Dokumen PT Jhonlin Baratama Diangkut Truk, KPK Sebut Izin Geledah Sesuai Aturan

13 April 2021 19:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Foto diduga barang bukti kasus Ditjen Pajak di PT Jhonlin Baratama yang disembunyikan sebelum geledah KPK. Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Foto diduga barang bukti kasus Ditjen Pajak di PT Jhonlin Baratama yang disembunyikan sebelum geledah KPK. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
KPK pulang dengan tangan hampa saat menggeledah kantor PT Jhonlin Baratama di Kalimantan Selatan. Diduga dokumen di kantor tersebut dibawa dengan truk besar sebelum penyidik KPK tiba di lokasi.
ADVERTISEMENT
Tak didapatnya barang bukti terkait kasus menimbulkan tanya. Selain diduga ada tindakan tak kooperatif dengan melarikan barang bukti, apakah ada hal lain yang menghambat proses penggeledahan tersebut.
Plt juru bicara KPK, Ali Fikri, memastikan penggeledahan yang hendak dilakukan penyidik sudah sesuai aturan yang berlaku. Termasuk terkait izin dari Dewan Pengawas (dewas) yang disebut Ali tak ada kendala.
"KPK memastikan proses pengajuan izin penggeledahan telah dilakukan sesuai mekanisme aturan yang berlaku," kata Ali dalam keterangannya, Selasa (13/4).
Juru Bicara KPK, Ali Fikri. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
"Sejauh ini, mekanisme proses administrasi izin penggeledahan tersebut tidak ada kendala dari Dewas KPK," sambungnya.
Ali menduga apa yang terjadi dalam penggeledahan di PT Jhonlin Baratama murni karena ada tindakan tidak kooperatif dengan memindahkan barang bukti. Hal tersebut, saat ini jadi fokus utama penyidik KPK.
ADVERTISEMENT
"Sekali lagi kami tegaskan, kegiatan penggeledahan yang kedua kalinya terhadap PT JB (Jhonlin Baratama) dimaksud, yang menjadi concern dan fokus kami adalah soal dugaan adanya pihak-pihak yang tidak kooperatif dan sengaja menghalangi penyidikan dengan cara memindahkan bukti tersebut," kata Ali.
"Oleh karenanya kami ingatkan, siapa pun yang sengaja menghalangi penyidikan dengan antara lain diduga memindahkan bukti-bukti yang diperlukan dalam proses penyidikan ini kami tak segan terapkan ketentuan Pasal 21 UU Tipikor," sambungnya.
Masalah penggeledahan di kantor Jhonlin Baratama itu sempat disorot ICW. Sebab, diduga ada kebocoran informasi yang terjadi, sehingga bukti di kantor tersebut dipindahkan sebelum penyidik tiba.
ICW mendesak pimpinan serta Dewas KPK untuk mengusut adanya pegawai internal KPK yang diduga membocorkan informasi rencana penggeledahan itu.
ADVERTISEMENT
Selain itu, ICW menilai gagalnya penyidik mendapatkan bukti ialah karena dampak buruk dari UU KPK yang baru. Sebab, proses penggeledahan, jadi panjang.
Kurnia Ramadhan, peneliti ICW. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana memberi gambaran misalnya ketika penyidik hendak menggeledah gedung A, akan tetapi barang bukti sudah dipindahkan ke gedung B. Maka, penyidik tidak bisa langsung menggeledah gedung B, sebab, mesti melalui administrasi izin ke Dewas.
"Berbeda dengan apa yang diatur dalam Pasal 34 KUHAP, regulasi itu menyebutkan bahwa dalam keadaan mendesak penyidik dapat melakukan penggeledahan, setelahnya baru melaporkan ke Ketua Pengadilan Negeri," pungkas Kurnia.

Kasus Pajak

Penggeledahan di kantor PT Jhonlin Baratama ini bukanlah yang pertama dilakukan KPK. Pada Kamis (18/3), penyidik KPK pernah menggeledah kantor tersebut sekaligus 3 rumah pihak-pihak yang diduga terkait perkara ini.
ADVERTISEMENT
Dari penggeledahan itu ditemukan bukti di antaranya berbagai dokumen dan barang elektronik yang diduga terkait dengan perkara Bukti itu sudah diamankan.
Sementara dalam perkara ini, KPK telah menetapkan tersangka. Namun KPK belum mengumumkan identitasnya lantaran kebijakan pimpinan jilid V. Tersangka baru diumumkan ketika hendak ditahan.
Direktur Ekstensifikasi dan Penilaian Ditjen Pajak, Angin Prayitno Aji. Foto: Dok. Ditjen Pajak
Meski demikian, KPK sudah mencegah 6 orang ke luar negeri, 2 di antaranya adalah Direktur Ekstensifikasi dan Penilaian Ditjen Pajak, Angin Prayitno Aji dan Kepala Subdirektorat Kerja sama dan Dukungan Pemeriksaan pada Ditjen Pajak, Dadan Ramdani.
Diduga, kasus ini terkait pengurusan pajak korporasi yang melibatkan Pejabat Ditjen Pajak. KPK menduga terdapat suap puluhan miliar dalam perkara ini. Modusnya yakni suap diberikan agar nilai pajak yang dibayarkan korporasi berkurang.
ADVERTISEMENT