DPR dan Pemerintah Semestinya Dengarkan KPK dalam RKUHP

2 Juni 2018 18:53 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Aksi parodi koruptor dukung hak angket KPK. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Aksi parodi koruptor dukung hak angket KPK. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
ADVERTISEMENT
KPK keberatan dengan delik korupsi dalam revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). KPK mengirimkan surat ke Presiden Jokowi yang berisi 10 keberatan masuknya delik korupsi dalam RKUHP.
ADVERTISEMENT
Konsekuensinya dengan masuknya delik korupsi dalam RKUHP membuat korupsi menjadi kejahatan biasa. KPK juga membidik tersangka dengan pasal di KUHP, bukan UU Tipikor.
"Masuknya delik korupsi ke dalam RKUHP sebagai konsekuensi dari sistem kodifikasi yang didorong tim perumus. Kodifikasi adalah pengkitaban aturan hukum sejenis dalam satu kitab secara lengkap dan sistematis. Kodifikasi adalah salah satu bentuk konsolidasi hukum pidana. Meski demikian, kodifikasi bukan satu-satunya jalan untuk melakukan konsolidasi itu," kata peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Miko Ginting dalam keterangannya, Sabtu (2/6).
Miko menjelaskan, masih ada kompilasi yang tidak ditempuh dengan cara memasukkan delik korupsi dalam RKUHP.
"Memang ada jaminan bahwa ketentuan di luar KUHP yaitu UU Tipikor tetap berlaku berdasarkan ketentuan peralihan. Namun, ketentuan itu akan berbenturan dengan prinsip ketentuan yang baru mengesampingkan ketentuan yang lama. Di mana dengan prinsip demikian, ketentuan UU Tipikor yang sudah diserap dalam RKUHP menjadi tidak berlaku," urai dia.
ADVERTISEMENT
"Untuk itu, Pemerintah dan DPR perlu melakukan studi implikasi. Memastikan penegakan hukum, terutama penegakan hukum korupsi tetap berlangsung efektif," terang dia lagi.
Menurut Miko, sebenarnya bukan hanya delik korupsi saja yang masuk RKUHP, tetapi delik tertentu lain seperti terorisme, pelanggaran HAM berat, hingga narkotika juga diatur.
Dan hampir semua, dengan basis argumen, hanya generic/core crime yang akan dimasukkan. Misalnya, delik korupsi yang diserap dari UU Tipikor ke dalam RKUHP hanya 6 ketentuan ditambah kriminalisasi terhadap 4 perbuatan dari UNCAC.
"Pertanyaannya mengapa yang lain tidak dimasukkan sekalian dengan standar yang sama? Ini masih jadi persoalan. Pemerintah seharusnya melakukan studi implikasi dan mendengarkan semua pemangku kepentingan termasuk KPK supaya RKUHP yang sedang dibahas cukup representatif dan tidak menjadi bagian dari masalah. Potensial jadi konflik norma karena untuk satu isu berlaku 2 (KUHP dan UU Tipikor) ketentuan dengan standar yang berbeda," beber dia.
Aksi parodi koruptor dukung hak angket KPK. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Aksi parodi koruptor dukung hak angket KPK. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
ADVERTISEMENT