhan di Jayapura, Jumat (5/6). Foto: Dok. Gustav Kawer
Tim hukum merasa jika tuntutan jaksa terlalu spektakuler. Gustav mengatakan, jaksa tidak bisa memberi alat bukti dan saksi kunci untuk menganggap demonstrasi melawan rasisme bukan tindakan makar.
Poin tersebut akan menjadi pegangan tim pengacara dalam mempersiapkan pembelaan. “Kita akan jelaskan peristiwa ini sebenarnya merespons rasisme yang berulang kali terjadi di Papua. Dan respons dari terdakwa adalah untuk menentang rasisme, tapi dikriminalisasi dengan pasal makar,” kata Gustav.
Kasus hukum ini merupakan buntut dari demonstrasi besar-besaran yang melanda sebagian besar wilayah Papua pada Agustus 2019. Demonstrasi itu merespons aksi massa sekelompok masyarakat terhadap Asrama Papua di Surabaya, Jawa Timur.
ADVERTISEMENT
Polri menuding demonstrasi diotaki oleh kelompok separatis yang dipimpin Benny Wenda, pemimpin Ketua Persatuan Gerakan Pembebasan untuk Papua Barat atau United Liberation Movement For West Papua (ULMWP).
==========
Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona. Yuk! bantu donasi atasi dampak corona.