Dosen FH UGM Serahkan Amici Curiae ke MK: Pemilu Ulang

1 April 2024 17:09 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Universitas Gadjah Mada (UGM).  Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Universitas Gadjah Mada (UGM). Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sejumlah dosen dan peneliti Pusat Kajian Hukum dan Keadilan Sosial atau Center For Law and Social Justice (LSJ) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) menyerahkan Amici Curiae atau sahabat pengadilan ke Mahkamah Konsitusi siang ini, Senin (1/4).
ADVERTISEMENT
Amici Curiae ke MK ini berkaitan dengan PHPU No. Perkara 1/PHPU.PRES-XXII/2024 dan 2/PHPU.PRES-XXII/2024, dengan tajuk Amici Curiae, "MENGAPA PEMILU 2024 MENJAUH DARI PRINSIP JUJUR DAN ADIL?".
Melalui Amici Curiae ini para dosen dan peneliti ingin agar Pemilu 2024 diulang.
"Apakah mungkin membatalkan pemilu? Saya kira tidak perlu ragu karena kami merekomendasikan pula keputusan KPU nomor 360 tahun 2024 karena secara jelas begitu banyak elemen-elemen yang tidak patut dalam penyelenggaraan kekuasaan hari ini terutama soal pemilu," kata Ketua LSJ FH UGM Dr Herlambang P Wiratraman melalui Zoom.
"Apakah pemilu ulang? Bagi kami jelas iya, karena itu agenda menyelamatkan demokrasi dan hak asasi manusia," katanya
Bagi LSJ FH UGM menyelamatkan demokrasi berarti pula menyelamatkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
ADVERTISEMENT
Dalam Zoom tersebut, Herlambang mengatakan bahwa MK bukanlah Mahkamah Kalkulator yang hanya menghitung selisih dalam penghitungan suara pemilu.
"Mendorong MK memang sebagai the guardiam of the constitution," katanya.
Sebelumnya, Guru Besar FH UGM Prof Sigit Riyanto mengatakan pihaknya perlu menyerahkan Amici Curiae sebagai bentuk tanggung jawab akademisi. Kepedulian ini sebenarnya sudah dilakukan bertahun-tahun sebelumnya melalui kritik di media massa dan sebagainya.
"Kita melihat ada situasi yang sangat memprihatinkan di negara kita. Sebagian mungkin kita bisa mengatakan mengulang di apa yang terjadi masa orde baru bahkan mungkin saat ini makin buruk," katanya.
Situasi memburuk ditandai abuse of power atau penyalahgunaan kekuasaan. Lembaga parlemen, DPR, yang dulu jadi tumpuan setelah reformasi ternyata justru pragmatis.
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo (tengah) memimpin sidang lanjutan sengketa hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Kamis (28/3/2024). Foto: Aditya Pradana Putra/ANTARA FOTO
"Akibatnya kita saat ini menyaksikan kerusakan tata kelola negara kita dan sistem demokrasi kita. Sejak 5 tahun lalu KPK, sekarang KPU atau mungkin MK mengalami demoralisasi dan ada distrust terhadap penyelanggaraan negara," katanya
ADVERTISEMENT
"Politik dan penegakan hukum kita saksikan dalam 5 tahun terakhir penuh distraksi dan bisa dikatakan penuh kemunafikan," katanya.
Refleksikan kondisi sekarang, Sigit mengatakan masa depan bangsa ini ke depan absurd.
"Absurd karena dikuasai predator demokrasi dengan melecehkan hukum, etika, nilai-nilai keluhuran bangsa dan bernegara," katanya.
Lanjutnya, presiden saat ini memposisikan diri sebagai penguasa yang bisa melakukan segalanya bagi keluarga dan kroninya.
"Presiden menjelma sebagai penguasa yang toxic bagi bangsa dan negara ini, tidak ada etika, tidak ada idealisme, tidak ada patriotisme yang ada gila kuasa, nir etika," katanya.
Dengan Amici Curiae diharapkan MK memanfaatkan kesempatan ini memberikan harapan kepada bangsa bagaimana tata kelola negara ke depan dengan keputusan berpihak pada kepentingan publik dan ketaatan pada etika.
ADVERTISEMENT