DPR Akan Revisi UU Paket Politik, UU Lembaga Kepresidenan Akan Dikaji

25 April 2024 18:51 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia di Setneg, Kamis (25/4/2024) Foto: Nadia Riso/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia di Setneg, Kamis (25/4/2024) Foto: Nadia Riso/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Mahkamah Konstitusi (MK) telah menolak gugatan paslon 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Cak Imin) dan paslon 03 Ganjar Pranowo-Mahfud MD terkait Pilpres 2024. MK menyatakan tak ada bukti kuat Presiden Jokowi melakukan abuse of power hingga politisasi bansos.
ADVERTISEMENT
Namun, tiga hakim MK mengajukan dissenting opinion. Salah satunya hakim MK Arief Hidayat yang mengusulkan agar ke depan dapat dibentuk UU Lembaga Kepresidenan.
Soal itu, Ketua Komisi I DPR Ahmad Doli Kurnia mengatakan sesuai dengan keputusan MK, tuduhan bahwa Jokowi cawe-cawe di Pilpres 2024 tidak terbukti. Di sisi lain, Doli membuka kemungkinan lembaga kepresidenan akan diatur dalam UU Paket Politik yang sedang dibahas di DPR.
"Bahwa kemudian ke depan kita harus mengatur sebuah kelembagaan kita termasuk lembaga kepresidenan, saya kira itu perlu juga menjadi salah satu kajian kita nanti dalam revisi UU ataupun penyempurnaan sistem politik dan sistem pemerintahan kita," kata Doli di Kemensetneg, Jakarta, Kamis (25/4).
UU Paket Politik, yang di dalamnya termasuk UU Pemilu, UU Pilkada, dan UU Partai Politik, memang diusulkan oleh Komisi II DPR untuk direvisi. Doli setuju bahwa sistem politik khususnya sistem pemilu harus dievaluasi.
ADVERTISEMENT
"Sebenarnya kami di Komisi UU di awal periode 2019-2024 kemarin, kan, sudah mengusulkan, ya, adanya revisi UU Pemilu dan UU Pilkada. Bahkan itu menjadi bagian penyempurnaan UU Paket Politik yang kami sudah susun ada 8 itu. Tapi waktu itu karena ada COVID akhirnya, kan, tertunda," ungkapnya.
Menurut Doli, sekarang waktu yang tepat revisi UU Paket Politik dilakukan. Ia mengatakan, setidaknya ada tiga momen yang menjadi pendorong revisi UU Paket Politik harus dibahas lagi.
"Pertama putusan MK. Waktu itu MK memutuskan tentang ambang batas parlemen. Waktu itu, kan, diminta salah satu amar putusannya itu adalah meminta kepada pembuat UU [yaitu] DPR dan pemerintah untuk merevisi atau menyempurnakan UU Pemilu sebelum tahun 2029. Itu momentum yang pertama," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Momentum yang kedua adalah pidato Prabowo Subianto yang menyinggung bahwa demokrasi Indonesia melelahkan dan mahal. Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga menyebut demokrasi Indonesia mahal. Atas pernyataan kedua tokoh itu, Doli mengatakan UU Paket Politik perlu penyempurnaan.
"Terakhir kemarin putusan MK tentang pilpres. 3 hakim yang dissenting opinion itu, kan, mengatakan bahwa memang harus ada penyempurnaan terhadap sistem pemilu kita. Jadi itu yang saya katakan bahwa kita semuanya sudah punya semangat yang sama, tone yang sama bahwa perlu ada penyempurnaan tentang sistem pemilu kita, bahkan lebih jauh saya dan teman-teman Komisi II mengatakan perlu ada penyempurnaan sistem politik kita karena nanti ketika revisi UU Parpol, UU Pemda, UU tentang DPRD dan seterusnya," jelasnya lagi.
ADVERTISEMENT
Namun, revisi atau penyempurnaan paket itu Doli nilai lebih baik dilakukan ketika DPR periode 2024-2029 mulai bekerja. Sebab jika dibahas sekarang, waktu yang tersisa hanya 6 bulan.
"Kenapa kemarin kami juga membuat usulan itu di awal-awal periode, karena kita masih punya cukup waktu yang panjang. Jadi, kan, pemilu 5 tahun lagi. Jadi kalau setahun penuh kita bisa menyelesaikan UU Pemilu apalagi bisa selesai sama UU Paket Politik itu maka tinggal 4 tahun, 3 tahun berikutnya kita sosialisasi aja," ujarnya.
"Jadi saya kira idealnya di bulan-bulan pertama itu nanti setelah pemerintahan baru terbentuk, DPR baru terbentuk saya kira itu ideal waktu yang tepat untuk bisa membicarakan itu secara konkret," pungkasnya.