Dokumen Proyek PLTU Riau-1 Diduga Direkayasa

5 Agustus 2019 17:26 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sofyan Basri saat menjalani persidangan Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (29/7). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sofyan Basri saat menjalani persidangan Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (29/7). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Berkas proyek PLTU Riau-1 diduga telah direkayasa secara administrasi. Dugaan rekayasa itu lantaran penanggalan yang tidak sesuai dengan waktu sebenarnya.
ADVERTISEMENT
Menurut Kepala Divisi Independent Power Producer (IPP) PLN, Muhammad Ahsin Sidqi, penanggalan yang tidak sesuai itu dikarenakan pihaknya telah mempunyai target penyelesaian berkas kesepakatan PLTU Riau-1. Namun pada kenyataannya target itu tidak terlaksana.
"Waktu kita rencanakan setelah Pak SB (eks Dirut PLN Sofyan Basir) tanda tangan yang lebih dulu lembar akhir itu. Kita anggap bahwa tanggal 6 (Oktober) bisa lengkap semua, tetapi ternyata sampai berikutnya tidak bisa. Panitia diskusi, munculah fakta itu, melalui tanggal yang faktual," kata Ashin saat bersaksi untuk terdakwa Sofyan Basir di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (5/8).
Adapun dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Ahsin, penanggalan yang tidak sesuai yaitu tentang dokumen pemasukan proposal, evaluasi proposal, negosiasi dan kesepakatan harga, Letter Of Intens (LOI) dan Power Purchased Agreement (PPA).
Terdakwa kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-1, mantan Dirut PLN Sofyan Basir usai menjalani sidang lanjutan dengan agenda pembacaan putusan sela di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (8/7). Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Berikut dokumen yang diduga direkayasa tanggalnya berdasarkan BAP Ahsin.
ADVERTISEMENT
- Pemasukan proposal proyek MT Riau-1 oleh PT PJB, CHEC, BNR, yang diwakili Dwi Hartono dari PT PJB kepada PT PLN tanggal 3 Oktober 2017, namun pada kenyataannya tanggal 30 November 2017.
- Evaluasi proposal yaitu hasil rapat evaluasi administrasi dan teknik untuk pembangunan PLTU Riau-1 melalui penugasan PT PLN terhadap PT PJBI tertulis 3 Oktober 2017, pada kenyataanya dilaksanakan pada 30 November 2017 sampai 3 Desember 2017.
- Hasil evakuasi proposal aplikasi dan kesepakatan harga penugasan pembelian tenaga listrik IPP PLTU Riau 1 dalam berita cara tertanggal 4 Oktober 2017, namun pada kenyataanya dilaksanakan 3-4 Desember 2017.
- Tanda tangan sirkuler direksi tanggal 6 Oktober 2017, namun pada kenyataanya dilaksanakan pada 8 Juli 2018.
ADVERTISEMENT
-LOI ditandatangani Iwan Supangkat tanggal 6 Oktober 2017, namun pada kenyataannya pada tanggal 17 Januari 2018.
Jaksa kemudian mengonfirmasi BAP itu kepada Ahsin.
"Apakah keterangan itu benar?" tanya jaksa.
"Betul," jawab Ahsin.
Meski tak sesuai waktu sebenarnya, Ahsin menilai penanggalan itu bukan backdate. Sebab telah ada perencanaan terlebih dahulu oleh pihaknya beserta Senior Manager Pengadaan IPP II PLN, Mimin Insani.
"Menurut saya itu bukan backdate, tetapi penanggalan yang sudah direncanakan terlebih dahulu di saat proses pengadaan setelah adanya penandatangan PPA tanggal 27 September 2017. Ini betul?" kata jaksa ke Ahsin.
"Betul," jawabnya.
Terdakwa kasus suap PLTU Riau-1 Eni Maulani Saragih berjalan memasuki ruangan untuk menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (26/12/2018). S Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Selain itu, Ahsin mengaku pernah bertemu 2 kali dengan eks Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eni Maulani Saragih dan pemegang saham Blackgold, Johannes Budisutrisno Kotjo yang telah terjerat kasus ini. Pertemuan itu, kata Ahsin, membahas proyek PLTU Riau-1.
ADVERTISEMENT
Dalam kasus ini, Sofyan didakwa memfasilitasi pertemuan Eni, eks Mensos Idrus Marham, Kotjo dengan jajaran Direksi PT PLN.
Tujuannya untuk mempercepat kesepakatan proyek PLTU Riau-1 antara PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PJBI) dengan Blackgold dan China Huadian Engineering Company (CHEC) yang dibawa Kotjo.
Johannes Kotjo saat memberikan kesaksian di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (29/7). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Padahal Sofyan mengetahui Eni dan Idrus akan mendapatkan fee sebesar Rp 4,75 miliar dari Kotjo. Fee tersebut sebagai imbalan telah membantu Kotjo mendapatkan proyek tersebut.