DPD Usulkan Amandemen UUD 1945: GBHN dan Penguatan Kewenangan

28 Juni 2021 14:01 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua DPD RI  La Nyalla Mattalitti (tengah) saat memimpin sidang paripurna luar biasa DPD RI ke-1 di komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (4/11/2019). Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua DPD RI La Nyalla Mattalitti (tengah) saat memimpin sidang paripurna luar biasa DPD RI ke-1 di komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (4/11/2019). Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
ADVERTISEMENT
DPD memutuskan mengusulkan amandemen UUD 1945. Keputusan ini diambil dalam rapat paripurna DPD yang digelar Kamis (23/6) lalu.
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua DPD Sultan B Najamudin mengatakan, keputusan ini merupakan rekomendasi dari Timja Penataan Lembaga. Sebagai tindak lanjut keputusan usul amandemen UUD 1945, DPD bakal membentuk Panitia Kerja Pokok-pokok Haluan Negara (PPHN).
"Apa yang diputuskan paripurna kemarin melalui proses cukup panjang dan akhirnya diputuskan bahwa DPD setuju melanjutkan hasil kerja Timja Penataan Lembaga, khususnya beberapa pasal di UUD 1945," kata Sultan, Senin (28/6).
"Apa yang kami putuskan ini juga menindaklanjuti rekomendasi dan keputusan MPR. Baik MPR 2014 maupun 2019 khususnya terkait dengan perlunya dihadirkan kembali Pokok-Pokok Haluan Negara dan Penataan Kelembagaan," sambung Sultan.
Diketahui, Ketua Timja PPHN DPD adalah senator asal Jakarta Jimly Asshiddiqie.
Suasana sidang paripurna luar biasa DPD RI ke-1 di komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (4/11/2019). Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Mengenai substansi usulan amandemen UUD 1945, Sultan menyebut DPD tak bicara soal perpanjangan masa jabatan presiden. Menurut dia, usul amandemen adalah perlunya pokok-pokok haluan negara dalam menjalankan pemerintahan.
ADVERTISEMENT
Inilah yang diharapkan bakal disertakan dalam UUD 1945.
"Kami bicara perlunya PPHN sebagai koridor dan arah perjalanan bangsa baik jangka pendek maupun jangan menengah dan panjang," jelas Sutan.
Substansi lain yaitu penguatan kewenangan DPD sebagai sebuah lembaga. Menurut dia, kewenangan DPD harus diperkuat sebagai representasi masyarakat di daerah.
"Kami juga bahas penataan lembaga perwakilan sebagai konsekuensi logis dari munculnya PPHN ini. Menurut kami, lembaga DPD yang legitimasinya ini sangat kuat juga harus ditempatkan pada posisi yang tepat sebagai representasi formal masyarakat daerah di pusat," kata Senator dapil Bengkulu ini.
Latar belakang PPHN
Suasana gladi kotor pelantikan Jokowi-Ma'ruf di Ruang Paripurna MPR, Jakarta, Jumat (18/10/2019). Foto: Rafyq Panjaitan/kumparan
Pokok-pokok haluan negara (PPHN) merupakan usulan fraksi PDI Perjuangan di MPR. Usulan itu juga merupakan rekomendasi MPR periode 2014-2019 agar dilanjutkan oleh MPR periode 2019-2024.
ADVERTISEMENT
Kini, rencana memasukkan kembali PPHN ke dalam UUD 1945 masih dalam proses pengkajian di Badan Keahlian MPR dan juga sedang menyerap aspirasi publik dengan sejumlah pihak, mulai akademisi kampus hingga tokoh masyarakat.
Jauh sebelum itu, PPHN, awalnya disebut GBHN, merupakan hasil amanat Kongres V PDIP di Bali Agustus 2019 lalu. PDIP menilai pembangunan di Indonesia harus sejalan antara pusat dan daerah. Oleh karena itu, perlu suatu rencana jangka panjang yang wajib ditaati seluruh pemimpin.
Ditengarai, memasukkan PPHN dalam UUD 1945 juga merupakan 'barter politik' PDIP dengan fraksi-fraksi. Sehingga, setuju membuat jumlah pimpinan MPR menjadi 9 orang plus 1 unsur DPD dan mewakili seluruh kelompok di Senayan.
Ada sejumlah syarat untuk melakukan Amandemen UUD 1945. Salah satunya, diusulkan oleh minimal dari 1/3 anggota MPR. Saat ini, anggota MPR terdiri dari 711 orang yang terdiri dari 575 anggota DPR dan 136 anggota DPD.
ADVERTISEMENT
Sehingga, usulan amandemen setidaknya minimal diajukan 237 anggota MPR. Sementara itu, jika usulan perubahan UUD 1945 sudah disetujui maka dibawa ke paripurna untuk mendapatkan persetujuan.
Sidang MPR ini harus dihadiri sedikitnya 2/3 anggota MPR atau 474 anggota.