Sidang Djoko Tjandra

Djoko Tjandra Klaim Red Notice Terhapus atas Upaya Hukumnya ke London dan Paris

27 November 2020 10:20 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra mengenakan masker sebelum menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (19/11). Foto: Aprillio Akbar/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra mengenakan masker sebelum menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (19/11). Foto: Aprillio Akbar/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Djoko Tjandra bercerita soal namanya yang terhapus dari daftar red notice Interpol saat menjadi saksi di Pengadilan Tipikor Jakarta. Ia bersaksi untuk pengusaha Tommy Sumardi yang menjadi perantaranya untuk menyuap 2 jenderal Polri, Irjen Napoleon Bonaparte dan Brigjen Prasetijo Utomo.
ADVERTISEMENT
Saat bersaksi, Djoko Tjandra mengeklaim namanya terhapus dari red notice atas upaya hukumnya ke London dan Paris. Ia mengurus penghapusan red notice lantaran putusan Mahkamah Agung (MA) nomor 12 PK/Pid.Sus/2009, yang membuatnya dihukum 2 tahun penjara di kasus cessie Bank Bali, dianggap ne bis in idem.
Ne bis in idem adalah asas hukum yang melarang terdakwa diadili lebih dari satu kali atas satu perbuatan jika sudah ada keputusan yang menghukum atau membebaskannya.
Terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra (kiri) berbincang dengan kuasa hukumnya sebelum menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (19/11). Foto: Aprillio Akbar/ANTARA FOTO
Djoko Tjandra merasa putusan PK tersebut ne bis in idem. Sebab ia telah diputus lepas oleh MA dalam perkara yang sama di tingkat kasasi dengan nomor perkara 1688K/Pid/2000.
"Pada 2013 atau 2014 karena putusan Peninjauan Kembali (nomor) 12 itu nebis in idem atau di Inggris disebut double jeopardy. Jadi saya ke London dan Paris, saya ke queen counsel untuk meneliti agar men-justify apa yang bisa dan tidak ke pengadilan," kata Djoko Tjandra seperti dikutip dari Antara.
ADVERTISEMENT
"'Queen counsel ada 8 orang di masing-masing bidang termasuk ahli di bidang HAM dan di Indonesia," lanjutnya.
Sebagai informasi, queen's counsel lawyer adalah pengacara yang merupakan penasihat senior di pengadilan dalam kasus-kasus penting, setiap sisi biasanya dipimpin oleh satu pihak.
Saksi selaku terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra bersiap memberikan kesaksian dalam sidang lanjutan Pinangki Sirna Malasari, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (9/11). Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA FOTO
Selain ke London, Djoko Tjandra kemudian mengajukan upaya peninjauan red notice-nya ke Interpol di Paris, Prancis. Menurut Djoko Tjandra, aturan di Interpol juga tak memperbolehkan seseorang ditetapkan sebagai buronan internasional atas dasar putusan yang ne bis in idem.
Djoko mengeklaim karena usahanya tersebut, namanya dihapus dari daftar red notice Interpol pada 2014-2015.
"Kita ajukan ocase review Interpol berdasarkan section 1 Interpol rule bahwa putusan double jeopardy itu tidak bisa untuk ditetapkan sebagai red notice. Finalnya nama saya diangkat dari red notice Interpol," klaim Djoko.
ADVERTISEMENT
Namun persoalannya, nama Djoko tidak hilang dari Daftar Pencarian Orang (DPO) di Imigrasi Kemenkumham. Alhasil, ia meminta bantuan Tommy Sumardi untuk menghapus namanya dari DPO Imigrasi yang berujung suap ke Irjen Napoleon dan Brigjen Prasetijo.
Terdakwa perantara suap Djoko Tjandra, Tommy Sumardi menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (10/11). Foto: Sigid Kurniawan/kumparan
Tommy memberikan USD 270 ribu dan SGD 200 ribu kepada Irjen Napoleon dalam 4 kali pemberian. Sementara Brigjen Prasetijo diduga menerima USD 150 ribu.
"Saya mencari informasi bahwa DPO saya oleh Imigrasi tidak pernah dicabut, saya tahunya tahun 2019," kata Djoko.

Berpindah-pindah Negara

Sejak divonis 2 tahun penjara pada 2009, Djoko Tjandra mengaku selalu berpindah-pindah negara. Meski demikian, ia berpindah-pindah bukan menghindari penangkapan. Sebab namanya memang sudah terhapus dari daftar Interpol sejak 2014.
"Saat putusan PK itu saya tidak di Indonesia, tapi ada di Papua Nugini. Saya pertama di Singapura lalu ke China karena ada usaha di sana lalu ke Australia, di Papua Nugini dan Malaysia, tapi tidak bersembunyi, saya bebas," tutup Djoko.
ADVERTISEMENT
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten